Suara ketukan pintu terdengar. Sandra mempersilakan masuk.
Tristan membuka pintu dan masuk dengan wajah semringah. Kemudian, duduk tepat di depan Sandra.
“Tumben punya sopan santun ketuk pintu dulu. Biasanya main masuk saja.”
“Enggak usah nyindir, Dek.”
Sandra tertawa kecil. “Ada apa, Kak?” Ia melirik jam di tangan. Waktu menunjukkan pukul delapan. “Ini masih pagi, lo. Enggak sibuk?”
“Sibuk sudah pasti. Kakak ke sini karena lihat surat jalan kamu ke Liam Group.”
“Mana? Sudah ditanda tangan?”
“Semangat banget mau ketemu Finn Elard,” goda Tristan.
“Jangan mulai, Kak. Aku lagi gak mood ribut.”
“Dek, manfaatkan kesempatan ini buat mendongkrak nama perusahaan kita.”
“Maksudnya?” Sandra menaikkan satu alisnya.
Tristan menyeret kursinya mendekat pada Sandra. “Dengar, Dek. Semua orang tahu betapa susahnya bekerja sama dengan Liam Group. Terus, gak ada angin atau hujan, tiba-tiba mereka meminta konsultasi untuk merenovasi. Lebih gilanya proyek ini memang sudah deal untuk dieksekusi. Biar pun satu ruang doang, tetapi itu ruangan CEO. ”
Tristan menggebrak meja sang adik, antusias. “Ini peluang buat menaikkan nama perusahaan. Kalo kerja kamu bagus, kakak jamin klien dari mana pun bakal berdatangan.”
Sandra menyimak ke mana arah pembicaraan Tristan. Sejurus kemudian melotot seraya berucap dengan sedikit berteriak, “Kak, ini namanya memanfaatkan aku dong?” Baru berniat mau asal-asalan kerja.
“Kita ini keluarga dan kerja bareng, Dek. Kamu sama kakak kan memang anak buah Ayah. Jadi, wajar kalo saling memanfaatkan. Ini namanya bisnis. Sekarang lagi masanya kamu yang handle buat menaikkan pamor perusahaan. Memang kamu gak mau usaha keluarga melejit?”
Sandra terdiam. Apa yang diucapkan Tristan memang benar dan gadis itu pun setuju dengan pernyataan tersebut. Akan tetapi, yang menjadi pikiran saat ini adalah sang ceo tersebut.
Sandra sedikit frustrasi harus bertemu dengan Finn. Ia hanya takut si playboy mengganggu ketenangan hidupnya. Namun, melihat antusias Tristan yang begitu besar, membuatnya tak tega untuk mematahkan semangat tersebut.
“Kakak tahu Finn playboy, ‘kan?” Sandra hanya mau meyakinkan jika Tristan mengetahui hal tersebut.
“Dek, kamu di sana profesional kerja. Atau jangan-jangan, kamu naksir si Finn?”
Sandra mencebik. “Mana ada aku naksir playboy tengik itu.”
“Jaga omongan. Entar ketulahan baru rasa. Tahu-tahu kamu jatuh cinta lagi.”
“Jadi, kakak rela kalo aku jatuh ke tangan playboy itu? Kakak mau aku dipermainkan sama si Finn, persis kayak perempuan-perempuan lain?”
“Wow! Santai, Dek. Jangan marah dong. Kakak bercanda.”
“Duh, ampun! Punya Kakak, kok, nyebelin banget.”
“Dek, kamu kenapa? Bicara seolah-olah Finn lagi ngincer. Seandainya pun iya tinggal tolak. Lagi pula, kakak denger itu CEO jomlo. Udah sebulan terakhir ini gak kakak lihat beritanya jalan sama perempuan. Mungkin sudah insaf.”
Bajingan mana ada kata insaf. Aku adalah target berikutnya, Kak. Ya, Tuhan! Mau menjelaskan takut dibilang terlalu percaya diri. Enggak diberi tahu, ya, jadi kayak gini. Hidup, kok, serba salah banget, sih! Sandra membatin kesal.
“Sudah sana balik kerja, deh. Mana surat jalannya. Bentar lagi aku berangkat.”
Tristan memberikan surat jalan tersebut. “Semangat, Dek. Kakak percaya kamu pasti bisa bikin klien kakap kita ini puas. Demi perusahaan.”
“Iya.”
Usai Tristan keluar dari ruangan, Sandra menelungkupkan wajahnya ke atas meja. Perasaannya tak enak. Ia tidak yakin sekelas Liam Group benar-benar membutuhkan jasanya.
Kemudian, Sandra mendongak. Ia bersandar kembali pada kursi. “Pasti Finn punya maksud lain. Perusahaan interior desain yang terkenal itu banyak. Kenapa mesti pilih yang belum besar? Mana harus aku yang mesti mengurus.”
Prasangka-prasangka Sandra bukan tanpa dasar. Ia bisa bilang seperti itu karena saat di acara satu bulan lalu, Finn terus mengikuti dan menatapnya lekat. Bahkan, mengerling menggoda.
“Ya, ampun! Baru ketemu sekali dan akan bertemu untuk kedua kali, kenapa aku bisa sefrustrasi ini, ya? Ayo, Sandra! Tarik napas dalam-dalam, embuskan. Tenanglah! Pokoknya, jangan sampai jatuh kepelukan Finn Elard. Ingat, jaga hati dan pikiran. CEO itu gak boleh masuk ke ranah sana. Bahaya!”
Sepersekian detik kemudian, Sandra kesal sendiri. Ia menggoyang-goyangkan kaki layaknya anak kecil sambil mencebik. Kemudian, mengusap wajahnya secara kasar dan mengacak-acak rambut.
“Finn Elard! Nyebelin banget, sih!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Heart
RomanceLady killer adalah julukan yang tersemat untuk Finn Elard. Sang pencinta wanita bertemu dengan seorang penganut kesetiaan. Satu kata, terpesona. Dorongan rasa ingin memiliki seperti biasa muncul. Kedua paham yang jelas-jelas bertolak belakang. Akank...