Happy reading ~
Alila celingak-celinguk, mengintip keluar kamarnya untuk mencari keberadaan Alkan dan teman-temannya. Gadis itu melangkahkan kakinya keluar, saat tidak melihat tanda-tanda keberadaan pemuda-pemuda itu.
Sejak tadi, ia terus-menerus mengurung diri di kamar karena malas mendengar suara-suara bising yang di keluarkan oleh teman-teman kakaknya.
"Mau ngapain dek?"
Langkah kaki Alila terhenti, saat mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Dengan cepat, gadis itu membalikkan badan, dan menatap pemuda yang sedang berdiri di ambang pintu dapur.
Pemuda itu menggunakan kaos hitam, dengan celana jeans yang membuatnya terlihat tampan di mata siapapun yang melihatnya.
Namun, satu hal yang membuat Alila akhirnya memutuskan untuk berhenti mengharapkan pemuda itu.
Sebuah kalung berbentuk salib yang menggantung indah di leher pemuda itu benar-benar membuat Alila sadar, bahwa mereka tidak bisa bersama.
Saat gadis itu masih kelas 6 SD, ia mulai tertarik dengannya, dan selalu caper saat pemuda itu datang untuk bermain dengan Alkan. Selisih umur mereka yang hanya terpaut 3 tahun membuat Alila semakin gencar, juga karena pemuda itu selalu memperlakukannya dengan sangat baik.
"Mau ngambil minum bang," Alila dengan cepat menggeleng pelan, lalu menunjuk gelas yang baru saja akan ia raih, "Haus."
Matthew, pemuda itu mengangguk pelan lalu mengambil mangkuk yang entah untuk di apakan, "Di luar lagi pada bakar-bakar jagung, kamu mau ikut keluar?"
Alila menggeleng, "Gak usah bang, aku gak nafsu makan."
Matthew mengernyitkan keningnya, "Sakit? Mau abang panggilin Alkan?" tanya pemuda itu, menatap Alila dengan cemas.
Alila kembali menggeleng, "Enggak, cuman lagi gak pengen jagung aja," Alila beralih menatap mangkuk yang ada di tangan pemuda itu, "Katanya bakar jagung, terus itu buat apa?"
Pasalnya, tidak biasanya orang menggunakan mangkuk untuk memakan jagung bakar.
"Ada tukang bakso, kam-"
Matthew merasakan sesuatu yang lewat di depannya, tetapi tidak melihat sosok apa itu.
Pemuda itu kembali menatap Alila, namun gadis itu tidak ada di sana.
"KENAPA GAK ADA YANG MANGGIL GUE!!!"
oOo
Alila mengipasi mulutnya, saat merasakan sensasi terbakar akibat rasa pedas dari kuah bakso yang baru saja ia habiskan.
"Perut aman dek?" tanya Zafran, yang duduk di samping Alila.
Alila mengelus perutnya, lalu mengacung jempolnya, "Pasti, gue seterong!"
Alkan menggeleng pelan, lalu kembali menatap jagung bakar yang masih panas di hadapannya.
Sekarang, mereka sedang ada di halaman rumah dan duduk dengan beralaskan tikar yang entah sejak kapan mereka gelar di sana.
Sekitar lima orang teman Alkan ada di sana, seperti halnya yang biasa mereka lakukan setiap malam sabtu atau minggu. Dan Alila baru ingat, bahwa hari ini adalah giliran rumahnya yang menjadi tempat mereka berkumpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUDDEN SHOWER | Dia yang sempurna
Novela Juvenil"Pertemuan kita memang klise, namun kisah kita terlalu indah untuk di tuliskan dalam sebuah cerita." - Gatra Damareno