delapan || tidak mungkin cepat usai

136 24 2
                                    

Saat Sakura membuka matanya, pertamakali yang dilihatnya, adalah ruangan yang berdominasi kan warna putih. Dan juga punggung tangan kirinya yang terpasang selang infus.

Dia tidak tahu apa-apa yang telah terjadi, Sakura hanya teringat jika dia sempat kehilangan kesadarannya. Tapi, Sakura tidak tahu penyebabnya.

Hingga pada saat itu, Choji memeluk tubuhnya sambil menangis tersedu-sedu. Bukan hanya Choji yang ada di sana, melainkan Umemiya dan Togame juga.

"Kau tadi pingsan, kata dokter asam lambung mu naik. Kau sudah berapa hari tidak makan? Aku sudah menghubungi ayahmu. Sebentar lagi juga sampai ke sini," ucap Togame yang meletakkan sebungkus roti di atas meja.

Sakura hanya tersenyum untuk meresponnya. Dia tahu bahwa Togame pasti marah padanya. Dia yang empat hari ini tidak makan bersama yang lainnya, dan selalu beralasan jika sudah makan lebih dulu di kanti. Justru kenyataannya, Sakura tidak makan sama sekali.

"Kenapa kau harus berbohong coba? Kau tidak seharusnya melakukan hal semacam itu Sakura. Kau tidak tahu seberapa besar aku khawatir padamu. Aku yang pertamakali memelukmu saat datang, dan kau pingsan dalam pelukanku. Rasanya aku juga ingin mati di buatnya," kata Togame yang perkataannya terlalu dilebih-lebihkan.

Bukannya merasa takut, Sakura justru tertawa kecil. Akibatnya yang lain pun ikut tertawa, lagian perkataan Togame memang terdengar lucu. Dia memang sang mengkhawatirkan Sakura.

Akan tetapi caranya berbicara itu benar-benar menggemaskan. Siapapun yang mendengarnya tentu saja di buat tertawa.

"Kau harus makan ya," ucap Choji yang mengontrol dirinya. Dia tidak mungkin terus-terusan tertawa seperti yang lain. Yang kemudian Choji menunjukkan roti gandum, yang sempat di beli oleh Togame.

Sakura langsung mengangguk, dia tidak bisa menolaknya. Apalagi teman-temannya sudah khawatir padanya. Bahkan mereka sampai menemani Sakura, yang sebenarnya sendirian itu.

Meskipun orang tuanya akan tetap datang, bukan berarti mereka benar-benar peduli. Selama ini, jika Sakura sakit. Mereka hanya akan menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit sendiri, atau membeli obat di apotik.

"Kau mau makan roti, atau makan bubur saja?" Tanya Umemiya yang menyentuh tangan Choji dengan lembut.

Dia tidak melarang Choji untuk memberikannya, hanya saja dia ingin tahu selera Sakura. Agar mereka tidak membuat anak itu terpaksa memakannya.

"Makan apa saja tidak masalah kok, yang terpenting aku bisa makan makanan yang kalian belikan," katanya yang tersenyum lebar.

Mereka pun ikut tersenyum, kemudian Choji memberikan roti tersebut pada Sakura. Meskipun sudah di infus, bukan berarti tenaga Sakura akan cepat pulih. Akan lebih baik lagi jika dia memakan makanan yang bernutrisi. Walaupun hanya makan roti. Setidaknya perutnya terisi, dari pada kosong.

Beberapa saat setelahnya kedua orangtuanya masuk ke dalam ruangannya itu. Mereka terlihat sangat kelelahan, mungkin karena pekerjaan mereka itu. Dan di tambah harus tetap datang di saat sibuk seperti ini.

"Kau baik-baik saja?" Tanya sang ibu menyentuh pipi Sakura dengan lembut.

"Maaf."

Permintaan maaf Sakura itu mengejutkan siapa saja. Bahkan teman-temannya tidak memahami maksud dari permintaan maafnya. Lagian Sakura tidak membuat kesalahan. Letak kesalahannya di mana?

"Ke-kenapa kau meminta maaf?" Tanya ayahnya yang menggenggam tangan kanan Sakura.

"Karena kalian harus datang, padahal kalian sibuk."

Sang ibu pun membekap mulutnya, air matanya juga ikut menetes. Selama ini dia pasti telah membentang jarak dengan anaknya, yang menyebabkan Sakura berpikir bahwa dia telah mematahkan jarak itu.

Beritahu Indahnya Langit [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang