11. Niat yang tertatih

55 5 1
                                    

Dino sudah mengabarkan jika dirinya siap untuk melamar Amanda kepada ayahnya yang jauh di Makassar. Pak Wisnu, ayah Dino seketika berseru antusias dan sangat menunggu jawaban Amanda dan orang tuanya. Dan beliau berjanji akan mengambil cuti lama jika sudah siap untuk direncanakan.

Dino tidak akan menyia-nyiakan waktu ini. Pernikahan mereka harus terlaksana secepatnya. Dia akan menyelesaikan pekerjaannya lalu mengambil cuti. Ada rencana tanggal yang sudah dia dan Amanda tentukkan. Mereka tidak perlu ada acara lamaran, sepakat untuk langsung menggelar pernikahan saja.

4 hari cukup untuk Dino menyusun segala rencana untuk menghadap orang tua Amanda sendirian. Tidak ada yang bisa dimintai bantuan, paling dengam Ayahnya melalui telpon saja, keluarganya juga jauh-jauh. Kemungkinan nanti ketika pernikahannya, dia akan meminta tolong budhe untuk bersanding dengan ayah sebagai pengganti bunda.

Dino
'Aku nanti malam mau datang ke rumah ya. Sendirian. Kalo misal sekalian mau ketemu ayah, bisa video call aja nanti.'

Amanda

'Oke sayang, aku tunggu nanti.
Sekarang aku lagi packing pesenan.'


Dino
'Semangat ya. Ayah sama bunda aman di rumah?'

Amanda
'Aman kok, gak kemana-mana. Ayah juga agak mendingan nih emosinya. Jangan khawatir.'


Dino tersenyum menatap isi pesannya bersama Amanda. Punggung lelah meski masih siang dia sandarkan ke kursi, matanya yang perih karena layar komputer berpendar melihat suasana kantornya, teman-temannya masih sibuk di dalam kubikel mereka.

Kalo sepi dia ingin sekali berteriak. Meneriakkan bahwa dirinya berhasil akan meminang gadis yang dicintainya, pertama yang dia cinta, dan hanya yang dia niatkan untuk bisa hidup bersama selamanya di dunia ini juga untuk akhirat. Dino sebenarnya tidak ingin membawa Amanda terlalu jauh pada hubungan tunangan ini, pernikahan adalah yang terbaik bagi seorang pasangan. Apalagi hidupnya yang sendirian, dia butuh seseorang yang menemani hari-harinya. Dia sudah butuh dilayani juga. Meski kadang Amanda membantunya bersih-bersih kos dan mengurus kebutuhannya tapi masih terasaa kurang. Maunya gadis itu ada dijangkauannya selalu. Termasuk juga dalam melayani hasrat, dia tidak mau merusak gadis itu kala mereka belum pada status suami istri.

"Dino," seseorang dari kubikel disampingnya memanggil.

Dino menoleh lalu mengernyit ketika menemukan raut wajah Salma yang tekuk. Terdiam menunggu Salma bicara.

"Dia minta balikan, No. Katanya dia nyesel udah selingkuh dari aku."

"Dasar gak tahu malu. Terus kenapa sedih?"

Salma menghela napas, "Jujur aku masih berharap sama dia, lihat chat dia barusan yang paanjang jelasin ke aku dan minta maaf, bikin aku terenyuh lagi. Menurut kamu aku harus gimana?

Dino melihat jam tangannya, bentar lagi masuk istirahat jadi tidak apa-apa kalo mengobrol sebentar, "Ya terserah kamu, itu, kan pengaruh kedepannya buat kalian."

"Aku takutnya dia ulangi lagi, tapi aku juga belum move on. Saran kamu apa, No?"

"Mending gak usah. Gak jamin dia nanti akan ngelakuin itu lagi apa tidak, tapi yang aku tahu kalo sekali udah melakukan kemungkinan akan melakukan lagi."

"Apa iya?"

"Iya, sesuai yang pernah aku lihat aja sih. Tapi ya terserah kamu aja, Sal."

"Bingung banget." Salma menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi, menghela napas lelah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sejauh Mana Kita Melangkah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang