"Jadi kamu tinggal di apartemen ini? Kenapa nggak di rumah orang tua kamu?" Tanya Arya dengan lancangnya saat ia tiba di kompleks apartemen mewah yang ditinggali oleh Nadia. Nadia sendiri tidak terlalu ambil pusing dengan pertanyaan Arya. Ia hanya tersenyum kemudian mulai membuka sabuk pengamannya.
"Kalau ke tempat kerja dari rumah orang tuaku lumayan agak jauh. Jadi aku memutuskan tinggal di apartemen ini Kak. Selain lebih cepat, lokasinya juga lumayan strategis."
"Kamu bener juga. Apartemen ini juga tergolong bagus dan jauh dari suara-suara sumbang."
"Makasih ya kak Arya, malah ngerepotin gini jadinya."
"Nggak apa-apa. Lagi pula ini masih sore."
Nadia mengangguk sopan saat mobil Arya melaju meninggalkan kompleks apartemennya. Semakin lama Nadia semakin kagum setelah sering bertemu dengan Arya. Laki-laki itu selain terlihat tulus dan baik, juga sangat ramah. Entah keberuntungan apa yang menaungi Sera hingga mendapatkan laki-laki sesempurna itu.
Sementara Arya sendiri memperhatikan Nadia yang kini memasuki lobi apartemen. Arya tersenyum dan menyadari pikirannya kini mulai di penuhi oleh Nadia. Padahal mereka baru saling kenal namun bayangan Nadia hampir setiap hari menari-nari di otaknya.
Meskipun Arya merasa aneh, namun ia berusaha menepis semua bayangan itu. Alangkah kecewanya Sera seandainya menyadari jika Arya justru lebih tertarik pada sahabatnya sendiri daripada Sera yang notabennya kini adalah istri sah-nya. Arya tidak mau menjadi pria yang tidak tahu di untung seperti itu.
Sesampainya di apartemen, Arya segera memasuki unit miliknya dan seketika hidungnya mencium aroma masakan Sera. Tersenyum tipis, Arya segera berjalan ke dapur dan mendapati istrinya itu tengah berjibaku di depan kompor. Meskipun belum bisa memasak seenak koki, namun Sera menjadi sangat bersemangat memasak semenjak menikah dengan Arya.
"Apa masakannya belum matang?" Tanya Arya sambil mendudukkan tubuhnya di kursi yang biasanya mereka gunakan untuk makan bersama.
Sera yang terkejut dengan kehadiran Arya di belakangnya sontak menoleh. Ia langsung tersenyum begitu menyadari Arya kini duduk di kursi yang ada di belakangnya. Sera segera mematikan kompornya kemudian menyajikan makanan yang baru saja ia masak.
"Kau sudah pulang? Kenapa aku tidak menyadarinya tadi."
"Kau terlalu sibuk memasak. Aku hanya menatapmu dari sini. Apa menunya hari ini?"
"Aku masak nasi goreng cumi. Ada udang goreng seperti biasanya dan ada capcay. Sedikit tidak nyambung sebenarnya. Tapi malam ini aku benar-benar ingin memasak capcay."
"Tidak apa-apa. Aku akan memakan semuanya."
Sera tertawa kemudian mulai menyajikan masakannya di depan Arya. Aromanya sangat enak dan perut Arya langsung lapar begitu menciumnya. Arya segera mencicipi capcay buatan Sera dan rasanya memang sangat enak.
"Enak sekali. Aku ingin nasi gorengnya."
Sera mengambilkan sepiring nasi goreng untuk Arya dan menambahkan udang goreng di atasnya. Arya terlihat langsung menikmati nasi goreng buatan istrinya dan Serapun ikut makan setelahnya.
"Tadi aku bertemu temanmu yang bernama Nadia itu di pinggir jalan. Mobilnya mogok dan aku menawarinya tumpangan hingga ke tempat fotonya. Ternyata studio tempatnya melakukan pemotretan ada di depan kantorku."
"Oh ya. Kebetulan sekali. Aku juga dengar dari Vivi kalau Nadia baru saja mendapatkan kontrak dengan salah satu produk kecantikan terkenal. Nadia menjadi brand ambassadornya. Kata Vivi mungkin Nadia akan lama berada di dalam negeri."
"Dia bercerita kalau harus bekerja keras untuk mendapatkan impiannya itu."
"Hmmm, Nadia memang sangat berambisi menjadi model sejak dulu. Dia tipe wanita yang ambisius."
"Sepertinya memang begitu. Terlihat dari wajahnya." Sera mengangguk sambil makan, ia menyetujui ucapan Arya barusan.
"Oh ya Arya, besok aku akan ketemu Vivi dan Nadia kemudian ke rumah papa. Mungkin pulangnya sore. Nanti ak bawakan makan malam dari rumah Papa saja."
"Oke. Mobilmu sudah aku bawa kemari. Kau tinggal pakai saja."
"Terimakasih." Sera tersenyum manis kemudian keduanya meneruskan makan malam mereka yang sebenarnya masih kesorean.
**
"Jadi, tetap belum robek?" Tanya Vivi dengan mimik muka bodoh yang sangat menyebalkan. Sementara Sera dan Nadia langsung menatap sengit pada wanita berkacamata yang menyebalkan itu.
"Kenapa sekalian kau tidak menggunakan pengeras suara Vivi." Sahut Nadia kesal.
Menyadari suaranya terlalu keras, Vivi menoleh ke arah sekitar mereka. Untungnya para pengunjung restoran tidak menyadari arah pembicaraan ketiganya. Mereka bertiga saat ini tengah makan siang di restoran setelah membuat janji tadi malam.
"Maaf. Aku hanya heran saja. Dari novel-novel yang sering aku baca, malam pertama itu sangat panas dan menggairahkan. Setiap pria pasti memimpikan itu. Tapi kenapa suamimu itu kelainan Sera."
"Vivi, apa mulutmu itu perlu di pasang rem?" Nadia benar-benar kesal pada Vivi yang tidak menunjukkan wajah bersalah sama sekali karena perkataannya barusan. Wanita itu dengan wajah bodohnya justru menantikan jawaban dari Sera.
"Sebenarnya aku tahu dia sudah sangat bergairah. Namun entah kenapa tiba-tiba berhenti di tengah jalan."
"Jadi sebenarnya milik kak Arya itu juga berdiri kan?"
"Vivi!!"
Nadia benar-benar kesal dengan perkataan vulgar Vivi. Namun anehnya Sera terlihat sama sekali tidak tersinggung. Mungkin karena Sera sudah terbiasa dengan mulut jorok Vivi.
"Dia normal Vivi. Aku bisa merasakannya. Tapi entah kenapa aku merasa dia memikirkan seseorang saat bersamaku. Atau mungkin itu hanya pemikiranku saja karena sejujurnya aku juga kecewa."
"Apa mungkin Kak Arya berselingkuh?"
"Vivi!!!"
Nadia benar-benar ingin meremas bibir Vivi hingga bibir wanita itu jontor. Namun si empunya sepertinya tidak menyadari bahwa mulutnya itu sangat menjengkelkan. Karena Sera tampak tidak terpengaruh sama sekali, Nadia memilih mengurungkan niatnya.
"Dia tidak mungkin berselingkuh Vi. Aku sudah mengenalnya sejak kecil dan dia pria yang baik. Mungkin dia belum mencintaiku saja."
"Tapi kenapa dia mau menikah denganmu jika dia tidak mencintaimu? Pemikiran macam apa itu Sera. Aku yakin suamimu pria yang baik."
"Aku juga berpikir seperti itu Nad. Tapi, entahlah, kadang-kadang pikiran buruk singgah di otakku. Arya mengatakan dia akan terus berusaha agar hubungan kami bisa normal seperti pasangan-pasangan lainnya."
"Ya sudah. Tidak usah bersedih. Aku yakin ini hanya cobaan kecil dalam pernikahan kalian. Mungkin butuh waktu, tapi aku yakin suamimu juga sedang berusaha sebaik mungkin sekarang. Kau jangan berkecil hati Sera. Percayalah pada suamimu dan aku yakin kalian akan bisa melaluinya dengan baik."
"Terima kasih atas dukungan Nad. Kau benar, mungkin aku harus lebih bersabar saja."
"Sudah, sudah. Ayo makan sekarang. Ngobrolnya dilanjutkan nanti saja. Aku sudah sangat lapar."
Ketiganya mengangguk sambil tersenyum menatap Vivi yang terlihat kesal. Nadia mengembuskan nafas berat. Ternyata kehidupan Sera tidak sesempurna yang ia duga. Wanita itu masih perawan bahkan setelah satu bulan menikah. Mungkin Nadia akan berpikiran sama seperti Sera ketika suaminya tidak menyentuhnya.
Apa kak Arya memang berselingkuh. Namun, dilihat dari wajah dan dari tutur katanya, mustahil pria itu berselingkuh. Lagi pula apa yang kurang dari Sera. Selain cantik dan baik, Sera juga Putri tunggal seorang pengusaha kaya raya. Hanya pria bodoh yang akan menyelingkuhi wanita sempurna seperti Sera.
Nadia mengutuk pemikirannya. Kenapa ia jadi memikirkan suami Sera sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Marriage ( On Going )
RomanceKebahagian Sera mencapai puncaknya saat ia menikah dengan teman masa kecil yang sangat ia cintai. Arya, sahabat sekaligus laki-laki yang sejak kecil selalu melindungi Sera setelah mamanya meninggal. Kini, laki-laki itu bersanding dengannya di pelami...