04. f l u t t e r b y

110 19 8
                                    

04. Flutterby | I would rather die than let you go.

🍄🍄🍄

Wandi: Lokasinya sudah bisa dipastikan, Pak.

Wandi: Saya sudah standby menunggu arahan.

...

SEKUJUR tubuhnya terasa sakit.

Selby terus merintih sembari mengumpulkan uang sisa jualannya ke dalam sebuah toples kaleng yang ia simpan sembunyi-sembunyi dari Ibu.

Selama ini, Ibu memang menyuruhnya untuk berjualan dan meminta uang hasil bekerjanya sebagai tambahan kebutuhan sehari-hari namun, Ibu tidak tahu-menahu perihal Selby yang diam-diam mengumpulkan uang untuk membeli perlengkapan sekolah.

Kalau Ibu tahu sudah pasti tubuhnya bukan hanya lebam, tapi berdarah-darah.

Guna menetralisir sakit yang mulai terasa hingga membuat sebagian tubuhnya mati rasa, Selby mengambil secarik kertas dan sebuah pulpen yang diraut manual menggunakan pisau di ujung kasurnya.

Ia mulai menulis jurnal harian-ala Selby-sebagai bentuk latihan dalam mengeja dan membaca yang ia asah seorang diri.

Selby tidak pernah bertanya tentang siapa Ayah kandungnya, sebab Ibu terlihat enggan membicarakan hal itu.

Jadi, selama 13 tahun ini, Selby memendam semua rasa penasarannya seorang diri. Toh, tahu atau tidak mengenai hal itu takkan merubah hal apapun. Karena ia yakin, bahwa Ayah kandungnya pun tidak menginginkannya.

Buktinya keberadaannya tidak pernah dicari hingga sekarang.

Tanpa Ayah pun Selby baik-baik saja.

"Iya, baik-baik aja kok," monolog Selby, tanpa terasa ia menghapus air mata yang jatuh tiba-tiba. "Tapi kadang aku iri sama anak lain yang punya Ayah dan Ibu."

Apakah jika bersama Ayah, Selby tidak akan mendapat pukulan?

Apakah... apakah Ayahnya ingat jika Selby ini anaknya?

Atau, apakah Ayahnya sudah tiada hingga tidak bisa bertemu dengannya?

Ataukah, ia benar-benar dibuang? Mengapa baik Ibu dan Ayah terasa seperti membuang dirinya?

Padahal... "Aku juga gak mau lahir kalau harus kesepian gini."

"Salahku apa, aku gak minta dilahirin."

Rasanya memiliki seorang Ayah itu bagaimana?

...

"Ma? Mama kenapa?" Giandra mengusap lembut bahu Mamanya yang sedikit bergetar. "Ma?"

"Gak apa-apa, nak."

"Mama kangen Naomi ya?" tanya anak lelaki itu, tatapan matanya terlihat sangat khawatir. "Gian juga kangen, tapi Nao gak akan suka lihat kita sedih, kan?"

"Iya sayang." Ayumi mengelus surai hitam putranya yang begitu dewasa. "Hati Mama sedikit sakit."

"Kenapa? Cerita sama Gian."

"Bukan, bukan apa-apa, ini masalah orang dewasa."

"Aku mau jadi tempat cerita Mama, atau mau Gian panggilin Bang Cakra?"

FlutterbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang