#7

14 6 10
                                    

Mengingat kenangan baik terkadang dapat memberikan energi positif dan tentunya kebahagian. Itulah yang Alysa lakukan. Setelah tiba jam istirahat, gadis itu terus-menerus memandang foto kemarin di ponselnya dan menggeser berulang ke kanan dan kiri sembari makan.

Pikiran Alysa meluncur jauh, mengingat senangnya bisa diantar teman barunya menuju rumah sembari memastikan kucing itu aman di jalan, sesuai yang mereka diskusikan sejak awal dan Alysa memilih mengadopsinya sementara.

Saat pulang pun masih terasa canggung. Tidak ada yang membuka obrolan dan hanya ditemani suara kucing mengeong. Alysa bisa mengingat dengan jelas saat Leon tertangkap curi-curi pandang dengannya. Namun, lelaki itu buru-buru mengalihkan pandangan dan itu sangat lucu di mata Alysa. Di lain sisi, Leon juga ingin menghilangkan suasana canggung. Namun, saat bibirnya terbuka, perasaan ragu muncul dan ia memilih diam.

Sayang sekali, ibu Alysa tidak ada di rumah saat mereka sampai. Padahal, Alysa ingin mengenalkan Leon, teman baru yang membuatnya bersemangat akhir-akhir ini.

"Kau senyam-senyum sendiri. Apa ada yang lucu?" Suara Leon menyadarkan Alysa dari lamunannya.

Alyssa sedikit tersentak dan buru-buru menulis di bukunya. "Foto-foto kemarin terlihat bagus dari berbagai pose dan sudut. Aku menyukainya."

Jempol Leon terangkat dengan bangga. "Kalau diingat kembali, kemarin rasanya sangat menyenangkan. Oh, ya, bagaimana keadaan Snowy?"

Snowy sendiri nama yang mereka berikan kepada kucing itu, yang berarti salju karena bulunya putih, tebal, sehingga terlihat gemuk.

Alysa menulis lagi. "Dia terlihat bingung, mungkin karena harus beradaptasi di tempat baru. Kau tahu, ibuku awalnya tidak mengizinkan memeliharanya."

"Bagaimana cara membujuk ibumu agar menerima Snowy?" tanya Leon penasaran.

Alysa menulis lagi. "Seperti ini." Ia lalu menaruh bukunya.

Gadis itu menggembungkan pipi dan membesarkan matanya, terlihat seperti anak kecil yang ingin mendapat perhatian serta penuh harap. Begitu lucu dan menggemaskan. Saking lucunya, ekspresi itu memberikan pukulan telak ke hati Leon. Lelaki itu mengatupkan giginya berkali-kali serta tangan sedikit gemetar, ingin menyentuh pipi Alysa yang mirip bola kapas.

Leon buru-buru mengambil ponsel dan memotret momen indah itu. Alysa terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menuliskan keluhannya di buku. "Apa yang kau lakukan. Memotret orang tanpa izin itu dilarang."

Leon hanya tersenyum dan berkata, "Kalau aku meminta izin, bisa-bisa wajahmu tidak semanis tadi. Lihatlah! Ini sangat lucu, Alysa." Leon memamerkan foto Alysa yang tadi ia potret.

Tidak ada tanda-tanda protes dari Alysa setelahnya. Leon terus melirik fotonya, tangannya sesekali melakukan zoom pada pipi besar Alysa.

Gadis itu terus memperhatikan Leon yang begitu senang, seperti anak yang mendapatkan permen dari ibunya. Rasanya ada kecanggungan dan kesenangan di saat yang bersamaan ketika Leon memperlihatkan hasil fotonya.

Alysa mengangkat alisnya dan menulis. "Kita impas, Leon. Saling menyimpan foto satu sama lain."

"Tentu saja." Kali ini Leon menunjukan foto Alysa yang sudah ia edit. Telinga kelinci dan hidung merah badut di foto berhasil membuat Alysa tertawa dalam hati.

Alysa menunjukkan tulisannya di buku. "Jangan sebarkan foto itu ke orang lain. Itu akan sangat memalukan."

Leon tertawa kecil, kemudian menatap Alysa dengan pengertian. "Kau bisa percaya kepadaku, Alysa. Akan kusimpan untuk diriku sendiri." Ia memasukan ponselnya ke dalam tas seperti menyembunyikan harta karun. "Lihat! Sekarang sudah aman."

Rasa panas di wajah Alysa kembali lagi, semburat merah mulai muncul di pipinya, dan menggigit bibir bawahnya untuk menahan senyum yang akan terbentuk.

***

Sore harinya, Alysa mengeluarkan Snowy dari kandang dan menggendongnya ke depan rumah.

Baiklah, ini pertama kalinya kita jalan-jalan mencari udara segar.

Langit berwarna jingga serta awan tipis tersebar di mana-mana. Begitu pun dengan udara segar yang berembus membawa suasana damai dan tenang.

Alysa diberikan misi untuk membelikan berbagai makanan kucing oleh ayahnya, Jonathan. Bertambahnya anggota keluarga tentunya akan menambah makanan yang harus dikeluarkan. Sebenarnya, bisa saja memberikan ikan goreng yang biasa dimasak. Namun, Jonathan berpikiran lain. Lebih bagus memberi makanan yang memang dikhususkan untuk kucing karena mengandung beberapa khasiat.

Snowy sendiri merupakan kucing betina, hal ini baru diketahui Alysa saat ia memasukkannya ke kandang. Pantas saja, kucing itu terlihat jinak saat pertama kali bertemu di gudang. Kalau kucing jantan, mungkin saja akan menjauh dan waspada saat bertemu orang asing.

Alysa dan Snowy terlihat serasi. Kucing pemilik bulu tebal itu bergerak begitu anggun, sejajar dengan Alysa, dan menggerakkan ekornya ke kanan dan kiri. Layaknya magnet, kehadiran Snowy menarik perhatian banyak kucing jantan dengan rasa penasaran selama perjalanan. Mungkin saja karena Snowy terlihat manis.

Namun, Snowy sama sekali tidak menunjukkan minat, tatapannya terlihat dingin seakan berkata, "Aku dan kalian berada di level yang berbeda." Aura kesombongan terpancar begitu tinggi. Alysa hanya tertawa dalam hatinya, tidak habis pikir.

Ya ampun. Apakah di dunia binatang ada sistem kasta? Kucing ini begitu sombong, mungkinkah ini ajaran pemilik sebelumnya? Aku pernah mendengar kata-kata 'kalau kau cantik atau tampan, maka semua yang dilakukan akan termaafkan' kalau berpegang teguh pada kata-kata itu, hidupmu tidak akan beres.

Entah karena bosan atau sangat terganggu, Snowy tiba-tiba menyerang seekor kucing jantan yang berupaya mendekatinya. Saling cakar dan gigit pun tidak terhindarkan, membuat Alysa kepayahan, dan akhirnya menggendong Snowy menjauh meskipun sempat terkena beberapa cakaran karena melerai.

Setibanya di supermarket, Alysa menggendong erat Snowy di pelukannya. Gadis itu mulai mengambil makanan kucing, beberapa camilan, serta plester luka untuk cakaran tadi.

Alysa menuju kasir setelah semuanya terpenuhi. Namun, sesudah membayar tiba-tiba Snowy bergerak liar dan akhirnya keluar dari supermarket. Gadis itu berlari, berharap Snowy masih bisa dikejar. Ia sudah berjanji pada Leon untuk mencari pemiliknya bersama-sama. Akan sangat menyedihkan kalau janji itu tidak terpenuhi karena ketidakmampuan Alysa menjaga Snowy.

Saat berada di dekat pintu, Alysa tiba-tiba menabrak seseorang dengan cukup keras hingga dia terhuyung mundur beberapa langkah. Ia meringis dalam hati, tidak menyangka tabrakan itu begitu kuat. Alysa buru-buru mendongak, berniat meminta maaf sebelum melanjutkan pengejaran Snowy. Namun, ketika matanya bertemu dengan sosok di depannya, ia terperangah.

Bukankah orang ini adalah ....

😎😎😎

Seperti biasa. Author meminta komen dan vote-nya sebagai pertanda dukungan terhadap cerita ini.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya 👍

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang