Jika bagi kebanyakan orang, keramaian adalah hal yang begitu menyenangkan. Maka bagiku, kesunyian adalah hal yang paling menenangkan. Aku tidak nyaman berada di dalam keramaian, rasanya terlalu bising. Aku tidak dapat menemukan ketenangan di antara ramainya insan yang berlalu lalang. Aku bukan orang yang tidak bisa bersosialisasi, aku hanya senang berdiam diri. Di tengah keramaian tenagaku rasanya akan cepat terkuras habis. Maka dari itu, bagiku menyendiri adalah hal yang paling tepat.
Aku menatap deretan buku yang berjejer rapi di dalam rak perpustakaan. Pandanganku pengembara, membaca satu-persatu judul buku yang terletak di sana. Pandanganku terhenti pada senja novel bertajuk “Pulang” karya Tere Liye yang berada di rak paling atas. Tampaknya aku akan sedikit kesulitan untuk mengambilnya. Aku mengedarkan pandanganku, mencoba mencari sesuatu yang dapat membantuku. Hingga akhirnya pandanganku tertuju pada sebuah rotan panjang milik penjaga perpustakaan. Aku mengambil rotan itu kemudian menggunakannya untuk mengambil buku. Aku mendorong buku tersebut agar terjatuh kemudian aku akan menangkapnya.
Namun, sepertinya keberuntungan tidak berpihak padaku. Bukannya tidak jatuh ke arahku, buku itu justru jatuh ke arah seberang. Keterkejutanku bertambah ketika aku mendengar sebuah suara benda yang menimpa sesuatu dengan keras, terlebih lagi aku mendengar suara ringisan seseorang.
“Oh, God!”
Tampaknya buku itu terjatuh mengenai seseorang di seberang rak buku itu. Dengan cepat aku bergerak ke seberang. Keterkejutanku tidak berhenti di sana ketika melihat sosok yang begitu aku kenali kini tengah mengusap kepalanya. Pandanganku tertuju pada novel yang ada di tangannya. Itu novel yang hendak aku ambil tadi. Oh, sial.
Tubuhku rasanya tiba-tiba kaku, terlebih ketika ia menoleh dan menatapku dengan pandangan yang tidak bisa aku artikan. Tuhan, apakah ia marah? Ah, tentu saja. Siapa yang tidak marah jika berada di posisinya? Pasti kepalanya terasa sakit sekarang.
Dengan ragu aku melangkah mendekat, pandanganku masih terkunci pada sosoknya. Aku menatap wajah itu dengan lekat. Wajah yang terlihat begitu tenang, setenang samudera. Belum sempat aku membuka suara, tiba-tiba ia menaikkan sebelah alisnya dan mengangkat buku di tangannya seolah tengah bertanya ‘Apakah aku yang membuat buku itu terjatuh ke arahnya?’
Bibirku terasa sangat kelu. Aku benar-benar tidak mampu mengeluarkan suaraku. Detak jantungku terasa sangat cepat, sementara wajahku terasa panas. Tuhan, aku bingung dengan situasi sekarang ini. Langkahku terhenti, aku tidak sanggup mendekat ke arahnya. Sungguh payah sekali diriku ini.
“Maaf,” gumamku pada akhirnya—dengan susah payah.
Ia mendekat ke arahku, dan itu membuat tubuhku semakin membeku. Pandangan kami kembali bertemu. Tepat ketika berada di hadapanku, ia berhenti dan menyerahkan novel itu ke arahku. Sejenak aku terdiam, tubuhku rasanya begitu kaku untuk digerakkan. Pandanganku turun, tertuju pada sebuah name tag kecil yang ada di bajunya. Lagi, aku kembali mengatupkan bibirku ketika membaca sebuah nama yang tertulis di sana.
“Buku.”
Aku tersentak ketika ia kembali bersuara. Dengan cepat aku segera meraih buku itu, sementara pandanganku kembali tertuju pada wajahnya tepatnya pada kedua matanya. Sampai akhirnya ia kembali bergerak, melangkah hendak meninggalkanku. Namun, samar-samar aku mendengarnya berbisik pelan.
“Lain kali, gunakan kursi untuk mengambilnya.”
Degup jantungku kembali menggila, berdetak dengan sangat cepat. Perlahan aku membalikkan tubuhku, menatap punggungnya yang semakin menjauh. Punggung yang sangat tegap terbalut oleh seragam sekolah yang begitu pas di tubuhnya. Aku menurunkan pandanganku pada buku di tanganku kemudian kembali menatapnya yang semakin jauh dari pandanganku. Tanpa dapat kutahan, aku menyunggingkan sebuah senyuman.
“Aksara Buming Bagaskara.”
Itu namanya.
•••
Suka? Semoga, ya. Jangan lupa komen dan vote nya. Berikan ulasan untuk saya atau sampaikan apapun yang ingin kamu sampaikan kepada saya. Terimakasih telah menyukai karya saya, sampai bertemu di lain waktu!
warning : don't plagiatisme‼️
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀ksara 𝐒emesta [ON GOING]
Random⚠no copas⚠ Teringat sisa memori... Tentang dua atma yang di paksa berhenti karena perasaan yang berbeda. -𝐀ksara 𝐒emesta