80z

64 6 0
                                    

“Lu kira bisa bebas ketawa-tawa ama Juyeon gitu aja?”

Hongjoong berhenti tepat di depan Seonghwa, nadanya setengah bercanda tapi matanya nggak bisa bohong. Ada aura terselubung yang bikin Seonghwa tahu, percakapan ini nggak akan selesai cuma dengan guyonan receh.

Seonghwa mendelik, dagunya naik setengah meter. “Lu serius, Joong? Gue cuma ngobrol biasa. Santai napa, nggak usah kayak abis kalah rebutan hadiah di arcade.”

Yeosang nyengir dari sofa. “Ngobrol biasa? Tadi gue liat Juyeon hampir ngelipet lengan lu sambil ketawa ngakak kayak lagi talk show. Itu ngobrol biasa?”

Seonghwa mengangkat bahu, menatap mereka satu-satu dengan gaya innocent yang nggak terlalu efektif karena semua orang udah tahu siapa dia sebenarnya. “Ya kali gue suruh dia diem aja. Lagian dia lucu, gue cuma menghargai komedinya.”

“Hargai? Lu mau gue kasih sertifikat apresiasi aja sekalian?” San nyeletuk sambil melipat tangannya di dada, ekspresinya setengah bercanda, setengah serius. “Hwa, ini bukan soal siapa yang lucu atau enggak. Kita cuma…” Dia berhenti sejenak, nyari kata yang pas. “…ya, kita nggak suka aja lu terlalu nyaman ama dia.”

Seonghwa duduk di kursi bar, tangannya mainin gelas kosong. Matanya melirik Yunho yang dari tadi nggak banyak omong, cuma duduk di pojokan sambil memelototi ujung sepatu. “Gue beneran nggak ngerti, kenapa tiba-tiba semua orang jadi cemburu nggak jelas. Kayak, lu semua tahu gue nggak bakal ninggalin kalian buat siapa pun, kan?”

Mingi melenguh panjang sambil bersandar ke dinding. “Kita tahu, tapi lu bikin kita kayak… gimana ya? Berasa bukan prioritas.”

Wooyoung, yang biasanya nyolot duluan, justru kali ini malah diam. Tapi tatapannya nggak kalah menyebalkan. “Gue ngerti kok kalo lu butuh space, Hwa. Tapi ya kali, Juyeon? Itu kayak…” Dia berbisik sambil mendekat, “…lu tahu, anak bawang. Nggak pantes ama level lu.”

Seonghwa nggak bisa nahan ketawa kecil. Dia tahu ucapan Wooyoung nggak salah, tapi di sisi lain, ini udah mulai aneh. “Lagian, lu semua drama banget. Gue cuman ngobrol lima menit ama dia, terus tiba-tiba lu semua pada bikin intervention kayak di film.”

Hongjoong mencondongkan tubuh, kedua tangannya bertumpu di meja dapur. Tatapannya intens. “Hwa, ini bukan soal lima menit atau lima jam. Ini soal cara lu bikin kita ngerasa kayak gue dan yang lain nggak cukup buat lu.”

Kata-kata itu akhirnya kena juga. Seonghwa terdiam, senyumnya pudar. Dia nggak pernah lihat Hongjoong ngomong sejujur ini, apalagi dengan nada suara yang kaya rasa—a mix of cemburu, kesal, tapi juga tulus.

“Gue…” Seonghwa membuka mulut, tapi nggak tahu harus ngomong apa.

Yunho akhirnya bersuara, suaranya lembut tapi tegas. “Hwa, kita nggak butuh permintaan maaf atau penjelasan. Kita cuma pengen lu tahu perasaan kita. Karena kalau kita nggak ngomong sekarang, kita takut kehilangan lu pelan-pelan.”

Seonghwa mengembuskan napas berat, lalu berdiri. Dia melangkah ke tengah ruangan, matanya menyapu wajah-wajah mereka satu per satu. “Gue nggak pernah mikir bakal bikin lu semua ngerasa kayak gini. Dan gue nggak pengen ada jarak di antara kita. Lu semua tahu gue sayang sama lu semua, kan?”

“Buktinya mana?” Jongho nyeletuk dari belakang. “Lu ngomong gampang, tapi kita butuh lebih dari itu.”

“Lu mau bukti?” Seonghwa menyeringai, tangannya mengusap dagu. “Fine. Malam ini, lu semua bakal tahu seberapa sayang gue.”

Satu detik hening. Semua mata saling melirik. Atmosfer berubah, sedikit lebih intens, sedikit lebih berat.

Beberapa jam kemudian, dorm mereka berubah jadi zona tanpa batas. Lampu-lampu dimatikan kecuali satu lampu gantung yang remang-remang, cukup untuk menciptakan suasana intim tapi nggak berlebihan. Musik pelan mengalun dari speaker Bluetooth, nggak jelas siapa yang nge-play duluan.

Seonghwa duduk di sofa, kakinya dilipat santai tapi ada aura menggoda yang nggak bisa diabaikan. Hongjoong mendekat duluan, tangannya perlahan menyentuh bahu Seonghwa. “Lu yakin, Hwa?”

Seonghwa menatap Hongjoong balik, senyumnya setengah. “Gue nggak pernah setegas ini, Joong.”

San, yang duduk di lantai, menyandarkan punggungnya ke sofa. Dia mengulurkan tangan, menyentuh jemari Seonghwa yang menggantung di tepi sofa. “Lu serius mau ini jadi jawaban?”

“Gue nggak main-main.” Seonghwa menatap San dengan tatapan yang lebih dalam dari sekadar kata-kata. “Gue pengen lu semua tahu gue cuma milik kita. Bukan siapa-siapa lagi.”

Yunho, yang dari tadi diam di sudut, akhirnya mendekat. Tangannya menyentuh sisi wajah Seonghwa, jemarinya lembut mengusap pipi itu. “Hwa. Gue selalu percaya lu. Tapi sekarang gue pengen ngerasain percaya itu sepenuhnya.”

Yeosang ikut bergerak, duduk di tepi sofa dan memiringkan tubuhnya ke arah Seonghwa. Wajahnya dekat, suaranya rendah. “Kita cuma mau lu tahu, kita nggak butuh siapa-siapa. Cukup lu.”

Wooyoung dan Jongho yang biasanya paling berisik pun akhirnya mendekat. Wooyoung, dengan gaya nyolotnya, menyeringai. “Gue cuma berharap lu nggak terlalu capek buat ngeladenin kita semua.”

“Gue kuat,” Seonghwa menjawab sambil tertawa kecil. “Gue bakal buktiin itu sekarang.”

Satu per satu, mereka mulai mendekatkan jarak. Hongjoong mencium Seonghwa lebih dulu, bibir mereka bertemu dengan lembut tapi semakin lama semakin dalam. Jemari mereka saling menggenggam, napas mereka bercampur.

San ikut memeluk Seonghwa dari belakang, tangannya melingkari pinggangnya. Sementara itu, Yeosang menatap Seonghwa dengan intensitas yang dalam sebelum akhirnya ikut mencium sudut bibirnya.

“Gue nggak bakal kasih lu ruang buat ngerasa sendirian lagi,” bisik Yunho di telinga Seonghwa sebelum ia menunduk, menciumi lehernya perlahan.

Mingi, yang biasanya ceria, kini serius tapi penuh kelembutan. Dia menatap Seonghwa sambil menyentuh pipinya. “Kita bakal buat ini malam yang nggak bakal lu lupain, Hwa.”

Wooyoung dan Jongho bergabung terakhir, tangan mereka menyentuh dan menjelajahi Seonghwa dengan cara yang penuh perhatian tapi menggoda. Suasana semakin intens, semua perasaan cemburu dan keraguan mereka larut dalam keintiman malam itu.

Seonghwa, di tengah semua sentuhan dan ciuman itu, merasa seperti pusat dari dunia mereka. Ia menyadari betapa dalam cinta mereka semua, dan ia nggak butuh siapa-siapa lagi.

Exquisite Episode • All × SeonghwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang