“Finn, kapan kamu nikah?” tanya Diana kepada sang putra.
“Kapan-kapan, Mi.” Finn menjawab singkat.
“Finn!” Diana geram.
“Mami, masih pagi. Pelankan suara. Kita sedang sarapan.” Chris memperingatkan sang istri dengan suara lembut.
“Kalian sama saja. Mami mau gendong cucu. Lihat Manda, seumuran Finn sudah punya tiga anak. Ramon juga sebentar lagi mau dua. Terus kapan giliran kamu?” tanya Diana penuh penekanan di akhir kalimat kepada sang putra.
Lagi dan lagi. Finn harus tebal kuping mendengar omelan sang mami. Selalu saja membandingkannya dengan Manda dan Ramon. Mereka berdua merupakan sepupu sekaligus teman mencurahkan isi hati.
“Mami Finn yang cantik. Finn juga maunya menikah. Tapi, dengan siapa? Belum ada yang klik.”
“Bagaimana mau klik kalau kerjaan kamu mempermainkan mereka terus, Finn Elard?” Diana membalik ucapan Finn dengan ketus.
Finn menghela napas lelah. “Memang belum ada yang cocok, Mi.”
“Mami akan buat biro jodoh buat kamu.”
“Terserah Mami. Asal siap saja jika rumah ini nantinya akan berubah menjadi lautan wanita.” Finn berdiri dan mencium pipi Diana dan Chris. “Aku berangkat.”
“Lautan wanita? Apa maksudnya, Pi?”
“Mami lupa jika anak itu banyak penggemar?”
“Iya, benar juga. Mami heran, Pi. Sebegitu banyaknya wanita, masa satu pun tak ada yang klik. Pokoknya, sekali Mami dengar Finn jatuh cinta. Langsung akan Mami lamar gadis itu.”
Chris mengembuskan napas. “Terserah Mami saja. Sudah Papi mau berangkat.”
***
Sudah satu bulan, sejak pertemuan terakhir Finn dengan Sandra membuatnya terus memikirkan wanita itu. Wajahnya selalu terbayang-bayang.
Rasanya, belum pernah Finn merasa seperti ini terhadap seorang wanita. Biasanya, ia tak pernah memikirkan atau memedulikan kaum mereka.
“Kenapa jadi uring-uringan begini? Seharusnya perempuan yang memikirkan Finn Elard, bukan sebaliknya. Baiklah, Sandra Rein. Kamu harus bertanggung jawab!”
Selama masa sebulan itu, si penakluk wanita itu, jomlo. Setelah putus, biasanya besok pun sudah dapat ganti. Namun kini, Finn enggan menjalin hubungan dengan perempuan lain. Ia hanya menginginkan Sandra seorang.
Saat pertemuan pertama dengan Sandra, lalu kekasih Finn mengirimkan pesan kerinduan. Pria itu membalas dengan kata putus. Sontak saja wanita itu mencak-mencak.
Namun, Finn adalah Finn. Tak ada satu orang wanita pun yang boleh mengatur hidupnya yang bebas.
Kemarahan para wanita akibat diputus sepihak pun, Finn tak pernah peduli. Bahkan, ada yang sampai merengek minta kembali. Namun, baginya jika sudah putus pantang untuk merajut kasih lagi. Sekali saja cukup. Begitu pemikiran pria yang disebut casanova oleh Sandra.
“Casanova?” Finn menggeleng mendengar sebutan itu dari Sandra. “Sepertinya akan sulit mendapatkanmu, Baby. Tapi, jangan sebut namaku Finn Elard jika tak bisa menaklukkan wanita. Kamu pasti akan menjadi milikku. Kita lihat saja nanti.”
Finn tersenyum penuh arti. Namun, segera mengubah mimik wajahnya menjadi datar begitu suara ketukan pintu terdengar.
“Masuk!”
Roy, sekretaris merangkap asisten pribadi Finn masuk ke ruangan. “Bos, saya sudah mengirimkan email kepada Luxury Interior Design. Besok adalah hari pertemuan dengan mereka pukul sepuluh pagi.”
“Siapa yang datang?”
“Sesuai pesan Anda, Ibu Sandra Rein.”
“Kerja bagus, Roy.”
“Kita hanya punya waktu sampai jam dua untuk konsultasi. Selebihnya harus berangkat meeting dengan Adiyaksa Group.”
“Oke. Kalau sudah tidak ada lagi yang lain. Silakan keluar.”
“Permisi, Bos.”
Setelah memastikan Roy pergi. Finn membuka galeri di ponselnya, lalu mencari foto Sandra. Ia mendapatkan gambar tersebut dari juru kamera yang sengaja disuruh diam-diam untuk memotret wanita incarannya. Hal tersebut dilakukan saat acara pembukaan satu bulan lalu.
“Kita akan bertemu lagi, Baby.” Finn berucap penuh makna seraya menatap foto tersebut dengan lekat, lalu menyunggingkan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Heart
RomanceLady killer adalah julukan yang tersemat untuk Finn Elard. Sang pencinta wanita bertemu dengan seorang penganut kesetiaan. Satu kata, terpesona. Dorongan rasa ingin memiliki seperti biasa muncul. Kedua paham yang jelas-jelas bertolak belakang. Akank...