Pujian Nyonya Naillo membuat Harriet segera tersenyum. Charlotte menatapnya sekilas, alisnya berkerut.
"Nyonya Naillo, bagaimana perasaan anda akhir-akhir ini? Apakah anda makan dengan baik?"
"Seperti yang diharapkan dari seseorang seusiaku. Apa yang bisa dilakukan orang tua selain menghitung hari-hari hingga kematian mereka, menjalani hidup hari demi hari?"
Duduk di samping Nonya Naillo dan bertanya tentang kondisinya, ia membelai sampul buku yang sedang dibacanya sebelum menjawab. Sikap pasrah dan anggun seseorang di senja kehidupan terpancar darinya. Aku mengulurkan tangan dan dengan lembut memegang tangannya yang keriput, lalu berkata.
"Jika ada yang anda butuhkan, jangan ragu untuk memberi tahu saya. Saya akan menjaga anak-anak dan cucu-cucu Anda, jadi jangan khawatir."
"Tuan kami sungguh baik hati. Kunjungan anda saja sudah sangat menghibur wanita tua ini. Hohoho..."
"...Sama halnya dengan saya, ini merupakan suatu penghiburan dan kegembiraan yang besar, karena saya merasa seperti mendapatkan seorang nenek."
Itu bukanlah sekadar kesopanan, tetapi kata yang tulus.
Aku telah menerima banyak bantuan dari Nyonya Naillo saat pertama kali pindah ke Kastil Arendelle. Dia selalu memperlakukanku dengan baik seolah-olah aku adalah cucunya sendiri. Setahun yang lalu, Nyonya Naillo masih sangat bersemangat...
"Waktu memang menakutkan. Saya selalu berpikir saya akan jatuh sakit perlahan-lahan, tetapi saya tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari saya akan kesulitan untuk berjalan... Ngomong-ngomong, Lady Charlotte?"
"Ah ,iya!"
"Anda mengatakan pemuda itu hanya seorang teman. Kalau begitu, bagaimana kalau mempertimbangkan putra ketiga kami? Saya pikir putra saya sangat baik."
"T-tidak, itu... saya..."
Sementara Charlotte kehilangan kata-kata, raut wajah Harriet perlahan berubah pucat. Merasa perlu mengganti topik, aku dengan santai mengangkat topik lain.
"Nyonya Naillo? Tentang buku yang anda sebutkan terakhir kali, saya sudah membacanya dan..."
* * *"Uwaah, saya sangat lelah... Apa anda baik-baik saja, Viscount?"
Setelah kembali ke Kastil Arendelle dan makan malam, aku baru sadar bahwa hari sudah larut. Aku selesai mandi dan berganti pakaian tidur. Melihat Charlotte kelelahan, aku menepuk bahunya dan menyemangatinya.
"Kau harus istirahat. Aku akan mengurus sisanya, jadi kembalilah ke kamarmu."
"Tetapi..."
"Tidak apa-apa."
Setelah menyuruh Charlotte yang bermata sayu kembali ke kamarnya, aku mulai bersiap tidur.
Perapian sudah diatur oleh pelayan dan masih hangat. Yang harus aku lakukan hanyalah menyisir rambut dan mengenakan topi tidur.
Dan meyalakan lilin beraroma untuk memenuhi ruangan dengan aroma lembut lavender, yang dikenal dapat membantu tidur nyenyak.
Aku duduk di samping tempat tidur, menatap cahaya lilin yang berkelap-kelip dalam kegelapan. Aku mendapati diriku tenggelam dalam pikiran, dunia yang tenang di malam hari hanya sesekali disela oleh bunyi derak kayu di perapian.
Sendirian dalam pikiranku, aku teringat percakapanku dengan Nyonya Naillo malam itu.
"Sebentar lagi, saya akan meninggalkan dunia ini, jadi saya pikir, mungkin sudah waktunya untuk mulai menata barang-barang yang telah saya kumpulkan. Saya mulai dari lemari pakaian saya, tentu saja, dengan bantuan para pelayan karena saya tidak bisa terlalu banyak bergerak. Anda tidak akan percaya apa yang saya temukan di lemari saya..."
Nyonya Naillo menunjukkan padaku sebuah cincin perak polos tanpa hiasan, matanya berkaca-kaca karena nostalgia saat dia membelainya.
"Cincin ini adalah hadiah dari suami saya, yang meninggal sepuluh tahun lalu, saat dia masih seorang bangsawan dan tidak mampu membeli hadiah mahal. Dia telah menabung dengan susah payah untuk membelikan ini untuk saya... dan saya kehilangannya tidak lama setelah kami menikah. Saya pikir cincin itu hilang untuk selamanya, tetapi ternyata, cincin itu tersembunyi di lemari pakaian, dari semua tempat..."
Mendengar ceritanya mengingatkanku pada sesuatu. Lima tahun yang lalu, ketika aku meninggalkan Kastil Valentino, aku telah mengemas beberapa barang dengan asal-asalan, dan beberapa barang disimpan dengan sembarangan.
Tetapi kemudian aku benar-benar lupa tentang hal itu karena terlalu sibuk dan berpikir aku akan menyelesaikannya nanti.
"....."
Aku menatap cahaya lilin, lalu bangkit dan mendekati lemari, memutuskan sudah waktunya untuk membereskan barang bawaan yang terbengkalai itu. Besok, aku akan sibuk lagi, dan jika aku tidak melakukannya sekarang, aku pasti akan lupa lagi.
'Tentunya ada di sekitar sini... Ah, ini dia.'
Aku membuka pintu lemari dan menemukan koper lama di dalamnya. Itu adalah tas kecil yang kumasukkan ke dalam lemari saat tiba di Kastil Arendelle dan benar-benar lupa.
Aku duduk di karpet, lalu meletakkan tas itu di hadapanku dan mulai mengeluarkan isinya.
Sebuah kantong berisi bunga kering, sebuah kartu pos berhiaskan dedaunan dan rumput, sebuah buku catatan kecil, sebuah buku harian lama, sebuah mutiara yang tidak diketahui asal usulnya, dan sebuah batu halus yang tampaknya diambil dari tepian sungai Veronis...
Itu adalah koleksi barang-barang yang tampaknya tidak berguna tetapi terlalu sentimental untuk dibuang.
Terakhir, saat aku membalikkan tas itu dan mengguncang-guncangkan semua isinya, sebuah koin kecil terjatuh ke karpet.
'...Ini...'
Saat aku langsung mengenali koin itu, aku terpaku dan berkedip karena tidak percaya.
Itu adalah koin Camillus Valentino.
Sebuah kenang-kenangan yang Theodore simpan dari Camillus.
'...Kenapa ini ada di sini?'
Aku mengambil koin itu sambil merasa bingung.
Koin itu terasa hangat seolah baru saja direndam dalam air hangat dan dikeluarkan. Seolah menyimpan kehangatan seseorang di dalamnya.
-次-
.
.
Vote Please
.
Thankyou
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Hates Me, But He Lost His Memories (Book II)
Romance✾ Novel Terjemahan Korea ✾ BOOK II Author(s) : Sisse 시세 # sebagian terjemahan diedit dengan kata-kata sendiri # terjemahan ini tidak 100% akurat #