TERKAPARNYA Si PENGUMPUL ROH (3)

4 0 0
                                    


#whatifDepe #spinoff212 #Wiro212

.
Melihat itu, Si Pengumpul segera melompat ke arah kedua musuhnya.

"Grwwochhhh!!"

Melihat serangan datang, kedua wanita guru murid hanya bisa pasrah. Bunga masih dalam kondisi terikat rantai, sedangkan gurunya Nimas terduduk terluka dalam akibat sentakan dari Si Pengumpul Roh sebelumnya. Pun, kedua tangannya masih memegang tujuh selendang kabut.

Satu jengkal lagi tangan Si Pengumpul mencengkeram leher mereka_

"Bug!!"

Terlihat tubuh Si Pengumpul terpental dan membentur pohon di samping kiri.

"Kkurrrrrang Ajjarr! Siapa yang berani bertingkah pengecut!" teriaknya marah sembari mencoba untuk berdiri.

Kini, di tengah laga hadir seorang laki laki tua, tapi masih terlihat gagah berdiri dengan kaki pasang kuda-kuda. Lelaki ini memakai baju tanpa lengan dan celana gombrong dengan caping lebar menutup kepalanya. Sudah dipastikan bahwa orang inilah yang baru saja menendang tubuh Si Pengumpul hingga terpental.

Tanpa memperdulikan kemarahan Si Pengumpul, sosok yang baru datang terlihat meloncat ke arah bentangan rantai yang terikat oleh selendang kabut Nyi Nimas. Telapak tangannya terlihat memerak dan dengan gerakan cepat, menyentil rantai-rantai tadi.

"Tring! Tass!!"

Lima rantai terputus oleh tangan kanannya, dan lima lagi oleh tangan kirinya. Begitu terputus, rantai tembaga yang mengikat Bunga rontok berubah jadi debu. Pun, yang saling membelit dengan selendang Nimas. Namun,  akibatnya, Bunga yang tidak bisa menguasai tubuhnya terlihat terhuyung, sementara Nimas terjengkang muntah darah akibat tekanan tarikan. Bumbung Sakti terlontar membentur pohon karena daya tarik dari dua rantai yang terikat di sana.

Si Pengumpul terlihat sangat marah melihat hal itu dan melompat ke arah sang pembokong. Kedua lengan terkembang dengan telapak tangan terbuka. Masih melayang di udara, ia takupkan kedua tangan seolah ingin menangkap nyamuk. Namun, musuhnya kali ini, bukanlah orang dengan kepandaian rendah. Tubuhnya, meloncat menghindar ke atas dan kembali melakukan tendangan dengan kaki kanan yang disertai tenaga dalam.

"Bug!"

Tendangan telak mengenai kepala Si Pengumpul membuatnya kembali terlontar dan jatuh dengan suara degum keras. Sementara, Si Sosok Bercaping, gerakan menendang tadi juga sekaligus menjadi pijakan untuk melompat ke arah bumbung sakti berada. Begitu bumbung terpegang, ia sentakan sampai putus rantai yang terikat di pohon. Setelahnya, bumbung ia lontarkan ke atas dan dihantamnya dengan Pukulan Telapak Perak Gajah Mungkur. Pukulan yang sang pendekar dapat kala berguru pada seorang sakti di Gajah Mungkur di masa mudanya dulu. Bumbung seketika meledak dengan suara keras dan hancur menjadi debu disertai jerit-jerit memilukan roh yang selama ini terpenjara, terlihat melesat ke segala penjuru dalam bermacam bentuk.

Di waktu yang hampir bersamaan dengan hancurnya bumbung sakti, Si Pengumpul terlihat duduk bersimpuh dengan memegang kepala, yang dirasanya sakit luar biasa. Kembali tubuhnya diselimuti kabut hitam bergulung-gulung. Sepintas lalu, terlihat tubuhnya kembali ke bentuk semula.

"Nimas, kau tidak apa-apa?" ujar sosok penolong yang begitu menghancurkan Bumbung, melompat ke arah Dahyang Penghuni Lemah Papras itu.

"Angking, kk_kaukahh ini?"

"Nimas!"

Belum sempat menjawab, tubuh Nyi Nimas terkulai. Untunglah, si penolong yang dipangging Angking oleh Nimas sigap menangkap tubuh si wanita sehingga tidak terjatuh.

"Guru!" teriak Bunga, dengan tubuh masih sedikit limbung.

"Tidak apa-apa, Nduk. Gurumu hanya lemas karena terkuras tenaga dalamnya."

"Syukurlah, terima kasih, Kisanak," ujar Bunga sembari mencoba mengintip wajah di balik caping penolong mereka. "Kalau boleh tahu, siapa nama kisanak?"

Seolah tahu apa yang dilakukan oleh Dewi Bunga Mayat,  Angkring menundukkan kepala.

"Aku bunuh kalian semuaaa... Uhwohhhh!!"

Serangkum kabut hitam datang. Ternyata, begitu bisa menguasai tubuhnya, Si Pengumpul menyerang kembali dengan pukulan andalannya. Satu tombak serangan sampai tujuan, tiba-tiba kabut berhenti bergerak. Di belakangnya terlihat Si Pengumpul Roh berdiri seolah tubuhnya terikat, dan sedang berusaha keras untuk melepaskan diri.

Ternyata, begitu serangan tadi datang Bunga tidak tinggal diam. Ia segera keluarkan Kabut Peremuk Tulang untuk menahan serangan sekaligus, mengunci gerak Si Pengumpul. Sayang, tenaga dalam Bunga pun belum sepenuhnya pulih. Usaha Si Pengumpul Roh untuk melepaskan diri dari ikatan kabut sepertinya akan berhasil. Melihat hal itu, Pria Bercaping tidak tinggal diam. Dengan jari dari telapak tangan kanannya yang memerak, ia terlihat membuat gerakan menyentil.

Selarik cahaya perak melesat ke arah Si Pengumpul Roh membuat tubuhnya terlempar ke belakang sejauh empat tombak.
Terkapar dengan tubuh kelojotan.

Melihat musuh masih hidup, Bunga bersiap melompat untuk menuntaskannya, tapi sebuah tangan lembut menahannya.

"N_nduk, sudah cukup."

Ternyata yang menahannya adalah sang guru yang sudah siuman dari pingsannya.

"Tapi_"

"Lihatlah ke ufuk timur," potong Nimas Ageng Nyamat, "waktu kita, terutama kau tinggal sedikit. Kita harus lekas sampai di Lemah Papras."

Bunga mengedarkan pandang. Ternyata, apa yang dikatakan gurunya benar. Ufuk sudah memerah di sisi timur dan itu sangat berbahaya bagi mereka terlebih, dengan kondisi tenaga dalam yang nyaris terkuras habis.

"Eh, kemana kisanak yang menolong kita tadi?" gumam Bunga sambil menoleh kanan kiri mencari sosok pria bercaping.

"Angking Ukri, maksudmu?"

"Oh, namanya Angking Ukri? Guru mengenalnya? Si_"

"Sudah," potong Nimas Ageng, "kau masih punya cukup tenaga dalam, 'kan, Nduk? Ayo, segera ke Lemah Papras. Soal siapa Angking Ukri, nanti aku ceritakan. Kau juga ingin tahu banyak hal tentang dirimu juga kan, Nduk?"

Dewi Bunga Mayat mengangguk. Tangannya memeluk tubuh gurunya dan mulutnya terlihat komat-kamit merapal ilmu pemanggil kabut. Kabut tipis kembali datang menyelimuti tubuh guru murid itu, menebal, dan melayang ke arah selatan.

Ke Lemah Papras.
.

TamaT
°
Depok, 180324
#skdkas #nggedabruse
_____________________________________
°
#skdkas

"Di mana sebenarnya Lemah Papras itu, Ki?" tanya Wiro pada pemilik kedai makan tempat di mana ia biasa singgah.

Aki Sukri seolah tidak mendengar apa yang ditanyakan oleh Wiro. Pandangannya jauh. Jauh melewati tatanan bangku yang kosong di kedainya. Melewati pintu warung ya itu, bahkan seolah menembus deretan pohon singkong di depan tempatnya berjualan.

"Ki?"

Aki Sukri masih terlihat seperti semula. Pandangannya kosong. Saat itu di pikirannya kembali terlintas akan masa lalunya dengan penghuni Lemah Papras itu. Kisah  perselisihannya dengan Sinto Gendeng karena wanita ghaib itu seolah diputar ulang kembali.

Melihat hal itu, Wiro memutuskan untuk ikut terdiam. Ia berpikir bukan saat yang tepat untuk memuaskan rasa ingin tahunya, akan Lemah Papras. Wiro kemudian berdiri dan tanpa bicara, beranjak dari kedai setelah sebelumnya menaruh beberapa keping uang di meja kedai.
®

Wiro Sableng 212 ala depeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang