Bab ٩

42 14 8
                                    

Assalamuaikum, Merhaba!

Jangan lupa mampir di Instagram mereka berdua, yaa 🤍
@m4rtab4k_manies/ HaWa

Jangan lupa mampir di Instagram mereka berdua, yaa 🤍@m4rtab4k_manies/ HaWa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Setiap detik dalam hidupmu telah dituliskan dalam takdir-Nya.
Tidak ada sesuatu yang kebetulan.

Apa yang sudah ditentukan-Nya untukmu pasti akan menjadi bagian dari perjalanan hidupmu."

~ Hamza Zein Faqih ~

Warning !!!
Baca nya pelan-pelan aja,
biar sampai ke hati
ke jiwa ke raga.

˚˖𓍢ִ໋🌷͙֒✧˚.🎀༘⋆

"Mas, sebentar lagi Warda akan berumur 25 tahun," ujar seorang wanita paruh baya itu.

"Iya, Umma. Warda sudah tumbuh dewasa sekarang,"

"Tapi akhir-akhir ini umma ngerasa gelisah, Mas," ucapnya sambil menggenggam erat cangkir teh hangat, matanya menerawang ke arah jendela.

"Gelisah kenapa, sayang, hm?" Seorang mendekat, mengambil tempat di sebelah istrinya di sofa empuk itu. Ia mengusap punggung istrinya pelan.

"Aku kepikiran tentang Warda, Mas,"

"Kepikiran kenapa?"

"Datangnya Nek Immah kemarin, buat aku takut,"

"Udah, gak usah terlalu dipikir, Nek Immah berniat silaturahmi. Lagian kalau kita terus menghalangi beliau, kita juga dapat dosa,"

"Tapi datangnya beliau bisa menjadi petaka buat kita, Mas,"

"Petaka gimana, sayang? Kita tidak boleh suudzon seperti itu,"

"Aku takut Nek Immah membocorkan hal yang sudah kita tutup rapat sampai saat ini dan saat Warda tahu, aku takut kalau nantinya Warda akan membenci kita, Mas. Apalagi ini sudah lama, meskipun aku tahu kita mungkin mengambil langkah yang salah, tapi—"

"Sudah, sayang. Jangan memikirkan hal yang belum tentu terjadi,"

"Jika suatu saat nanti kejadian itu benar terjadi bagaimana, Mas? Aku hanya takut Warda membenci kita," air mata kini mulai mengalir di pipinya.

"Semua sudah ada Allah yang mengatur, cepat atau lambat suatu saat nanti kita tidak akan bisa menyembunyikannya terus-terusan. Kita lihat nanti saja, bagaimana jalannya takdir," jawab seorang sambil menyeka air mata di pipi istrinya dengan ibu jarinya.

Tanpa mereka sadari, pintu kamar mereka terbuka sedikit dan sedari tadi ada seorang lain yang mendengarkan percakapan mereka, Mas Ahwal yang pertama kali menyadari keberadaan tersebut.

Bukan hanya Mas Ahwal saja yang mendengarkan, tetapi dari belakang jarak 1 meter, ada aku yang turut mendengarkan sejak pertama Mas Ahwal berdiri di sana.

HaWa [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang