07. f l u t t e r b y

136 25 36
                                    

07. Flutterby | Harga dari sebuah kemewahan.

Kepada tuan, seperti apakah bentuk kemewahan?
Apa benar rasa dari kebahagiaan itu bagaikan tertusuk belati dalam rongga-rongga dada?
Bukankah bentuk kasih sayang adalah sebuah penerimaan tulus tanpa balasan?
Bagaimana dengan tempatku?
Aku yang tidak diinginkan ini, kemana aku bisa pergi?
Tuan...
Pada akhirnya aku bertanya-tanya, apa kau menerima-ku karena sebuah rasa kasihan atau justru keterpaksaan?

....

PERUT Selby bergejolak.

Bukan karena makanan mewah di depannya. Melainkan karena tatapan menghunus yang tidak henti datang menerpa wajahnya.

Baiklah, katakan saja ia adalah tamu.

Tamu yang tidak diinginkan keberadaannya, mengingat sapaan panas yang dilayangkan Cakra dan Giandra—benar, namanya itu?

Yang jelas Selby sedikit paham bahwa dua orang itu tidak menyukai Selby yang notabene adalah anak dari Papa mereka.

"Makanannya enak sayang?" Om Agni mengelus rambut Selby dengan lembut. "Mau tambah nasinya? Harus makan yang banyak ya, biar pipinya embul."

Selby tersenyum tipis, beberapa orang tertegun melihatnya.

Ini kali pertama sejak kedatangan Selby, mereka dapat melihat senyum anak itu meskipun sangat tipis.

"Kalau senyum terus kamu makin cantik." Raymon mencubit gemas hidung Selby. "Ayo dihabiskan makanannya, setelah ini kamu istirahat ya."

Selby mengangguk kecil, untung saja ia memilih duduk di dekat Om Raymond juga nenek yang ada di ujung meja besar ini. Tidak dapat ia bayangkan berada diantara orang-orang yang tidak menyukainya itu.

prak.

Suara sendok makan beradu keras dengan piring membuat Selby menghentikan makannya seketika.

"Mau ke mana kalian, Cakra? Giandra?" Oma Aghni bertanya dengan nada sarat akan kekecewaan. "Makan malam kita belum selesai, kalian ingat peraturan di rumah ini, kan?"

"Jangan mendahului yang tua." Giandra mengulang sebuah wejangan yang selalu Oma dan Mamanya katakan. "Tapi aku gak lagi berselera makan."

"Kami pamit duluan ya Oma, silahkan menikmati waktu bersama cucu baru Oma. Kehadiran kita pun gak ngaruh apa-apa, kan?" Cakra menyela sembari tersenyum lebar.

"Cakra." Mahendra mendesis, mata elangnya menghunus tajam kedua putranya. "Duduk dan selesaikan makanan kalian."

"Duduk." Tegas Mahendra sangat final. "Jangan bersikap kurang ajar."

Fabian melirik ke arah Selby yang sejak tadi menundukkan kepala, makanan di depannya sudah tidak lagi ia sentuh.

"Kenapa?" Fabian mengelus rambut Selby. "Kenyang?"

"Anak sekurus ini, bagaimana bisa wanita itu merawatnya? Sungguh, melihatnya saja membuatku mual," ujar Tante Lili dari seberang meja.

Sontak Oma Aghni membanting sendoknya. "Aku tidak mengharapkan pembicaraan aneh ke dalam acara makan malam kita."

"Seharusnya ini adalah waktu yang baik untuk kalian saling mengenal satu sama lain." Oma Aghni kini melemparkan tatapan ke arah Mahendra. "Dan Mama tidak menduga kamu akan sedingin ini, Mahen."

"Salahku apa lagi, Ma?" Mahendra berdeham.

"Masih bisa kamu bertanya dengan wajah tidak tahu malu itu? Kamu lihat Cakra dan Giandra, bagaimana mereka memperlakukan saudarinya adalah cerminan dari apa yang kamu lakukan pada Selby sejak kedatangannya ke sini."

FlutterbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang