1. Senorita

209 9 1
                                    

Musim panas di Propinsi Salvador Timur pada tahun 2001. Sinar jingga begitu indah menjelang petang. Angin yang kencang membelai rambut panjang seorang gadis.

Sebut saja Senorita (nona), karena semua pengunjung kafe memanggilnya dengan nama itu.

Usianya baru 20 tahun. Dia memiliki postur tubuh yang proporsional. Dan selalu cantik dengan lekuk pinggang yang kecil, dengan dada dan bokong yang berisi padat.

Semua jenis kain terlihat bak sebuah maha karya terbaik saat dia kenakan, termasuk stelan pelayan warna merah muda itu. Dia berhasil membuat para laki-laki meneguk liurnya dalam setiap penampilan.

"Senorita, aku mau kopi!"

"Hei, Senorita!"

"Aku mau kau bawakan desert yang nikmat sepertimu, Senorita!"

Oh astaga! Para pengunjung itu sangat ricuh seolah mereka sedang mengantri tiket untuk naik biang lala di taman hiburan!

Jamesh, pria botak pemilik kafe hanya geleng-geleng sambil tersenyum tipis.

Sejak Senorita bekerja di kafenya, omset kafe naik drastis. Entah apa karena gadis itu amat cantik dan punya body yang bagus, atau karena Senorita sangat pintar melayani para pengunjung?

Hanya orang-orang itu yang tahu.

"Hei, Senorita! Apa yang sedang kau lakukan? Cepatlah muncul dan bawa pesanan mereka! Telingaku terasa mau pecah saja mendengar teriakan orang-orang itu!"

Gadis cantik dalam balutan stelan pendek warna pink itu melirik ke arah sumber suara bariton tersebut. Dahinya tampak keringatan. Senorita geleng-geleng dengan wajah bosan .

"Aku akan segera ke sana," ucapanya dengan acuh.

Sambil berdiri di meja kasir, Jamesh melirik ke arah Senorita. Dipandanginya gadis itu pergi.

Senorita melangkah dengan anggun. Tangannya memegang talam berisi dua cangkir kopi dan makanan ringan. Gadis itu berjalan sudah seperti di atas catwalk saja. Jamesh geleng-geleng dibuatnya.

"Silakan Tuan Tuan."

Dengan sopan dan sambil tersenyum manis, ia meletakkan pesanan para pelanggan.

Dia tahu mata liar itu sedang menggodanya. Namun, dia tidak peduli meski memang kedua payudaranya terlalu besar dan mungkin itu yang membuat dua orang pria ini kepanasan.

"Kau, boleh aku minta nomor ponselmu ?"

Tiba-tiba saja seorang pria mengusap lengan Senorita. Dia menyeringai saat mata gadis itu terangkat ke wajahnya.

Gadis muda ini terlalu seksi dan cantik untuk menjadi pelayan kafe saja, pikirnya. Mata liar itu tidak luput dari kedua bongkahan besar di bagian depan tubuh Senorita.

Gadis dalam balutan stelan pink itu tersenyum ramah seraya menggeleng. "Maaf, Tuan. Saya tidak menggunakan ponsel."

Mendengar penuturan Senorita, dua orang pria itu saling pandang. "Begitu rupanya."

Gadis itu cuma mengangguk kecil sambil memegang talam keemasan di tangannya.

"Bagaimana jika aku belikan ponsel untukmu? Kurasa kau juga membutuhkannya." Pria itu bicara lagi. Sepertinya dia tidak mau melepaskan si pelayan cantik di hadapannya.

Rekannya cuma manggut-manggut menanggapi saat pria itu melirik padanya.

Senorita tersenyum hangat. "Ah, terima kasih, Tuan. Namun, radiasi ponsel tidak cocok untuk mata saya."

Kedua orang pria itu saling pandang lagi. Dan Senorita hanya mengulum senyumnya. Dia sangat paham dengan apa yang ada di dalam otak kotor dua orang itu. Namun, Jamesh akan memecatnya jika dia ketus pada pelanggan.

SENORITA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang