JAWABAN

316 20 0
                                    

Angin bersemilir dengan lembut, menari-nari di antara rambut Pandu yang hitam mengilap. Dia duduk dengan tenang di taman yang dipenuhi dengan kehidupan yang sibuk. Di antara gemuruh dan hiruk-pikuk Kota Jakarta, Pandu menikmati kesederhanaan momen ini, memandang dengan senyum hangat pada orang-orang yang berlalu-lalang di depannya.

Mata Pandu terpaku pada seorang anak kecil yang berlari dengan penuh semangat, tangan erat memegang es krim yang menyegarkan. Senyum mengembang di bibir Pandu, mengingatkan dirinya akan masa kecil yang penuh dengan kegembiraan. Wajah anak itu memancarkan sukacita yang tak terbendung, mengingatkan Pandu akan betapa bahagianya ia dulu hanya dengan sejumput es krim yang diberikan oleh sang papa.

Napas Pandu terdengar panjang, sebagai upaya untuk mengusir rasa lelah yang merasuki tubuhnya. Kehidupan, dengan segala keindahannya, memang tak pernah berhenti. Namun, semakin lama berlalu, Pandu semakin terombang-ambing dalam keraguan tentang apa yang harus ia lakukan di masa depan.

Pemikiran-pemikiran terakhir ini telah menghantuinya, terutama setelah mengetahui bahwa sepupunya, Gabriel, menemukan cinta sejatinya. Pandu tak pernah membayangkan bahwa Gabriel, yang selalu meragukan keberadaan cinta dan menjunjung bebasnya, akan jatuh hati kepada seorang aktor terkenal seperti Fauzan Adipatih.

Pandu Darmawangsa, lelaki yang kerap memikat hati orang dengan wajah tampan dan suara merdunya, memanfaatkan akhir pekan ini untuk merenung dan melupakan segala kepenatan yang menumpuk akibat jadwal yang padat. Ia berusaha melupakan rencananya untuk menjalin hubungan serius dengan seseorang. Kehadiran Gabriel dan Fauzan dalam hidupnya membuatnya meragukan prinsip hidup bebas yang selama ini diyakininya.

Kemudian, pikirannya pun melayang ke percakapan dia bersama Gabriel beberapa hari lalu-percakapan yang membuat Pandu kini merenung tentang keputusannya sendiri.

"Kok lu bisa berani sih, Gab?" Pertanyaan tiba-tiba dari Pandu membuat Gabriel menoleh setelah memukul bola golfnya untuk melambung tinggi.

"Berani apaan?" Gabriel tidak mengerti apa yang Pandu maksud, makanya lelaki itu bertanya balik.

"Mencintai dan dicintai," ucap Pandu, suaranya terdengar rendah, seolah hanya Gabriel yang diizinkan untuk mendengar perkataannya.

"Kalau orangnya Fauzan, gua gak pernah takut, Ndu," balas Gabriel tanpa ragu. "Mungkin ini terdengar konyol dan bucin buat lu tapi being with him feels like coming home. His presence is so comforting, like I've finally found where I belong. I feel safe and secure, knowing that he's by my side. He supports me in ways I never imagined, encouraging me to chase after my goals and reminding me of my strengths when doubts creep in."

Mendengarnya, sontak bayangan Panji muncul di kepalanya. Lelaki yang punya senyum menyebalkan itu selalu punya cara untuk membuatnya tertawa, membiarkan Pandu melakukan apapun tanpa pernah marah. Pandu tahu dirinya keras kepala, tapi Panji memperlakukannya dengan lembut, membuatnya nyaman. Ia menyukai saat Panji memeluknya di hari-hari buruknya; Pandu menyadari bahwa Panji membuatnya berdebar tak karuan, padahal mereka hanya makan siang sambil berpegangan tangan.

Perkataan Gabriel membuat Pandu mengingat Panji.

Tak mendapatkan balasan apapun dari lawan bicaranya, Gabriel pun melanjutkan perkataannya, "Gua paham apa yang lu rasakan sekarang, Ndu. Tapi ini udah terlalu jauh. Lu ngebiarin Panji masuk ke hidup lu sebagai friend with benefit, padahal gua tahu kalau lu menginginkan lebih dari itu," Gabriel sengaja menjeda perkataannya. "Hati lu menginginkannya." Menekan setiap katanya untuk menyadarkan sepupunya.

"Dulu gua gak masalah soal lu ganti-ganti pacar. Gua pikir itu urusan lu dan gua gak berhak buat ngatur lu juga. Tapi sekarang gua sadar, cara lu ganti-ganti pacar itu cuma buat menghindari diri lu dari kenyataan kalau hati lu menginginkan Panji. Cara lu natap mantan-mantan lu dan Panji tuh beda banget."

Best Mistake - PondPhuwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang