Semangat Finn, kelesuan Sandra

0 0 0
                                    

Helena dengan dibantu Tristan, mengundang Finn makan malam secara eksklusif di malam Minggu. Wanita paruh baya itu tak mau menyia-nyiakan kesempatan.

Dua malam Minggu sudah, Finn dan Sandra bertemu, meski masih berada di area rumah.

Usai acara makan makan malam, semua duduk bersama di ruang keluarga. Sandra mendapat ancaman khusus dari sang bunda jika berani meninggalkan lokasi. Yakni, pencabutan izin atas hobi ekstrem. Ancaman berikutnya, Helena akan menggantikan dengan kursus memasak.

Demi apa pun juga, Sandra benci berada di dapur untuk memasak. Ia tak menyukai hal tersebut. Menurutnya, sangat menyusahkan dan terlampau rumit.

Entah, Sandra tak pernah cocok berada di lingkungan dapur. Terakhir, saat masih berseragam putih abu-abu, pernah mencoba untuk berubah. Akan tetapi, justru ia hampir membakar tempat tersebut. Ruangan seketika penuh dengan asap dan kobaran api membubung dari atas penggorengan. Beruntung sang bunda segera mengetahuinya jadi tidak sampai benar-benar terjadi kebakaran.

Kapok! Sandra semakin enggan mendekati kawasan yang seharusnya menjadi tempat favorit para wanita. Ia pun menganggap tempat tersebut adalah musuh terbesarnya.

“Finn, apa kabar rumah danau?” Tristan membuka obrolan. Sengaja juga ingin memancing emosi sang adik.

Sandra memelototi Tristan.

Tepat! Biji mata Sandra nyaris melompat keluar. Tristan berucap dalam hati seraya menahan tawa.

“Baru separuh rampung, Trist,” jawab Finn.

“Rumah danau?” Helena mempertanyakan.

“Iya, Bund. Rumah danau untuk tempat tinggal kalau Finn dan Sandra nanti sudah resmi menikah,” jawab Tristan.

“APA?” teriak Helena kaget.

Hah! Bagus sekali. Dasar saudara laknat! Awas kau, Kak! Enggak bakal aku sudi merayu Kak Kanaya lagi! Sandra membatin kesal.

“Bunda, suaranya bisa pelan, ‘kan?” Theo memperingatkan.

“Maaf, Yah. Bunda syok.”

“Finn, maksudnya apa?” tanya Theo.

“Maaf, Om, Finn belum sempat bilang perihal ini. Finn mendekati Sandra karena memang berniat ingin menikahi putri Om Theo dan Tante Helena. Rumah danau salah satu tempat berteduh yang sedang Finn persiapkan,” terang sang ceo.

“WAH!” teriak Helena lagi.

Sandra yang tengah duduk persis di seberang Finn hanya bisa melotot ke arah sang ceo. Selebihnya, ia pasrah.

Mendapat tatapan dari Sandra, Finn tak peduli. Ia justru semakin bersemangat dan menjadikan obrolan tersebut sebagai kesempatan emas. Pria itu tahu kalau sang wanita tercinta tak berkutik ketika berada bersama sang bunda.

Terus bekerja sama dengan Tristan. Aksi Finn sudah barang tentu semakin lancar.

“Bunda ....”

“Maaf, Yah. Bunda syok part two.”

Theo menggelengkan kepala, lalu menatap Finn. “Sandra belum pernah bilang apa pun. Bahkan, Om tidak tahu sama sekali kalau kalian memang punya hubungan spesial.”

“Yah, itu ....”

“Dek, biar Finn saja yang menjelaskan. Kamu kan cewek. Biar calonmu ini tanggung jawab.”

“APA? TANGGUNG JAWAB? SANDRA, KAMU HAMIL?” teriak Helena lagi dan lagi.

“Aku gak hamil. Kakak itu bisa gak jangan merusuh aja kerjaannya?” omel Sandra.

Tristan cekikikan.

“Iya, Tante. Sandra enggak hamil. Kita juga tidak pacaran. Maksudnya, aku ingin langsung menikah dengan Sandra. Itu pun kalau Om dan Tante merestui.” Finn menjelaskan agar tidak terjadi salah paham. Ia pun menggunakan kesempatan untuk bertindak lebih jauh lagi.

“Finn ....”

“Setuju! Tante merestui. Kalian memang tidak perlu berpacaran. Bawa saja langsung orang tua kamu untuk melamar Sandra, Finn.” Helena memang sengaja dari tadi memotong ucapan Sandra. Ia tak akan membiarkan sang putri merusak rencananya.

Sandra melongo. “Bunda ....”

“Sandra, Finn ini sudah mapan. Mau menunggu apa lagi? Bukan begitu, Nak Finn?”

Finn tersenyum penuh kemenangan. “Iya, Tante. Kalau Sandra sudah setuju, saya akan datang lagi mengajak keluarga untuk bertemu Om dan Tante.”

Sandra mendadak lesu.

“Om cukup salut dengan keberanian kamu meminta Sandra langsung. Tapi, keputusan tetap Om serahkan kepada yang bersangkutan.” Theo melirik sang putri. “Bagaimana, Nak?”

Helena memelototi Sandra.

“Beri Sandra waktu, Yah.” Sandra menghela napas lelah, lalu menatap Finn. “Aku akan pikirkan dulu, Finn.”

“Aku setia menunggu jawabanmu.” Finn berkata lembut. Kemudian, menatap Theo. “Selama masa tersebut, bolehkah saya melakukan pendekatan kepada Sandra, Om? Supaya lebih mengenal lagi.”

“Jaga dengan baik Sandra selama masa pendekatan kalian. Jangan berperilaku sampai melampaui koridor norma susila. Bisa, Finn?” Theo menatap Finn lekat.

Ya, Tuhan! Ayah dan Bunda tahu gak, sih, Finn itu playboy? batin Sandra.

“Iya, Om. Bisa,” jawab Finn mantap.

Hah! Apa? Bohong! Ayah, bunda, jangan percaya. Duh, bagaimana ini? Sandra membatin frustrasi.

“Kamu itu anak yang manis sekali, Finn. Tante suka.” Helena tersenyum semringah.

Mendengar ucapan sang bunda, Sandra rasanya mual. Dasar playboy! Mulutmu memang sungguh manis, batinnya jengkel.

***

Kesetiaan itu mahal. Seorang yang murahan tak akan sanggup memiliki. Kecuali, ia mengubah kualitas hidupnya menjadi pribadi yang baik.

“Finn, aku masih meragukanmu.”

Janji saling setia terkadang hanya sebuah pengucapan biasa. Sebab, banyak kasus pengkhianatan tetap terjadi. Saat itu, rasa sakit dan kecewa tak memungkiri pasti hadir menyergap, menyelimuti perasaan begitu kuat hingga derai air mata luruh.

Sandra mengalaminya. Berkali-kali menjalin hubungan selalu berakhir sama. Yakni, perselingkuhan. Beribu tanya sering menari di atas kepala. Kenapa? Ada apa?

Menjadi wajar jika kehati-hatian akhirnya muncul. Bahkan, memandang sinis pada si pelaku pencinta wanita. Tak ada secuil pun rasa percaya untuk mereka.

“Takdir, biarkan aku sendiri jika pria yang datang bukanlah orang yang setia. Aku lelah bersedih.”

Hidup itu pilihan. Walaupun kita tak mungkin mengubah takdir.

“Menikah. Aku hanya mau satu kali. Seperti Ayah dan Bunda. Apakah Finn bisa melakukan hal yang sama? Aku tak yakin.”

Jodoh, maut, dan rezeki memang sudah ada yang mengatur. Bahkan, telah tertulis dalam suratan takdir setiap manusia. Hanya saja, terkadang Sandra ingin menawar.

“Jodoh, aku tak meminta yang terbaik. Tapi, bisakah beri aku pria baik dan setia? Itu saja.”

Bloody HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang