"Tamannya indah."
Theodore berkata dengan senyum di wajahnya.
Aku berjalan di sampingnya dan menjawab dengan suara tenang. "....Ini karena pengurus kebun, betapa terampilnya dia."
"Senang mendengarnya.... Aku juga senang melihatmu baik-baik saja."
"......"
Kata-katanya menggantung di udara. Aku juga hampir saja membalas bahwa keadaannya tampak makin memburuk, tetapi aku menelan kata-kataku.
"Apa kau.. memilih bunga-bunga di sini sesuai kesukaanmu?"
"....Bisa di bilang begitu. Tapi Charlotte juga ikut memilih."
"Lantas, bunga apa yang paling kau suka?"
"Kurasa...aku suka bunga biru—seperti delphinium dan forget-me-not... meski bunga-bunga itu belum ada di taman ini."
Delphinium mekar pada bulan Juni, dan forget-me-not mekar pada bulan Agustus. Tapi aku bisa meminta pengurus kebun untuk menyediakan dan menanam beberapa bibit, karena keduanya tidak sulit untuk di dapat.
"Apa kau.. masih suka melukis?"
"Kadang-kadang."
Saat-saat ketika aku berpikir akan mencari uang dengan menjual lukisan terasa seperti kenangan yang jauh. Pada saat itu, aku tidak menyangka akan berakhir dengan memiliki gelar dan tempat tinggal seperti ini.
"Selama lima tahun terakhir..."
Theodore terdiam, menatap langit. Matanya lebih biru dari langit biru di atasnya.
"Terkadang, aku berpikir betapa sedikitnya pengetahuanku tentangmu."
"....."
"Apa yang kau suka dan tidak, apa yang kau lakukan saat tidak bisa tidur di malam hari, kapan waktu yang kau suka, jenis teh favoritmu..."
"....."
"Aku merasa sedih karena tidak mengetahui hal-hal kecil itu, dan aku jadi membenci diriku yang dulu karena tidak berusaha untuk mengenalmu."
Theodore kemudian menatapku dengan senyum getir di bibirnya. Aku merasa sulit untuk membalas tatapannya, jadi aku tanpa sengaja memalingkan wajahku.
Namun, aku langsung merasa menyesal atas reaksiku, tetapi sudah terlambat untuk menariknya kembali.
Suara Theodore terdengar berat karena kepasrahan dan kesedihan.
"Aku akan....tinggal di sini sebentar, lalu pergi."
"....."
"Jadi kau tidak perlu khawatir."
*
Jalan-jalan di taman berakhir dalam keheningan yang tidak nyaman.
Aku segera menyadari bahwa kesalahpahaman tersebut telah memperumit pembicaraan kami, tetapi untuk beberapa alasan, aku merasa sulit untuk memperbaikinya.
"Hubungan antarmanusia tetap menjadi tantangan, berapa pun usia seseorang. Hati manusia sama dalamnya dan tidak mudah di pahami seperti lautan..."
Kata-kata Nonya Naillo tiba-tiba muncul di pikiranku. Kata-katanya memang benar.
Kupikir aku sudah dewasa dan berpengalaman seiring bertambahnya usia, tetapi aku masih saja naif dalam hal hubungan.
Mungkin karena Theodore sangat berarti bagiku. Satu-satunya orang yang punya kekuatan untuk menyakitiku sedalam ini adalah Theodore Valentino itu sendiri.
Seringkali apa yang istimewa berjalan tidak sesuai harapan, dan begitu rumit.
"Viscount, sudah waktunya untuk pergi ke ruang perjamuan."
Suara Charlotte menyadarkanku dari lamunanku. Aku menenangkan pikiranku dan menoleh ke Charlotte lalu berbicara.
"...Apa para tamu sudah diberi tahu?"
"Ya, kata kepala pelayan semuanya sudah dipersiapkan dengan sempurna."
"Bagus kalau begitu. Ayo pergi ke sana."
Aku berjalan bersama Charlotte menuju ruang perjamuan. Sepanjang jalan, Charlotte melirikku, seolah-olah merasakan suasana hatiku dan bertanya.
"Bagaimana percakapan anda dengan... Duke Valentino? Apa kalian banyak mengobrol?"
Setelah ragu sejenak, aku menjawab."...Sepertinya lima tahun adalah waktu yang jauh lebih lama dari yang aku kira... Aku...tiba-tiba saja merasa takut. Takut dia akan hancur."
Kulitnya yang pucat, tatapannya yang kadang-kadang terasa jauh, senyumnya yang sedih.
Itu bukan sekadar akibat dari cedera kepala saja, tetapi bekas-bekas kejadian lima tahun terakhir terukir padanya.
"Tapi, bukankah hidup itu panjang? "
Aku berhenti dan menoleh ke Charlotte. Charlotte mengerutkan kening, seolah mencoba memahami topik yang sulit.
"Lima tahun memanglah bukan waktu yang singkat.... tetapi kita juga harus tetap melanjutkan hidup lebih lama dari itu."
"....Ya, itu benar."
"Jadi, apa anda setuju kalau yang terpenting saat ini adalah waktu yang kita jalani mulai sekarang hingga ke depannya..... dengan bahagia?"
Charlotte, yang tampak agak malu dengan pembicaraan tersebut, memainkan tangannya sebelum melanjutkan.
"Dalam lima tahun terakhir saya selalu mengawasi anda. Dan jelas bahwa kali ini, adalah yang terpenting bagi anda. Viscount tampak telah membaik dalam banyak hal... setidaknya, itulah yang saya pikirkan."
"......"
"Dan bagi Duke Valentino sendiri, meskipun tahun-tahun itu mungkin sulit, dia pasti banyak berpikir selama masa itu. Jadi, itu juga bukanlah masa yang tidak berarti... begitulah cara saya melihatnya."
Charlotte mengakhiri ucapannya dengan senyum canggung, sambil menggaruk pipinya pelan.
Aku merenungkan kata-kata Charlotte dan segera tersenyum tipis.
-次-
.
.
Vote Please
.
Thankyou
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Hates Me, But He Lost His Memories (Book II)
Romance✾ Novel Terjemahan Korea ✾ BOOK II Author(s) : Sisse 시세 # sebagian terjemahan diedit dengan kata-kata sendiri # terjemahan ini tidak 100% akurat #