32. Saling Mengenal

171 17 0
                                    

Happy reading, jangan lupa vote dan comment. Terma kasih.

***

Nina memejamkan matanya. Dia menghirup udara sebanyak yang paru-parunya bisa. Emosinya harus bisa dia kendalikan. Nina terbiasa tumbuh dengan pengendalian emosi yang baik sejak dia masih kanak-kanak. Tapi untuk hal yang satu ini sepertinya dia mulai ada di ambang batas kesabaran.

Setelah pertemuannya dengan Reynaldi, mereka sama sekali tidak saling berkomunikasi lagi hingga tiba-tiba tadi lelaki itu mengirimkan pesan padanya. Entah dari mana dia mendapatkan nomor Nina, tapi apa sih yang tidak bisa didapatkan orang sekelas Reynaldi. Lelaki itu mengajak Nina bertemu di salah satu restoran mewah langganannya dan akan menjemput Nina di kantor sepulang kerja nanti.

Mau menolak? Tentu saja tidak. Nina mengiyakan ajakan lelaki itu. Bagaimanapun juga mereka harus saling mengenal satu dengan yang lainnya kan. Mungkin dengan lebih sering bertemu mereka jadi semakin mengenal. Hanya saja kalau boleh jujur Nina masih kesal dengan pertemuan terakhir mereka tempo hari.

Lelaki itu usianya jauh lebih matang dari pada Nina. Sepuluh tahun lebih tua, seharusnya dia sudah jauh lebih dewasa dari dirinya kan. Lelaki dewasa mana yang bisa-bisanya ngaret di sebuah acara. Terlebih lagi Reynaldi seperti tidak merasa bersalah sama sekali. Biasa saja, seolah kedatangannya memang pantas untuk ditunggu.

Nina menatap ke arah jendela dari lantai atas ruangannya. Dia memang tidak menduduki posisi atau jabatan penting lainnya di perusahaan. Statusnya tidak jelas, dia hanya sekedar belajar di sini, tapi tetap saja Nina memperoleh perlakuan khusus karena dia putri pemilik perusahaan. Salah satunya dengan mendapatkan ruang kerjanya sendiri.

Di ruangan ini Nina menghabiskan waktunya untuk bekerja sekaligus belajar dan mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Setiap harinya dia akan pulang paling cepat jam enam sore dan makan malam di rumah, sendirian. Atau jika pekerjaannya sedang banyak Nina sudah mulai terbiasa untuk pulang malam. Dia mulai membiasakan diri menjadi seorang pekerja kantoran dan calon penerus yang sesungguhnya. Tidak ada waktu untuk mengeluh sama sekali.

Namun Nina lebih memilih seperti ini dibandingkan banyak waktu luang untuk berdiam diri. Dia tidak punya banyak teman. Bahkan teman kuliah saja tidak ada yang dekat dengan Nina. Bram dan Mona entah mereka sudah melanjutkan pendidikan kemana. Yang pasti Nina sudah tidak memiliki hubungan baik lagi dengan mereka. Hanya Angel yang tersisa, itu pun Angel melanjutkan pendidikan ke luar negeri dan kemungkinan tidak akan kembali ke Indonesia.

Jadi Nina bisa dibilang benar-benar sendirian. Kalau ada yang bertanya apakah ada manusia yang tidak mempunyai teman, mungkin Nina jawabannya. Kalau orang lain setidaknya punya tempat untuk berkeluh kesah, Nina tidak memilikinya. Nina tidak bisa bercerita pada siapapun karena tidak ada orang yang bisa dipercaya selain Angel dan Karel. Menyimpannya sendiri jauh lebih baik.

Nina melirik jam tangannya yang menunjukkan hampir pukul setengah tujuh malam. Tidak lama setelahnya ponsel Nina berbunyi menampilkan nama Reynaldi. Bergegas Nina bangkit dan menyambar tasnya. Untungnya semua pekerjaannya sudah dia bereskan sejak tadi karena Nina yakin Reynaldi tidak akan suka kalau disuruh menunggu lama-lama.

Lima menit, dia sudah sampai di lobby. Sebuah mobil mewah keluaran Eropa terpampang jelas di depan lobby. Siapa lagi kalau bukan Reynaldi. Tidak mungkin karyawan biasa menggunakan mobil yang harganya belasan milyar tersebut. Nina langsung menghampiri mobil tersebut dan mengetuk kacanya. Memastikan kalau yang ada di dalam adalah Reynaldi karena kaca film mobil yang gelap.

Benar saja, ketika kaca mobil diturunkan, wajah Reynaldi langsung terlihat, lengkap dengan seringainya yang tidak Nina suka. Nina langsung membuka pintu mobil dan masuk. Duduk di samping kemudi karena lelaki itu mengemudikan mobilnya sendiri.

Fabula (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang