24. Seperti Biasa

302 29 3
                                    

Happy reading!!! Jangan lupa vote dan comment nya ya. Untuk yang mau baca part selanjutnya bisa mampir di akun karyakarsa aku ya. Disana sudah mau tamat. Untuk part yang free, di Karyakarsa juga bisa dibaca free kok. Terima kasih untuk support nya.

***

Aku langsung bergegas ke apartemen satunya setelah meninggalkan Nina dengan Gerry. Terserah Gerry ingin membawa Nina kemana, sudah bukan urusanku lagi. Sesuai dengan kesepakatan yang aku dan Gerry jalankan.

Setelah ini Nina tidak menjadi tanggung jawab ku lagi, terlebih setelah aku mengurus perceraian kami. Secara sadar aku memang menyusun rencana ini dengan Gerry. Bukannya aku tidak tahu kalau di kelab malam kami punya berbagai jenis tamu dengan fantasi yang berbeda-beda.

Untuk urusan yang satu ini memang jarang, karena itu aku menjerumuskan Nina. Artinya seumur hidup Nina tidak akan pernah bisa pergi dariku. Kejam memang, tapi aku rasa ini balasan yang setimpal saat itu. Yang aku tidak menyangka adalah Reynaldi, lelaki itu bagaimana mungkin dia bisa terang-terangan menginginkan Nina. Bahkan dia membayar dengan jumlah yang fantastis.

Reynaldi adalah lelaki licik dan kaya raya. Lelaki yang pernah akan dijodohkan dengan Nina dulu. Dia orang yang berperan dalam menguras habis harta kekayaan Dewandaru dan melempar Nina menjadi gelandangan.

Aku memukul setir mobilku dengan kencang. Sialan! Aku mengumpat dalam hati. Aku tidak tahu kalau akhirnya harus berurusan dengan Reynaldi. Belum lagi kata-kata dan umpatan Nina tadi masih terngiang-ngiang di kepalaku. Mulut Nina terlalu jahat untuk ukuran manusia.

Sesampainya di apartemen aku langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur semua tubuhku dengan air dingin. Di bawah pancuran shower kamar mandi aku tertunduk. Ingin menangis, tapi aku tidak bisa. Lagipula apa juga yang harus aku tangisi.

Namun tangan kananku memegang dada kiriku. Aku meremasnya sedikit. Ada rasa sakit disana. Tidak terlalu namun tetap terasa sakit. Setidaknya disaat aku menyakiti Nina, meskipun sedikit aku juga merasa tersakiti.

Mungkin hampir setengah jam aku hanya membiarkan diriku terguyur air hingga jari-jari tanganku mengkerut dan kulit tubuh ku memucat. Untuk ukuran orang dengan kulit kecoklatan sepertiku berarti ini tidak baik-baik saja. Aku mengeringkan tubuhku dengan tidak bertenaga.

Setelah mandi sore ini rasanya aku ingin istirahat saja. Berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa. Namun sayang aku tidak bisa. Semakin aku diam saja, semakin aku tidak bisa tenang dan Nina selalu muncul di dalam kepalaku.

Andai saja Nina diam. Andai saja Nina tidak bicara tadi, mungkin aku tidak akan semarah itu. Aku tidak benar-benar ingin melanjutkan rencana ini. Aku berusaha memutar otak bagaimana menyelesaikan semua yang telah aku mulai tanpa perlu melukai Nina lagi.

Aku sudah memaafkan Nina untuk semua yang terjadi di masa lampau. Aku tidak ingin menghukumnya lagi. Kami hanya anak remaja yang belum bisa berpikir dewasa. Yang Nina lakukan salah, tapi apa aku lantas bisa menyalahkannya?

Nina tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu sejak kecil. Belum lagi ayahnya yang jarang ada di rumah. Istilahnya Nina tumbuh tanpa kasih sayang orang tua sama sekali. Kepribadian seperti apa yang bisa diharapkan dari anak remaja seperti Nina?

Memaklumi kesalahan dan semua perbuatan Nina adalah hal yang seharusnya sejak dulu aku lakukan. Namun disaat aku ingin memperbaiki semuanya, Nina muncul ke permukaan dengan wujud aslinya. Dia bahkan mengatakan kalau dia tidak segan meminta ayahnya untuk menghabisi ku? Monster macam apa Nina sebenarnya.

Nina tidak tahu kalau bukan dia saja sekarang yang bisa menjadi orang jahat. Setiap orang lahir ke dunia dengan membawa kejahatannya masing-masing. Kalau hari ini aku masih bersikap baik, bukan berarti suatu saat aku akan diam saja ketika dijahati terus. Salah kalau bermain-main dengan Karel Yunanda.

Fabula (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang