Rencana Pandu tampaknya berjalan sempurna. Tidak ada lagi gosip yang tersebar tentang dirinya dan Panji; semua orang telah mengalihkan perhatian mereka kepada pacar barunya, Adnan Wijaya. Adnan, menurut Pandu, adalah seseorang yang cukup bisa dipercaya karena dia menjabat sebagai Ketua OSIS, dan sekarang tidak ada lagi yang mengganggunya di sekolah. Hidupnya yang tenang akan kembali, seperti sebelum kedatangan Panji. Namun, pikiran-pikirannya harus terhenti begitu saja ketika Adnan menatapnya dengan lesu, lalu menunduk seolah-olah ia melakukan kesalahan.
"Kita putus aja ya," ujar Adnan tiba-tiba, membuat Pandu terbelalak dan tidak percaya.
"Apa-apaan ini?" gumam Pandu dalam hatinya. Hubungan mereka belum genap satu minggu, tapi Adnan sudah menyerah begitu saja. Dan seorang Pandu Darmawangsa diputuskan begitu saja? Sungguh konyol. Sangat konyol. Berapa banyak orang yang menginginkan Pandu, tapi Pandu memilih dia.
"Kenapa?" tanya Pandu, mencoba untuk tetap tenang meskipun segala jawaban tetap membuat Pandu murka, tapi ia butuh alasan. Alasan mengapa ia dicampakkan.
"Dia bukan lawan sepadan buat gua." Lelaki itu menghembuskan napas lelahnya, "Gua tau gua pengecut karena nyerah gitu aja. But he's the Aloskara. Kehidupan gua di sekolah ini bisa hancur kalau cari masalah sama dia."
Mendengarnya, sontak Pandu mengepalkan tangannya. Panji Aloskara. Lelaki itu benar-benar tidak berhenti untuk mencampuri urusannya. Sebenarnya maunya apa sih?
Langkah kaki Pandu yang bergema di lorong sekolah menarik perhatian beberapa orang yang melihatnya. Mereka penasaran mengapa lelaki tampan itu terlihat begitu dingin dengan tatapan tajam yang menimbulkan rasa takut. Dari informasi yang diterima Pandu, Panji saat ini berada di ruang musik. Lelaki yang lebih tua itu tampaknya sangat tenang, meskipun telah mengganggu kehidupan Pandu selama beberapa minggu terakhir.
Sampai di depan pintu ruang musik, Pandu berhenti sejenak untuk menenangkan diri. Dia bernapas dalam-dalam, mencoba meredakan amarahnya yang meluap-luap. Ketika dia akhirnya membuka pintu dan memasuki ruangan itu, dia melihat Panji duduk di depan piano, tenggelam dalam melodi yang dia mainkan.
Panji tampak begitu tenang, hampir tidak terganggu oleh kedatangan Pandu. Dia terus bermain piano dengan gerakan jari-jari yang halus dan ekspresi wajah yang begitu mendalami setiap nada. Pandu merasa seakan-akan dia adalah satu-satunya yang marah, satu-satunya yang terpengaruh oleh permainan yang telah dibuat Panji.
"PANJI!" Panggil Pandu dengan suara penuh amarah. Panji menghentikan permainannya dan menoleh ke arah Pandu, senyumnya menyebalkan.
"Hi, my pretty doll," sapa Panji dengan suara berat, bahkan Pandu bisa menangkap seringaian menyebalkan di wajah Panji. Seolah-olah Panji memang sedang menunggunya, menanti masuk ke perangkap.
"Bangsat. Lu ngomong apa ke Adnan, hah?" bentak Pandu, langkahnya mendekati Panji dengan langkah-langkah yang tegas.
"Kenapa? Lu penasaran ya?" suara Panji terdengar begitu menyebalkan di gendang telinga Pandu. Bahkan saat lelaki itu menepuk sisi sofa panjang di sampingnya sambil berkata, "Sini dong, duduk dulu." Rasanya Pandu ingin murka.
"Gua lagi serius ya, Panji," ucap Pandu dengan penuh penekanan.
Mendengarnya, sontak Panji terkekeh pelan. "Emang kapan gua bercanda? Gua juga lagi serius nih."
"Bisa gak sih lu tuh jauh-jauh dari hidup gua? Gua pusing ladenin permainan konyol lu ini." Pandu menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya yang pusing bukan main.
"Nanti lu kangen loh kalau gua gak ada," ucap Panji dengan senyum menyebalkan, disertai kedipan mata. Sungguh, Pandu benar-benar kesal.
"Bahkan kalau lu hilang dari dunia ini, gua gak akan kangen," seru Pandu dengan nada kesal. Lelaki dihadapannya ini sudah Pandu nobatkan sebagai lelaki nomor satu yang paling menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Mistake - PondPhuwin
FanficPandu Darmawangsa dikenal sebagai sosok yang berpegang teguh dengan prinsipnya. Namun, malam itu semuanya musnah. Prinsip serta harga dirinya. Ia luluh pada lelaki bernama Panji Aloskara.