15

52 8 0
                                    

Di siang hari, lapangan basket indoor telah terisi tim yang Lee Min-Ho bentuk. Setiap orang hanya menatap ngeri melihat Min-Ho yang sedang bermain sendiri, berusaha memasukkan bola ke dalam ring.Suasana hati seorang Min-Ho kembali rusak. Mereka pun tidak tahu apa yang membuat laki-laki itu seperti sekarang.

Bola yang sering ia pantulkan, jika itu bisa berbicara, mungkin benda bulat itu akan menangis--memohon untuk berhenti.

Orang lain tidak ada yang berani menegurnya. Bahkan mereka telah melakukan ini, duduk dengan menyilangkan kedua kakinya sembari melihat Min-Ho menyiksa bola basket selama lebih dari sejam.

Seseorang menyenggol sikut orang lain lalu orang itu kembali membalas. Mereka saling melempar agar ada di antara mereka yang memberanikan diri untuk berbicara dengan kapten mereka.

"Felix, bicaralah padanya! Aku tidak bisa terus menunggu seperti ini. Jika tidak segera latihan, bukankah lebih baik aku mencari uang? Aku bahkan meminta izin pada Yoon-Gi hyung karena latihan basket."

Seung-Min berbisik di dekat telinga Felix. Yoon-Gi yang ia sebut adalah pemilik kafe tempat ia bekerja. Yoon-Gi mengizinkan karena ia juga ikut dalam tim basket semasa remajanya. Laki-laki itu pun paham, bagaimana rasa debaran jantungnya ketika sedang bermain basket. Rasa antusias anak remaja seusia Seung-Min menginginkan permainan yang menawan. Ia pun mendukung hal yang disukai Seung-Min, bahkan ia menganggap pemuda itu sebagai adiknya, meskipun ia orang yang adil, tidak membeda-bedakan pekerja lain di kafenya.

Seung-Min mulai tidak enak pada Yoon-Gi. Bagaimana tidak, jika ia izin untuk latihan, tetapi setibanya ia justru hanya sebagai penonton seorang laki-laki yang sedang berkelahi dengan bola basket.

Ketika Felix berusaha mendekati Min-Ho, itu pun di dorong oleh beberapa orang yang menyetujui ide Seung-Min agar ia yang berbicara pada sang kapten. Dengan terpaksa, dirinya dengan menyeret kedua kakinya perlahan-lahan dan Felix pun mendapatkan kepalan tangan orang-orang untuk menyemangati.

Pada waktu Min-Ho hendak melempar bola ke dalam ring, justru bola itu memantul kembali karena mengenai papan ring. Bola itu mengarah pada Felix. Felix dapat melihat itu, tetapi matanya lebih dulu tertutup dengan refleks tubuh yang diterima dari otaknya. Pendengarannya pun dapat mendengar teriakan seseorang menyebut namanya. Ia mengenal suaranya, jika itu tidak salah untuk menebak siapa.

Felix tidak merasakan apapun. Tubuhnya hanya mematung dengan tangannya yang saling menggenggam, kedua mata yang tertutup rapat. Tubuhnya tidak merasakan sakit akibat bola yang mengarah padanya. Ketika penasaran, bagaimana bola itu berakhir tidak menyakitinya. Ia membuka mata.

Betapa terkejutnya. Ada seseorang yang berdiri di depannya. Melihat ke arahnya, bahkan menurutnya ini terlalu dekat. Felix bisa merasakan napas seseorang menyapu rambut yang menutupi dahinya.

“Apa-apaan kau ini! Kau hampir saja melukai Felix!” Suara itu cukup keras dan juga ada rasa khawatir. Orang itu langsung menghampiri Min-Ho yang masih mencerna suasa yang ada.

“Memang kau pikir aku sengaja?” Min-Ho pun membalas dengan berteriak pula.

Laki-laki di hadapan Felix pun memutar tubuhnya. Melangkah mendekati dua manusia yang sedang saling melempar amarah.

“Apa kau sedang bertengkar dengan kekasihmu?”Pemuda itu masih dengan langkahnya mendekati keduanya.

Ch! Mworago?” Min-Ho sedikit tidak terima. Tetapi apa yang dikatakan laki-laki ini tidaklah salah.

“Benar yang dikatakan Hyun-Jin. Apa kau kembali bertengkar dengan kekasihmu itu? Kau akan melampiaskan pada semua hal ketika suasana hatimu jelek karena perempuan itu. Apa kau sadar itu? Kau bahkan hampir melukai Felix.” Han Ji-Sung cukup kesal. Melihat bagaimana bola yang memantul itu, jika terkena wajah Felix, ia tidak bisa membayangkannya. Mungkin saja Felix akan mendapatkan pendarahan di hidungnya atau tulang hidungnya akan patah.

Eccedentesiast [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang