P r o l o g u e

334 51 12
                                    

first upload
Bogor, 5 Juli 2024

genre: family, angst, tragedy, school, minor romance. 15+

this work of fiction containing harsh words, mention of suicide, violence.

...

"Seharusnya gua gak usah ngelahirin anak kaya lu!"

"Dasar anak sialan!"

"Mati aja sekalian."

Selby meringkuk di sudut rumah, kedua tangannya melindungi kepala dari tendangan yang Ibunya layangkan.

Ulu hatinya sudah nyeri sejak tadi, menahan lapar sekaligus pukulan kencang yang tidak berhenti.

"Gara-gara setan ini hidup gua jadi sial!"

Tidak ada yang membantunya, meskipun kontrakan berpetak kecil ini sudah pasti memiliki dinding tipis yang dapat di dengar tetangga-suara sekecil apapun.

Semua memiliki masalah masing-masing. Maka dari itu, mereka abai terhadap yang terjadi di sekelilingnya.

Selby sudah terbiasa...

Selby sudah terbiasa...

Selby tetap bergeming, dia menahan rintihan sebab Ibu selalu marah setiap kali Selby mengeluh sakit saat dipukuli.

Ini masih pagi tapi Selby tidak tahu kesalahan apa yang membuat Ibu semarah ini.

"Anak anjing!"

Terakhir, Ibu menendang kursi plastik di dekat Selby hingga mengenai kepalanya, ujung kaki kursi itu mengenai punggung telapak tangan dan memberikan goresan panjang disana.

Tok tok tok.

Ibu berdecak, merasa terganggu karena kegiatannya harus terhenti.

Kakinya menendang sekali lagi tubuh ringkih Selby, "Buka pintu sana!"

Selby menurut tanpa banyak protes, dia segera bangkit dan berjalan tertatih-tatih untuk membukakan pintu, perutnya sakit sekali, bahkan untuk menarik napas saja ia kesusahan.

"Siapa?" sentak Ibu dari dalam.

Mata Selby mengerjap, melihat sesosok pria dewasa gagah dengan wajah rupawan menjulang tinggi di depannya.

Sepatunya mengkilap, jas hitam di tubuhnya terlihat mewah, aromanya wangi seperti sebuah toko parfum yang sering ia lewati setiap pulang dari danau.

"Kamu anak ajeng?" tanya suara bariton itu, Selby mengangguk kaku, tak bisa berkata-kata. "Ajeng dimana?"

"Dalem," cicit Selby hampir tak bisa di dengar.

Raut wajah pria di depannya terkesan tajam, membuat Selby ketakutan seperti anak yang habis ketahuan maling dari toko roti.

"Panggil dia," perintah pria itu. "Saya ada perlu."

Dengan segera Selby berbalik untuk menemui Ibu. Tangan Selby di tepis kasar saat Selby mencoba menggapai Ibu yang sibuk merokok di dalam.

Ruangan sekecil ini dipakai untuk merokok.

Pengap.

"Ada tamu," ujar Selby pelan. "Laki-laki."

"Siapa?" Ibu bertanya tak minat, dia terus menyesap rokok ditangannya. "Usir sana, paling rentenir, bilang gua gak ada duit hari ini."

Kepala Selby sedikit menoleh ke arah luar, menatap pintu yang kini terbuka sepenuhnya.

FlutterbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang