05. Flutterby | Goodbye is the hardest things.
***
SELBY tidak mengerti bagaimana takdir akan mempermainkan dirinya lagi setelah ini.
Papa?
Bahkan kata itu sekarang terasa seperti belati di dalam mulutnya. Terasa pahit seolah darah melumuri seluruh bagian wajahnya.
Semua penjelasan singkat yang orang asing di depannya jelaskan ini terasa seperti omong kosong.
"Kamu denger, kan, penjelasan Om sayang?"
"Apa?" beo Selby, merasa bodoh dari dirinya yang biasanya memang bodoh. "Aku gak paham, aku cuma punya Ibu, aku gak punya Papa atau keluarga lain."
Karena memang sejak kecil begitu. Ibu tidak pernah sudi menceritakan tentang keluarga lain, seolah Ibu memang tinggal sendiri dan diciptakan hanya sepasang dengan dirinya.
"Ibu mau jual aku lagi ya?" tanya Selby dengan raut wajah sedih. "Dulu Ibu pernah mau jual Selby, tapi Ibu janji gak akan tinggalin Selby lagi ke orang asing."
Raymond—adik kandung Mahendra membeku dalam duduknya. Matanya menatap Selby dengan pandangan penuh tanda tanya.
Anak sekecil ini, hal apa saja yang sudah ia lalui?
"Nak." Tangan Raymond berusaha menggapai Selby namun segera mendapat tepisan. "Om bukan orang jahat, kita juga bukan orang yang mau jual kamu."
Selby tidak mengerti. Otaknya kecil, ia bodoh sebab tidak sekolah dan pandai membaca, sehingga peristiwa ini sangat membuatnya kebingungan.
Saat dirinya bergelut dengan orang asing, suara bising di dalam rumah beberapa kali menarik perhatiannya.
"Jangan di dengar." Raymond meletakkan kedua tangannya, menutup telinga Selby dengan penuh lembut. "Lebih baik kita obati luka kamu ya?"
"Enggak mau, Om mau apain Ibu aku? Jangan sakitin Ibu aku."
"Aku gak mau Ibu sedih."
Seandainya bisa, Raymond ingin segera masuk dan menampar wanita yang baru saja keponakannya sebut Ibu. Dia tidak layak menyandang panggilan itu dari seorang anak tulus seperti Selby.
"Tadi kamu bilang nama kamu Selby ya?"
Selby mengangguk. "Kenapa?"
"Kamu sekarang kelas berapa?"
"Aku gak sekolah."
Raymond kembali terdiam, buku-buku jemarinya menjadi putih dan mendinginkan. "... gak sekolah?"
"Gak ada uang, buat makan aja susah apalagi sekolah."
Dalam garis keturunan Wasesa, tidak ada alasan bagi mereka untuk putus sekolah. Jangankan sekolah, untuk biaya hura-hura saja tidak akan terhitung jumlahnya.
Mendadak hati kecilnya ngilu, membayangkan anak sekecil ini bergelut dengan kerasnya hidup yang bahkan tidak bisa dibayangkan oleh para keponakannya yang lain.
"Kalau ... kalau Selby ikut Om dan Papa Mahen, Selby akan sekolah di tempat yang bagus. Selby gak perlu mikirin makan dan uang lagi." Raymond bergetar dalam kata-katanya.
"Ibu?"
"Ya?"
"Kalau Ibu gimana? Ibu ikut Selby, kan? Aku gak mau bahagia sendiri, kalau aku makan Ibu juga harus makan."
"Dia gak perlu—"
"—kalau gitu aku gak mau pergi. Ibu gak bisa hidup tanpa aku, aku gak mau hidup tanpa Ibu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Flutterby
Teen Fiction"Kalau aku mati, nanti Papa datang gak ke pemakamanku?" Selby merasa dunianya runtuh dan jungkir balik dalam satu malam. Tiba-tiba orang asing berpakaian mewah datang dan mengaku sebagai Papa--wajahnya datar, minim ekspresi, terlihat menakutkan dan...