***
Kalara memiliki keluarga angkat kecil yang berada di sebuah kampung. Tak pernah terbayangkan Kalara akan memiliki mereka, sosok-sosok penyayang yang begitu tulus merawat Kalara jika gadis itu sedang berkunjung.
Kalara menatap kakek Bily, yang sedang memperbaiki beberapa kaleng kosong sebelum matahari benar-benar tenggelam. "Kek! Kalara bantu, ya!" Kalara berlari lalu ia berdiri di tepi petak sawah hendak turun membantu kakek tua itu.
"Tidak usah, nduk, kamu udah mandi nanti kotor lagi. Lebih baik membantu nenekmu menyiapkan makanan." Kakek Bily menolak halus.
Meneliti pakaiannya yang sudah bersih, benar juga, dia tak ingin jika badannya kotor lagi dan mengharuskannya mandi. Udara di sana sangat dingin, begitupun dengan airnya.
"Kalara ke pondok duluan, ya, Kek!"
Kedatangan Kalara disambut oleh nenek Kartina begitu ia masuk pondokan yang berada di tengah-tengah sawah itu. Sebutannya saja 'pondokan' namun bentuk dan fasilitasnya lengkap seperti rumah pada umumnya.
"Aduh, nduk, jangan ke sawah lagi toh, nduk sudah mandi." Nenek Kartina berucap dengan tangan sibuk mengaduk masakan. "Malam Nenek buatkan nduk sayur lodeh biasa sama sambel tempe orek, sederhana sekali. Gapapa nduk? Besok Nenek beli ayam atau ikan."
Kalara mendekat dan memeluk nenek Kartina. "Gapapa, Nek," ucapnya pelan.
Nenek Kartina segera menyelesaikan masakannya. Lalu menyusul Kalara yang sudah duduk di kursi kayu. Wanita yang wajahnya sudah penuh keriput itu tahu bahwa Kalara sedang memiliki masalah.
"Kenapa toh, nduk? Nduk ada masalah?" Nenek Kartina menatap tulus. "Biasanya nduk kalau liburan di sini bakal terus-terusan senang dan ceria sepanjang hari, tapi dua hari ini nduk seperti memikirkan sesuatu. Kalau mau cerita Nenek siap mendengarkan ataupun memberi nduk nasihat."
Kalara menoleh sejenak. Cara bicara nenek Kartina terdengar lucu karena wanita tua itu tak bisa menutupi logat Jawanya yang medok. Padahal kakek dan nenek angkatnya adalah keturunan Jawa asli, yang terbiasa bicara sehari-hari menggunakan bahasa Jawa, tapi setiap Kalara datang mereka akan menggunakan bahasa Indonesia sebisa mungkin karena Kalara tak mengerti bahasa Jawa.
"Nek, mama dulu orangnya seperti apa?" Kalara mengajukan pertanyaan lain, tiba-tiba teringat dengan mamanya.
Nenek Kartina, lantas menatap lurus ke depan. Pandangannya menerawang jauh ke dalam kenangan puluhan tahun lalu.
"Mamamu iku, orangnya baik sekali. Meskipun disakiti dan dikecewakan, dia mudah memaafkan. Kamu persis seperti mamamu, nduk, tidak bisa menyembunyikan kekalutan jika memiliki beban pikiran." Nenek Kartina menjeda cukup lama. "Dulu, sewaktu mamamu kabur ke sini karena bertengkar hebat dengan orangtua papamu, Nenek tahu bahwa dia sedang kabur dari kenyataan pahit di kota besar sana. Mengasingkan diri sementara dan berusaha berdamai dengan dirinya di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone ✔ (Tamat)
Teen FictionIntip aja dulu siapa tahu sreg xixi Selamat membaca📖 ___ Kalara, gadis yatim piatu yang bercita-cita ingin memiliki butik dengan namanya sendiri. Sedari kecil Kalara selalu mengulang kalimat tersebut. Meski beberapa kali mendapat cibiran karena tak...