Ada satu keinginan dari Amanda, yaitu bekerja diluar kota atau merantau. Dia telah bicara pada bunda yang membolehkaannya, namun ayah tidak mudah begitu saja membiarkan anaknya kerja jauh, ini jawaban kemarin-kemarin. Jadi, Amanda mengemukakannya lagi, bunda masih sama, tapi ayah, lebih berbeda. Amanda merasa jika ayahnya, berubah.
"Boleh merantau, tapi jangan nikah dulu."
Amanda mengernyit, suasana sarapan nasi uduk buatan bunda itu terasa hambar seketika di rongga mulutnya. Mereka bertiga, Arsen sudah ke sekolah lebih pagi sambil membawa bekal nasi uduk. Kenapa tiba-tiba ayahnya jawab begitu? Dan, ini masih pagi, lho.
"Maksudnya, Yah?"
"Katanya mau nikah, kamu udah kasih keputusan, udah bilang ke Dino juga. Kok, bisa punya keinginan kerja rantau? Gak usah nikah aja kalo gitu."
"Ya, maksudnya apa? Apa hubungannya sama nikah? Kan, masih bisa komunikasi."
"Ngeyel. Kamu gak akan tahu kehidupan kedepannya."
"Tentu saja aku gak akan tahu, karena belum menjalaninya."
"Kalo hubungan jarak jauh, kamu kepincut sama laki-laki lain, Dino juga kepincut sama perempuan lain. Terus, mau apa?"
"Jangan sampai, dong. Kalo udah nikah, kan komitmen."
"Ayah begini tuh juga mau negasin kamu. Niat nikah, nggak?"
"Iya, aku niat, Yah."
"Jangan main-main aja, gak ada yang tahu 5 tahunmu bakal lanjut atau gak."
"Kok ayah malah ngomong gitu, sih? Kesannya malah gak dukung aku. Ayah itu kenapa?"
"Capek banget ayah lihat kalian masih ditahap yang sama, lagi pada nyari apa lama-lama tunangan. Kamunya yang bikin lama, apa yang kamu pikirkan, hm?"
Amanda makin tercengang dengan ucapan ayahnya. Tiba-tiba saja sikapnya berubah, perkataannya pedas sejak Dino itu. Kalo yang membuat ayahnyaa begini karenaa masalah di sekolahan, tapi kenapa dia harus kena juga?
Dia melirik bunda yang duduk di sofa lain, bunda hanya diam tanpa menyela ketika mana yang harus disela dan dibenarkan.
"Kamu jangan jadi anak yang kebiasaan dengan perlakuan orang tuamu yang bisa wujudin ini itu. Dari dulu ayah bunda memang mampu, tapi semua masaa gak ada yang tahu, Mbak. Kamu harusnya bijak, mikir mulai cari penghasilan."
"Iya aku tahu, aku harus gimana, kan kemarin kendalanya karena skripsiku."
"Skripsi ya tetap diselesaikan, tapi seharusnya sama cari alternatif lain, sambil kerja atau usaha, bukan kucing aja yang diurusin sama dijadiin bisnis apaan kamu itu. Cari yaang untungnya gede." Hutama mengusap wajahnya yang penuh gurat lelah dan gusar yang makin bertumpuk-tumpuk.
Amanda tambah kecewa, ayahnya menganggap apa yang dilakukannya tidaak menguntungkan dan selama ini yang diusahakan yaitu skripsinya, nyatanya memssbuat ayah ... tidak suka.
Dia makin tahu arah pembicaraan ayahnya kemana, bahwa dirinya harus sudah kerja dan berpenghasilan. Penyebab ayahnya berpikir begini karena, ayah terjerat masalah keuangan sekolah, dimana beliau dituduh menggelapkan atau memakan dana siswa untuk keperluan membangun gedung baru sekolah yang mangkrak. Pastinya ayah pusing dan tertekan, padahal belum tahu kebenarannya.
"Aku memang harus sudah masanya kerja, Yah. Kalo aku udah lulus dari kemarin pastinya aku kerja ditempat bagus dan punya penghasil rutin yang cukup."
"Nah, itu tahu, ayah perhatikan kok gak ada pergerakan, sibuk ke skripsi terus, pacaran terus."
Ayahnya tidak tahu kalo skripsi ini hampir membuatnya depresi, maunya banting laptop setiap sedang mengerjakannya, dan nangis-nangis meratapi nasib. Tapi selalu berhasil diselamatkan oleh Dino yang menghiburnya dengam segala cara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejauh Mana Kita Melangkah?
Ficção GeralDino Naratama dan Amanda Mutiara Hutama adalah teman plus saingan di kelas tapi sama-sama menaruh rasa. Lalu, sama-sama serius dimulailah dengan pertunangan. Namun dilangkah berikutnya yaitu tinggal menuju pelaminan, keadaan seperti mengelak untuk m...