16. Honeymoon

401 31 0
                                    

Happy reading!!! Jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih...

***

Praha, salah satu kota yang paling indah menurut Nina. Setidaknya itu yang pernah dia katakan padaku dulu. Entah apa yang Nina sukai dari kota ini. Aku tidak bilang Praha tidak menarik, tentu saja menarik. Kota ini begitu romantis dengan nuansa romantis yang begitu kental. Mungkin memang orang-orang, kebanyakan perempuan menyukainya.

Kami baru saja sampai di Praha, langsung menuju ke hotel tempat kami menginap. Jangan berpikir yang macam-macam karena tidak ada yang terjadi antara aku dan Nina. Kami sama-sama terlalu lelah kemarin. Dan besoknya kami sudah harus terbang ke Praha.

Nina sendiri tidak pernah berhenti tersenyum sejak kami masih ada di pesawat. Padahal ini bukan kali pertama Nina ke Praha. Nina pernah pergi berlibur beberapa kali bersama dengan Angel ke kota ini, dan dia masih suka berada di kota ini.

Ini kali pertama aku berlibur ke Praha. Bisa dibilang aku tidak banyak berlibur selama ini. Bisa dihitung dengan jari berapa negara yang pernah aku kunjungi. Itu juga semuanya karena bisnis, bukan untuk liburan. Tidak pernah merambah Praha sebagai pangsa pasar bisnisku, tentu saja aku belum pernah menginjakkan kaki di kota ini.

Jangan salah, aku terlalu bekerja keras untuk bisa berhasil. Menjadi miskin itu tidak enak, tidak punya uang juga tidak enak. Bram dan Mona adalah saksi bisu bagaimana aku berhasil meraih semua ini.

Aku sadar kalau mereka marah ketika aku memutuskan kembali bersama Nina. Aku juga sadar kalau Bram dan Mona berusaha sekuat tenaga untuk mencegahku. Mona tidak ingin aku kembali tersakiti, sementara Bram tidak setuju dengan rencana balas dendam ku.

Mona tahu kalau aku ingin membalas semua perbuatan Nina dulu meskipun dia tidak kuberitahu apa-apa tentang rencanaku. Mona juga sama ragunya dengan rencanaku. Lain dengan Bram yang memang benar-benar tidak setuju dan menentang. Namun lelaki itu juga tidak bisa berbuat apa-apa. Aku sudah bulat dengan keputusanku.

Melihat Nina bahagia seperti ini sepertinya akan jadi hal yang menyenangkan juga bagiku. Paling tidak sebelum dia menangis nantinya. Itu juga kalau Nina bisa menangis. Kalau tebakkan ku, Nina terlalu gengsi untuk mengucurkan air matanya di depan orang lain.

Aku tidak pernah melihat Nina menangis. Tidak pernah sama sekali. Bahkan ketika peringatan kematian ibunya sendiri pun Nina tidak menangis. Yang aku tahu ketika kematian ayahnya sendiri pun Nina tidak menangis.

Ketika lelaki pilihan ayahnya yang seharusnya menikahinya malah mengambil alih seluruh perusahaan dan aset-aset pun Nina tidak menangis. Menurut informan terpercayaku, Nina hanya diam, pergi dari sana dengan kepala terangkat seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dia tetap menjadi Nina dengan aura yang mahal dan tidak terkalahkan.

Jadi apa yang harus aku lakukan supaya bisa menghancurkan Nina dengan segala egonya? Bahkan dengan rencana yang sudah ku susun secara matang pun belum tentu bisa membuat Nina menumpahkan air matanya di hadapanku. Hati Nina ibarat terbuat dari baja, terlalu keras dan kuat.

Aku membuka pintu balkon, menampilkan pemandangan cantik kota Praha. Nina sedang mengutak-atik koper dan mengeluarkan perlengkapan kameranya. Nina suka sekali fotografi. Dia selalu menikmati mengambil gambar di setiap momen.

Kamera yang sedang Nina siapkan adalah pemberian dariku tiga bulan lalu. Satu set kamera profesional dengan harga yang fantastis. Aku tahu Nina akan menyukainya. Aku bahkan menawarkan Nina untuk segera membuka studio fotonya sendiri, yang tentu saja ditolak oleh Nina.

Dia ingin memulai semuanya dari awal. Perlahan-lahan, dari sesuatu yang kecil hingga akhirnya nanti bisa menjadi besar dan terkenal. Nina dengan tegas menolak bantuanku. Kali ini aku bisa mengerti. Segala sesuatu yang dimulai dari diri sendiri jauh lebih membanggakan ketimbang memperoleh bantuan orang lain.

Fabula (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang