06. f l u t t e r b y

152 26 31
                                    

06. Flutterby | Keluarga?

...

Keluargaku cuma Ibu, dari kecil aku hidup cuma sama Ibu, aku gak mau punya keluarga yang lain.

...

KALAU bukan karena melihat raut wajah Ibu yang begitu sumringah setelah menukarkan dirinya dengan setumpuk uang, Selby mungkin tidak akan rela pergi mengikuti orang-orang asing ini.

"Selby, mulai hari ini kamu panggil saya Papa."

Kening Selby mengerut.

Suaranya begitu datar, tidak ada kasih sayang, bahkan kalimat tanya sekadar meminta persetujuan pun tidak bisa Selby rasakan.

Apakah bertemu seorang Papa akan seperti ini rasanya? Rasa seolah sebuah duri menancap di atas langit-langit mulut, membuatnya kesusahan menelan ludah karena kesakitan di tenggorokan.

"Mengerti?" Terasa seperti diktator tua yang keras kepala. "Saya ingat kamu tidak bisu."

"Bukan gitu caranya, Kak!" Protes Om-yang entah siapa namanya-duduk di samping kiri Selby. "Dasar manusia kaku."

Raymond menggelengkan kepala, matanya menyipit karena kesal lalu ia alihkan pandangan melihat Selby yang tertekan.

"Hmm." Raymond berpikir sebentar, memilah kata-kata yang tepat dan baik agar keponakannya ini tidak terkejut dan tertekan jauh daripada ini. "Om belum kenalkan diri Om ya? Jangan takut, Om ini adik kandungnya Papa kamu, Nah, yang mukanya galak itu namanya Papa Mahen, kalau Om namanya Raymond, kamu bisa panggil Om Ray aja, okay sayang?"

Selby bungkam. Otaknya bisa mencerna apa yang Raymond katakan tapi bibirnya tetap memilih membisu karena beberapa alasan.

"Sepertinya kamu masih kaget ya? Gak apa-apa, Om dan Papa kamu gak akan paksa kamu, jadi jangan merasa tertekan."

Dikatakan seperti itu justru membuat Selby semakin menciut, dia kembali memperhatikan jalanan dari dalam mobil yang amat mewah ini-kontras dengan pakaiannya yang sangat kotor dan kusut.

Mata Selby membulat melihat badut di dekat lampu merah yang sangat ia kenali.

Selby lupa, dia belum sempat berpamitan pada temannya. Arroy adalah satu-satunya teman yang Selby punya selama ini, bahkan Selby tak punya kesempatan untuk berpamitan pada temannya sendiri.

Kesedihan menyelimuti hatinya disaat roda mobil terus berputar menjauhi tempat Roy berdiri.

Kini dia merasa telah dihantam dari berbagai sisi. Selby merasa kini hidupnya jauh lebih sulit dari sekedar berjualan gorengan dan bertemu komplotan Codet.

"Percuma bicara dengannya, anak itu sepertinya tidak akan mengerti," dengkus Mahen.

"Ini anak kamu, Mahen, gak habis pikir aku dengan bicaramu yang kasar itu. Kalau Mama sampai dengar sepertinya kamu akan di depak dari perusahaan." Raymond mengepalkan tangan, wajahnya memerah menahan marah. "Lagipula apa yang kamu harapkan? Dia langsung memanggilmu Papa dengan wajah senang? Selama ini saja kamu tidak pernah menunjukkan batang hidungmu di depannya."

Kata-kata Raymond menusuk jantung Mahen, ia mencoba menguasai ekspresi wajahnya yang mulai kaku karena kehilangan kata-kata.

Sedangkan Raymond sudah tidak bisa lagi menahan kekesalan yang sejak tadi bercokol dalam hatinya. Bisa-bisanya ia memiliki seorang kakak yang begitu bodoh seperti Mahendra.

FlutterbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang