Polah sang ceo

5 1 0
                                    

Usai meeting dengan Trio ABC, Sandra menyusun perencanaan biaya dengan teliti. Sore ini sudah harus mengirimkan semuanya kepada Liam Group.

Seperti biasa, Sandra mengerjakannya dengan serius. Gambar sudah selesai dikerjakan. Tinggal menyelesaikan rincian biaya. Begitu rampung, segera akan langsung dikirim.

Pihak Liam Group dalam hal ini adalah Finn sendiri yang berbicara. Kemarin, sang ceo meminta agar gambar selesai besok sore.

Sejak pulang dari makan siang bersama Finn dan Trio ABC kemarin, Sandra langsung mengerjakan proyeknya.

Bersyukurnya, gambar dari klien lain sudah selesai. Jadi, Sandra selama seharian bisa berfokus hanya pada permintaan Finn. Ia berhati-hati dalam mengerjakannya. Ibarat kata, proyek ini merupakan secercah harapan untuk perusahaan supaya bisa dikenal banyak orang.

Tepat pukul empat sore. Semua perencanaan biaya telah rampung.

“Akhirnya, gambar dan biaya selesai. Semoga Finn suka?” Sandra berbicara sendiri.

Sayangnya, sang ceo mendengar dan menyahuti, “Aku pasti menyukainya.”

Sandra mendongak, lalu menampilkan wajah kaget mendapati pria yang tengah dibicarakan sendiri sudah ada di ruang kerjanya. “Finn!” Kemudian, menatap tajam Tristan. “Kak, kalau ke ruanganku bersama orang lain, ketuk pintu dulu.”

Tristan cengengesan. “Lupa, Dek. Sorry.” Ia mengangkat dua jari tangan. “Finn kemari mau lihat hasil gambar ruangannya.”

“Bukankah kesepakatan kita, aku mengirim email?” tanya Sandra bingung ke arah Finn.

“Lebih enak datang langsung.” Finn menjawab cepat.

“Finn, aku tinggal dulu. Sorry, sepuluh menit lagi ada meeting,” ucap Tristan penuh sesal.

“Oke. Tidak apa.”

“Dek, kakak meeting dulu. Kerja yang bener.” Kemudian, menatap Finn. “Kalau ada yang kurang pas sama desain atau apa pun, langsung bicarakan saja. Sandra sudah jinak, kok.”

Sandra memutar bola matanya malas.

Finn justru tersenyum. “Tentu.”

Tristan memberikan jempol ke arah Finn dan Sandra. Kemudian, berlalu pergi.

Finn berdeham untuk mencairkan suasana canggung selepas kepergian Tristan. “Sudah selesai?”

Sandra mengangguk. “Iya. Baru saja selesai. Ini hasil gambar ruangan secara mendetail.” Ia memberikan laptopnya kepada Finn. “Silakan duduk.”

Biar pun sebal sampai ke ubun-ubun. Namun, Sandra tetap profesional. Urusan pribadi jangan sampai menganggu pekerjaan.

Finn menurut dan mengambil laptop tersebut. Sandra memanfaatkan hal itu untuk menjelaskan.

“Ada empat bagian. Pertama, lokasi meja kerjamu, persis di depan jendela besar. Tentu dengan tirai otomatis berbasis sensor. Jika jenuh kamu bisa langsung memutar kursi untuk melihat pemandangan luar."

“Oke.”

“Kursi aku pilih berbahan busa dengan kulit asli, supaya kamu nyaman dan tidak pegal berlama-lama di sana. Meja terbuat dari kayu jati, custom made. Menunggu sekitar satu minggu. Karena, aku minta konsep unik agar berbeda. Setiap detail pun aku menginginkan pengerjaannya harus rapi. Setelah kamu oke, pesanan langsung dibuat.”

“Oke. Terima kasih sudah memikirkan kenyamananku.” Finn menatap lekat Sandra.

Sandra mengangguk seraya tersenyum. “Bagian kedua adalah ruang istirahat. Sesuai pesanan, satu tempat tidur king size dan aku menambahkan lemari juga. Televisi berukuran 72 inci dengan satu sofa berbahan kulit asli ada di depannya. Kamar mandi berada di dalam, agar privacy-mu terjaga.”

Privacy kita, Baby.” Finn tersenyum dan mengerling.

Senyum Sandra memudar melihat wajah genit dan perkataan Finn. “Bisa kita serius?”

“Oke, Baby.”

“Namaku Sandra Rein.”

“Oke, Sandra Rein.” Finn Mengerling kembali.

Kenapa dia hobi sekali mengedipkan satu mata begitu? Menyebalkan! Sandra membatin.

Sandra melanjutkan kembali presentasinya. Ia menerangkan dua bagian lain. Bar kecil yang terdapat di samping ruang istirahat. Dan, ruang tamu dengan sofa panjang berbentuk huruf L.

“Cantik, smart, dan begitu mementingkan kenyamanan. Aku menyukaimu.”

“Finn, please. Serius, ya. Yang benar adalah menyukai hasil kerjaku.” Sandra mulai lelah oleh kata-kata ambigu dari Finn.

“Tentu saja. Selain menyukaimu. Aku juga suka kinerjamu, Baby. Kamu menggemaskan."

Sandra mengembuskan napas lelah. Ia menyerah untuk menyuruh Finn serius. Terserah ... terserah ... terserah! batinnya jengkel.

“Kamu setuju dengan semua ide itu?”

“Tentu. Kapan mau eksekusi?”

“Sebentar, aku mau beri tahu dulu perihal biaya.” Sandra mengambil laptop itu kembali untuk membuka file rincian yang tadi ia buat.

Namun, Finn justru menghampiri. Bahkan, dengan cepat memutar kursi Sandra dan mengungkung tubuh semampai sang desainer interior.

“Pria sepertiku perlukah melihat harga?” tanya Finn berbisik kemudian meniup telinga Sandra.

Spontan Sandra menegang. Ia pun merinding oleh tiupan tersebut. “Finn. Bisa kamu menjauh.” Berengsek!

Finn menjauhkan wajahnya, tetapi masih membelenggu Sandra dengan tubuh atletisnya. “Kenapa? Kamu takut?”

Mereka berdua saling pandang.

Sandra menarik kerah kemeja Finn. Kemudian, berbisik tepat di depan wajah sang ceo dengan tatapan tajam. “Aku tidak takut. Hanya saja, aku tidak suka diganggu.”

“Aku tidak sedang menganggu.”

“Aksimu ini bagiku sebuah gangguan.”

“Ini namanya perjuangan.”

“Perjuangan apa?”

“Mendapatkanmu.”

Sandra terdiam. Dugaannya benar, Finn menginginkannya.

Pikiran Sandra berkelana. Ia memikirkan bagaimana caranya agar bisa menjauh sesegera mungkin dari Finn Elard.

Jauh di lubuk hati, Sandra memang mengakui jika Finn adalah pria tampan dengan sejuta pesona. Satu kali melihat saja, bisa dipastikan wanita akan bertekuk lutut. Namun, ia selalu meyakinkan dirinya agar tak jatuh kepelukan pria berengsek untuk kesekian kali.

Sandra memiliki trauma mendalam pada laki-laki pengkhianat. Pasalnya, beberapa kali menjalin kasih. Pasti akan berakhir dengan perselingkuhan sang kekasih.

Selalu dan selalu begitu.

Bahkan, yang terakhir kali dengan mata kepalanya melihat sang mantan kekasih tengah bercumbu mesra. Maksud hati, saat itu Sandra ingin memberi surprise sehabis dari perjalanan luar kota. Akan tetapi, justru ia yang mendapat kejutan.

Jadi, Sandra enggan berdekatan dengan Finn yang jelas-jelas memiliki rekam jejak sangat buruk. Ia cukup trauma berhubungan dengan jenis-jenis pria berengsek.

Melihat Sandra terbengang. Finn memajukan wajahnya agar semakin dekat. Matanya berfokus pada bibir ranum milik wanita cantik yang akhir-akhir ini selalu menganggu pikiran dan hati.

“A-apa yang kaulihat? Menjauh dariku, Finn.” Sandra mencoba mendorong Finn, tetapi justru kedua tangannya ditangkap.

Finn mengecup kedua telapak tangan Sandra, lalu menaruh di pipinya seraya menaik-turunkan. Kemudian, berkata, “Daripada dipakai untuk mendorong, akan lebih baik tanganmu ini dipakai untuk menyayangiku.”

Sandra melotot. “FINN ELARD!”

Bloody HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang