BABAK BARU

525 23 0
                                    

Cahaya sore memasuki ruangan, menyinari dapur apartemen Panji dengan lembut, menciptakan bayangan halus yang terpantul di dinding putih. Bunyi lembut dari potongan-potongan bawang yang jatuh ke penggorengan memecah keheningan.

Tanpa diduga, tangan hangat menyentuh pinggangnya dari belakang. Pemuda itu terkejut sejenak sebelum tersenyum pelan, merasakan kehadiran yang dikenal begitu baik. Panji, dengan gerakan yang lembut, memeluknya erat. Tangan lelaki itu bergerak perlahan dari pinggangnya naik ke atas, merangkulnya dengan lembut. Rasa hangat dari tubuhnya menyatu dengan tubuh lelaki yang lebih tua itu, mengirimkan getaran yang menenangkan.

Hari ini adalah hari yang sudah tercatat dalam perjanjian mereka. Ini adalah jadwal mereka untuk bertemu dan menghabiskan waktu bersama sepanjang hari.

"Masak apa?" tanya Panji, suaranya penuh kegembiraan, sembari menaruh dagunya di bahu Pandu yang lebih muda, memejamkan matanya menikmati aroma masakan yang menguar. Harum nasi goreng yang sedang dimasak oleh Pandu memenuhi ruangan, tercampur dengan wangi manis dari tubuh Pandu yang hangat dalam pelukannya.

"Nasi goreng," jawab Pandu dengan lembut. "Waktu itu, lu minta gua masakin nasi goreng kan?" tambahnya sambil tersenyum.

"Serius?!" Mata Panji berbinar senang seperti anak kecil. Lelaki itu melepaskan pelukannya pada Pandu dan berdiri di sampingnya. Pandu menoleh, melihat bagaimana Panji dengan penuh antusias menatap masakannya seolah-olah itu adalah hidangan istimewa yang sangat dinantikan, meskipun sebenarnya hanya nasi goreng biasa.

"Makasih ya," ucap Panji dengan tulus sebelum mencoba memberikan kecupan pada bibir Pandu. Namun, Pandu mengangkat tangan dengan cepat untuk menghentikannya.

"Gak mau cium-cium. Tadi lu abis ngerokok kan?" kata Pandu sambil menempatkan jari telunjuknya di bibir Panji, lalu menggelengkan kepala.

Beberapa kali Pandu mengeluh saat Panji merokok, meskipun tidak berada di dekatnya. Pandu dengan jelas merasakan bau rokok pada nafas Panji, sehingga ia enggan menciumnya saat itu.

Panji tertawa kecil. "I don't smoke anymore, Ndu. If you don't believe me, just kiss me right now." Dia menyentuh tangan Pandu dengan lembut.

Mendengarnya, sontak alis Pandu terangkat, bingung. "You don't smoke anymore?" tanya Pandu, matanya memandang Panji dengan heran.

"I quit," jawab Panji dengan senyum tipis. Tangannya mengangkat perlahan untuk menyentuh bibir Pandu. "I'd rather taste your lips than cigarettes."

"Nji, gua lagi serius lho!" keluh Pandu dengan sedikit kesal, suaranya menggema di dapur apartemen Panji.

"Gua juga serius. Gua udah gak ngerokok dari beberapa hari lalu. Lagian gak baik buat kesehatan lu." Kini Panji berbicara dengan serius, matanya menatap lembut ke arah Pandu. Namun, keseriusan itu justru semakin membingungkan Pandu.

Seingat Pandu, Panji sudah merokok sejak mereka masih di sekolah menengah atas. Kebiasaan merokok itu sudah terlalu lama, dan awalnya muncul karena Panji sering merasa stres.

"You really quit because of me?" tanya Pandu, suaranya bergetar dengan campuran rasa terkejut dan haru. Ia sudah mematikan kompor sejak tadi, fokusnya kini sepenuhnya tertuju pada Panji.

"Yes, my pretty doll," jawab Panji dengan lembut, matanya memancarkan kejujuran dan kasih sayang yang tulus.

Pandu terdiam, dadanya terasa penuh dengan perasaan hangat. Baginya, keputusan Panji untuk berhenti merokok menjadi sebuah tanda kasih sayang yang mendalam. Panji begitu mencintainya, membuat Pandu merutuki keputusannya tentang perjanjian yang diajukan bulan lalu. Sekarang, ia merasa terjebak dan tidak tahu bagaimana mengatakan pada Panji bahwa ia ingin mengakhiri perjanjian mereka.

Best Mistake - PondPhuwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang