BAB ١

177 41 48
                                    


Assalamuaikum, Merhaba!
Selamat datang di cerita ku, ini cerita pertama ku.

Kalian tau cerita ini dari mana?
TikTok?
Instagram?
Wattpad?
atau dari mana?

Jangan lupa mampir di Instagram mereka berdua, yaa 🤍
@m4rtab4k_manies/ HaWa

"Ketika dua hati bertemu dalam cinta yang diridhai Allah, itulah cinta yang paling sempurna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ketika dua hati bertemu dalam cinta yang diridhai Allah, itulah cinta yang paling sempurna."

~ Warda Neisha Zaima ~

Warning !!!
Baca nya pelan-pelan aja,
biar sampai ke hati
ke jiwa ke raga.

˚˖𓍢ִ໋🌷͙֒✧˚.🎀༘⋆

Gerimis masih mengusik jalan, menciptakan dentingan halus di atap terpal. Di meja kayu sederhana yang diterangi cahaya senja, dua orang menikmati semangkuk bakso hangat yang mengeluarkan uap harum, memenuhi udara dengan aroma rempah yang menggugah selera.

"Makan bakso begini emang paling nikmat di makan setelah ngajar, ya, Ning?"

Aku mengangguk setuju sambil menyeruput kuah bakso yang lezat di suasana sehabis hujan seperti ini.

Tiba-tiba, suara batuk terdengar dari Haya. Aku segera menyondorkan segelas es teh yang ada di depanku. "Minum dulu, pelan-pelan makannya," ujarku sambil berpindah duduk ke sampingnya, memberi dukungan dengan menepuk-nepuk lembut punggungnya.

Haya meneguk es teh itu perlahan, wajahnya berangsur tenang.

Setelah batuknya reda, Haya menolehkan kepala dan matanya melebar. "E-ee... I-itu, Masya Allah ganteng pisan, mereka siapa, Ning? Santri putra ya, Ning?" tanyanya sambil menunjuk sekelompok pemuda di kejauhan.

Aku ikut menolehkan pandangan ke arah yang ditunjuk Haya, lalu kembali menatapnya dengan kebingungan. "Ya mana aku tahu, Haya," jawabku sambil mengangkat bahu.

"Kan, kamu Ning-nya."

"Emang aku harus tahu semua santriwan Abah? Ya nggak mungkin, buat apa coba."

Percakapan kami terhenti sejenak ketika Mang Bakso, pemilik warung yang sedang meracik pesanan, menatap kami sambil berkata, "Itu anak-anak KKN, Mbak. Baru kemarin datang berombongan, kalau nggak salah sepuluh orang. Lima perempuan sama lima laki-laki," ucapnya sambil mengaduk-aduk kuah bakso.

"KKN, Mang? Emang mau neliti apa? Setahu saya sekolahan di sini kan cuma di pondok kita aja, ya kan, Ning?" tanyanya dengan mata yang menatapku penuh pertanyaan.

"KKN itu nggak harus meneliti tentang sekolahan aja, Haya. Siapa tau mereka meneliti kebudayaan sini, kan kita gak ada yang tau."

Haya mengangguk-angguk, tetapi masih tampak ragu. "Iya, aku tau. Tapi kalau misal nih ya, misal, nih—kalau mereka gak meneliti tentang kampung di sini berarti mereka bakal neliti sekolah kita gak sih? Mending sekarang ayo kita pulang, kamu tanya ke Abah kamu, gih," ujarnya sambil mulai membereskan barang-barang di meja dengan tergesa-gesa, seolah ingin segera mendapatkan jawaban.

HaWa [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang