10. Dilema Panjang

15 1 0
                                    

Praira de Lopes Mendes, airnya terlihat bening bak pecahan kristal. Lautnya yang luas memantulkan panorama langit yang kebiruan.

Biru terang, seperti manik mata Shawn.

Senorita berdiri di tepi Pantai Lopes Mendes sore itu. Bikini warna putih membalut tubuhnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai. Begitu indah saat angin laut menerpanya.

"Noah ingin mengenalkan seseorang padamu. Bisakah kita ke resort sekarang? Aku juga bosan kelamaan di sini."

Manik hijau itu melirik pada gadis yang baru saja berdiri di sampingnya. Bikini warna kuning tampak bagus di kulit eksotis Ester. Mata gadis berambut keriting itu memicing menahan sinar panas yang menerpanya.

Dihela napas panjang oleh Senorita."Kau pergi duluan saja. Aku mau coba berselancar dulu," ucapnya dengan acuh. Segera ia kenakan kacamata hitam, lantas berlari menuju laut sambil membawa papan selancar.

Ester geleng-geleng. "Putus cinta sudah merusak otaknya," gerutunya lantas pergi.

Tiga bulan sudah berlalu. Namun, Senorita kesulitan melupakan Shawn dan malam panas mereka di hotel. Ester mengajaknya melihat pantai saat hari weekend. Dia berharap Senorita bisa sedikit melupakan masalahnya.

Sementara di kafe Jamesh hari ini sangat kacau. Para pengunjung terus beteriak dan menanyakan Senorita. Si botak jadi geram. Beberapa kali dia coba menghubungi Ester dan Senorita. Sayangnya, dua orang karyawannya itu sudah memblokir nomor Jamesh.

"Brengsek!"

Jamesh cuma bisa geleng-geleng melihat para pengunjung meninggalkan kafe dengan wajah kecewa.

Dia yang murka berjanji akan memotong gaji Senorita dan Ester. Juga tidak memberinya uang tip selama satu bulan. Huh! Dia memang bos yang pelit!

Persetan dengan si botak!

Senorita mulai berselancar di antara ombak-ombak yang ramah. Apa dia sedang menantang maut? Mungkin, karena kesulitan melupakan Shawn lebih baik mati saja.

Riak ombak mengingatkan dia akan napas berat pemuda itu saat menyentuh telinganya dengan ciuman lembut. Juga desahan dan sensasi gila itu, mana bisa dia melupakannya begitu saja.

Dan entah kemana ombak Salvador membawa Shawn pergi. Sambil berdiri di tepi pantai, Senorita memandangi laut yang mulai sepi. Sialnya lagi, cuma senyuman manis Shawn yang muncul di sana.

Dia menyesal kenapa tidak lari dari pemuda itu. Dia memang harus lari sejak awal. Nyatanya dia selalu ada saat Shawn datang padanya. Ya, dia memnag bodoh!

"Hei, boleh aku meminjam papan selancarmu?"

Senorita segera membuka matanya. Fantasi liar itu buyar seketika saat terdengar suara seorang pria. Dia menoleh. Senyuman seorang pemuda menyambut dengan hangat.

"Aku Jason. Maaf jika sudah mengganggumu," ucap pemuda dengan pakaian ketat warna hitam itu.

Sorot matanya begitu hangat dan ramah. Namun, setelah insiden itu Senorita selalu waspada pada makhluk berbahaya yang disebut laki-laki.

Dengan acuh dia menatap pemuda di depannya. Wajahnya lumayan tampan dan dia tidak lebih tinggi dan Shawn.

Shit! Kenapa juga dia membandngkannya dengan bajingan itu?

Jason tersenyum hangat membalas tatapan gadis cantik di hadapannya.

"Ambilah! Aku akan segera pulang." Senorita bicara dengan acuh sambil menyodorkan papan selancarnya ke depan Jason.

Pemuda itu tersenyum. "Terima kasih. Lantas, jika kau akan segera pulang maka aku harus kembalikan ke mana papan selancarnya?" tanyanya.

Senorita tidak buru-buru menjawab. Matanya tampak berkelana sampai kemudian ia menunjuk ke arah cowok kurus yang sedang bicara dengan beberapa temannya.

SENORITA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang