Happy reading ~
Gatra meletakkan ponselnya, lalu kembali menatap buku yang ada di tangannya. Pemuda itu sedikit membenarkan kacamata bening yang bertengger di hidungnya, lalu menarik senyuman saat memikirkan apa yang terjadi pada Alila.Bukannya terlalu percaya diri, tapi bisa ia tebak pasti sekarang Alila sudah guling-guling sendiri, setelah menerima makanan dan surat darinya.
Entah kenapa, ia tidak bisa tenang saat memikirkan gadis itu yang tidak makan sejak siang tadi.
Tok ...
Tok ...
Tok ...
"Gatra ini nenek nak, buka pintunya!"
Mendengar suara dari Arna, Gatra dengan cepat meletakkan bukunya lalu membuka pintu untuk wanita itu.
Matanya memicing, saat melihat seorang gadis yang tidak asing baginya berdiri di samping neneknya.
"Ngapain lo ke sini?" Sarkas Gatra, menatap gadis itu.
"Gatra, jangan seperti itu sama kakak kamu," tegur Arna, "Kalau begitu nenek pamit dulu ya?" Sambungnya, lalu menepuk bahu Gatra sebelum pergi dari sana.
Gatra menghela nafasnya kasar, kemudian melangkah masuk ke dalam kamarnya.
"Gue tau tujuan lo ke sini, dan gue nolak itu." ucap Gatra.
Pemuda itu duduk di kursi meja belajarnya, dan tampak enggan menatap gadis yang sejak tadi sudah duduk di pinggir kasurnya.
"Saya tidak akan membujuk kamu, om Ivan memang menyuruh saya untuk menjemputmu, tapi saya tidak mungkin menyeretmu bukan?" Gadis itu melipat kedua tangannya di dada, pandangannya lurus kedepan menatap Gatra yang masih enggan untuk berbalik.
"Kalau begitu silahkan pergi, nona Renata"
Kali ini Gatra menoleh, tetapi dengan tangan yang menunjuk pintu kamarnya.
Renata, gadis itu hanya tersenyum, lalu mengambil sebuah amplop berwarna hitam di dalam tasnya.
"Saya yakin kamu tidak akan pernah menerima bantuan saya, tapi ... saya datang hanya untuk memberi tahu kamu sesuatu, yang sangat penting."
Gatra mengangguk, mempersilahkan gadis itu menyampaikan apa yang ingin dia sampaikan.
"Jika sampai besok lusa kamu belum kembali, om Ivan akan datang dan menyeret kamu sendiri, beserta kakek dan nenek. Kamu tahu bukan bagaimana sifat om Ivan?"
Gatra terdiam. Pemuda itu mulai di landa rasa khawatir karena memikirkan kakek dan neneknya.
Jika Ivan benar-benar datang, hal itu akan sangat buruk untuk mereka.
"Pria itu sangat kejam, apa lagi jika sudah terhasut oleh Mama saya"
Renata tertawa hambar, saat menyebut kata 'Mama'.
Gatra sedikit merasa bersalah, karena masih belum bisa menerima Renata sebagai kakak tirinya.
Pasalnya, ia selalu merasa gadis itu lebih di sayangi oleh Ivan dari pada dirinya.
Saat Vira datang bersama Renata di rumah mereka, dengan hatinya yang terlalu baik Shafanna menerima Renata yang menangis karena tidak di pedulikan oleh Vira.
Sejak saat itu, Renata lebih sering bersama mereka, meski Gatra tidak pernah menyukainya. Gatra selalu menjauh saat Renata mencoba mendekatinya.
"Kenapa lo peduli sama gue?" Pertanyaan itu berhasil keluar dari mulut Gatra.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUDDEN SHOWER | Dia yang sempurna
Teen Fiction"Pertemuan kita memang klise, namun kisah kita terlalu indah untuk di tuliskan dalam sebuah cerita." - Gatra Damareno