05. Remaja Puber (2)

61 4 0
                                    

Juni menurunkan sudut bibirnya. "Mereka pasti tak memiliki tujuan lain selain mengganggumu. Tapi, walaupun mereka mengganggumu, kau juga tak boleh menyia-nyiakan kesempatan belajarmu di sekolah."

"Sekolahmu terkenal dengan kebagusannya. Aku dengar, hampir setiap siswa yang lulus di sekolahmu berhasil diterima di PTN favoritnya. Aku iri padamu, karena bersekolah di sana. Kau beruntung, Mamamu mampu menyekolahkanmu di tempat itu. Sedangkan aku? Jangankan uang, otakku saja tak memadai untuk bersaing di sana."

"Aku tahu, kau sangat senang belajar sendiri. Tapi Haikal, ada beberapa hal yang tak bisa kau pelajari sendiri. Kau tetap harus memiliki guru secara nyata," lanjut Juni.

Haikal tersenyum, sembari menatap Juni tanpa berkedip. Dia menangkup satu pipi dengan tangannya, sementara bibirnya membalas, "Kau hari ini sangat bawel, Bu Guru. Kau 'kan guruku, untuk apa aku belajar dari guru yang bermata duitan itu?"

Juni merotasikan bola matanya. Dia menepuk bahu Haikal, sembari memperingati, "Dengarkan aku baik-baik. Kau ini remaja baik, pintar, dan juga tampan. Sangat disayangkan, jika semua bakatmu ini hanya mendekam di warnet saja. Kau harus mengembangkannya di sekolah."

Perkataan Juni membuat Haikal tertawa kecil. "Aku tidak sebaik itu."

Akhirnya Juni berjalan menuju tempat duduk. Di saat dia ingin melangkahkan kakinya dengan bantuan tongkat, Haikal sudah lebih dulu memapahnya. Remaja itu berpesan, "Hati-hati."

Juni tersenyum, sembari duduk di sebuah kursi di depan warnet. Matanya bertemu dengan bola mata Haikal, sebelum berkata, "Kau bilang kau tak sebaik yang aku kira, tapi buktinya kau mau menolong orang sepertiku. Padahal biasanya, orang-orang kaya tak mau berteman dengan gadis kurang mampu sepertiku. Aku bahkan tak memiliki Ayah ibu."

Haikal berjongkok, sembari memegangi kedua tangannya sendiri. Dia mendongak, menatap Juni yang berusaha tetap tersenyum. "Kau menganggap diriku ini baik?"

"Jangan salah paham, aku hanya berbaik hati pada gadis yang kusukai saja," lanjut Haikal.

Angin berembus menerbangkan helaian rambut Juni. Mata Haikal tak berkedip ke arah Juni. Namun, Juni sendiri malah memalingkan wajahnya ke arah lain. Gadis itu berusaha untuk tetap tenang, meskipun jantungnya berdetak sangat kencang. Juni berkata, "Kau ini, sangat pandai menjailiku. Ini tidak lucu Haikal, kau membuatku berpikir yang tidak-tidak."

Awalnya Haikal berniat berkata jujur, tanpa kode lagi. Namun, tiba-tiba matanya melihat sang ayah berjalan bergandengan tangan dengan wanita lain. Spontan, tangan Haikal langsung mengepal kuat. Di saat dia dan sang ibu menunggu-nunggu kedatangan pria itu. Sang Ayah malah berjalan santai bersama wanita lain? Lelucon macam apa ini?

Haikal tak terima. Tanpa berpamitan pada Juni, dia langsung menyusul sang ayah. Haikal berteriak, "Ayah! Tunggu dulu!"

•••

DUA KELUARGA [Lisa ft Haruto]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang