#3

32 14 10
                                    

Setelah berjibaku dan menyingkirkan kenangan buruk sepanjang malam, Alysa terbangun dengan perasaan yang berbeda. Ia merasa bersemangat karena memiliki tujuan, yaitu mencari siswa tersebut. Meskipun demikian, Alysa tetap mengutamakan sekolah di atas segalanya.

Aku memulai kembali lagi setelah kemarin gagal. Aku hanya berharap semuanya dimudahkan hari ini jauhkan aku dari gangguan apa pun. Khususnya bertemu orang-orang aneh.

Alysa merapikan seragam sekolahnya dengan hati-hati. Ia memandang cermin, memastikan dirinya terlihat rapi. Sekilas, sorot matanya tertuju kepada buku yang berada di meja belajar. Tangannya membuka halaman, tepat di mana gambar laki-laki itu berada.

Aku hanya perlu menemukan dia. Ini tidak hanya tentang berterima kasih, tetapi juga menyelesaikan kesalahpahaman saat itu.

Alysa memasukan buku itu ke tasnya dan bergegas turun untuk sarapan. Orang tuanya menyambut dengan senyuman, tampak lega melihat putri mereka kembali ceria setelah semalaman terlihat lesu.

"Kau terlihat lebih baik, sayang," kata Maria sambil menuangkan minuman ke gelas Alysa.

Alysa hanya mengangguk. Ia merasakan suntikan energi positif dari senyuman orang tuanya.

"Ini semangat yang kami harapkan. Ingat, Alysa. Jangan terlalu larut ketika sedih, masih banyak hal yang harus kau lakukan." Jonathan mengelus kepala Alysa.

Alysa tidak langsung masuk saat berada di depan gerbang sekolah. Sorot matanya mengamati semuanya dari luar. Jika kemarin datang cukup pagi, kali ini Alysa datang lima menit sebelum pelajaran dimulai. Ia menghindari keramaian karena takut dilihat orang banyak seperti kemarin dan yang terpenting, tidak bertemu orang aneh. Rencana ini berhasil karena saat ia tiba, hanya ada beberapa murid yang berada di lapangan.

Alysa melangkah cepat. Namun, matanya tetap waspada, memastikan tidak ada yang mencurigakan. Alysa merogoh sakunya, mengambil ponsel, dan memainkannya.

Setelah diingat kembali, aku tidak tahu berada di kelas mana. Ini semua gara-gara kejadian kemarin! Aku harus cepat sebelum kelas dimulai.

Beberapa saat berlalu dan kini Alysa tiba di depan kantor guru. Ia mengetuk pintu lalu menunggu dengan sabar. Alysa sendiri cukup percaya diri berbicara dengan orang dewasa karena mereka memahami kondisinya yang bisu dan terkadang mendapat kata-kata penyemangat. Sangat bertolak belakang dengan teman sebaya, terkadang mereka merasa heran, canggung, bahkan Alysa pernah ditertawakan.

"Selamat pagi! Ada yang bisa ibu bantu, Nak?" ucap seorang guru yang baru saja membuka pintu.

Alysa mulai menulis di buku catatan dengan cepat.

"Nama saya Alysa Evelyn dan saya tidak tahu berada di kelas mana."

Guru itu tersenyum penuh pengertian. Ia masuk ke kantor, mengambil daftar kelas,nama murid, dan beberapa buku.

"Ini dia, Alysa! Kau berada di kelas 10-B. Kebetulan sekali Ibu adalah wali kelas itu. Ibu akan mengantarmu ke kelas," ucapnya.

Alysa mengangguk dengan rasa syukur. Sepanjang perjalanan, guru itu berbicara dengan lembut, menjelaskan apa saja yang ada di sekolah seperti kegiatan ekstrakurikuler, lomba sekolah, dan masih banyak lagi.

"Ibu berharap kau bisa menikmati hari-harimu di sini. Kalau ada kesulitan, kau bisa bertanya padaku," ujarnya.

Alysa kembali menulis di buku catatan.

"Baik, Bu! Saya merasa lebih baik dari kemarin. Terima kasih!"

Guru itu membuka pintu kelas. Suasana di dalam sangat ramai dengan hiruk-pikuk suara di segala arah. Sebagian murid terlihat duduk di kursi, mengobrol satu sama lain sembari menyiapkan buku. Di sudut kelas terlihat beberapa siswi saling bertukar nomor hape, dan sisanya bermain melempar pesawat kertas.

Suasana menjadi sunyi dan semua murid kembali ke tempat duduknya masing-masing saat melihat wali kelas datang.

"Perhatian! Kemarin ada yang tidak sempat hadir dan hari ini dia akan memperkenalkan diri!" Guru itu menoleh kepada Alysa.

Alysa melangkah maju, menulis dengan cepat di buku catatan, dan menunjukkannya pada guru.

"Bisakah saya menggunakan kapur tulis?"

Guru itu tersenyum sembari berkata, "Silakan."

Alysa dengan cepat mengambil kapur dan mulai menulis di papan tulis. Ia bisa merasakan tatapan keheranan dari semua murid. Namun, ini adalah hal biasa yang pernah dia alami setiap perkenalan diri. Jadi, ia memilih mengabaikan perasaan janggal itu.

"Alysa Evelyn. Senang bertemu kalian semua. Kuharap kita bisa berteman baik." Beginilah yang tertera di papan tulis.

Beberapa murid terlihat berbisik-bisik, memahami situasi kali ini.

"Kenapa dia tidak bicara, ya?"

"Mungkinkah dia tidak enak badan? Atau malu?"

"Mungkinkah dia bisu?"

"Serius!? Kita sekelas dengan orang bisu?"

Meskipun berbisik, Alysa bisa mendengar suara mereka samar-samar. Memang, ia terbiasa dengan tatapan aneh. Namun, ceritanya berbeda jika mereka memilih berbisik-bisik, rasanya sakit.

Aku tahu aku berbeda, tetapi apakah orang berbeda tidak boleh sekolah? Perkataan mereka seakan-akan menolak diriku. Ah!

Alysa menjatuhkan pandangannya kepada seorang murid laki-laki yang duduk di barisan keenam, paling belakang, dan berbatasan langsung dengan jendela.

Dalam keramaian kelas yang dipenuhi bisik-bisik murid lain, ia tampak berbeda. Laki-laki itu memandang ke luar jendela dengan dagu bertumpu di tangan, tenggelam dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Sinar matahari yang masuk melalui jendela memantulkan cahaya lembut di rambutnya yang terlihat berantakan, menambah kesan misterius.

Alysa merasa penasaran padanya. Mungkin saja laki-laki itu sudah begitu sejak tadi, mungkin. Sayangnya, Alysa tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena posisinya miring.

Sepertinya aku tidak asing dengan pose seperti itu. Ah! Aku baru ingat itu adalah pose yang biasa dilakukan tokoh utama dalam novel romansa kebanyakan. Apakah aku sedang melihat tokoh utama dari novel romansa favoritku?

Tidak! Tidak! Kenapa aku memikirkannya ke situ. Fokus utamaku adalah sekolah. Namun, melihat dia tidak berbisik-bisik. Sepertinya aku bisa berteman baik dengannya. Baiklah, akan kucoba. Semangat diriku!

Mendadak guru itu mengetuk papan tulis, membuat bisikan-bisikan menghilang. "Baiklah, cukup! Sesi perkenalan selesai, Ibu harap kalian bisa berteman baik dan memahami kekurangan Alysa! Bangkumu ada di sana, Alyssa. Ambil buku kalian!"

Alysa dengan cepat menemukan tempat duduknya. Beruntung sekali, bangkunya berada di barisan kelima paling belakang yang artinya bersebelahan dengan laki-laki itu. Kesempatan untuk berteman dengannya semakin besar.

Begitu sampai, Alysa meletakkan tasnya pada gantungan di sebelah meja bagian kanan, duduk perlahan, dan mengeluarkan buku. Hal yang sama juga dilakukan oleh laki-laki di sebelahnya.

Mata mereka bertemu dan Alysa merasa terkejut.

Eh! Bukankah dia...

😎😎😎

Yow, Readers. Semoga suka dengan chapter kali ini.
Mau pantun sebentar, ah!

Buah nangka buah kedondong
Yang baca bantu vote sama komen dong😎

VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang