༘⋆🌷💭₊˚ෆ 4. INSIDEN JANGGAL

81 47 133
                                    

"Kebakaran kawasan proyek oleh sekelompok remaja yang terlibat tawuran." Ettan Chandres melafazkan judul artikel di layar laptop. Gaya-gayanya cowok itu mengikuti intonasi sang jenius coding, Gama Reis yang masih absen dalam pertemuan malam ini.

"Ada dua korban tewas, selebihnya sudah diamankan oleh aparat."

Cahaya tak mengerti. Tangan kidalnya menggetok-getok pena ke permukaan dahi.

"Beberapa personel dikerahkan untuk memadamkan api sebelum menjalar ke area lain."

"Helikopter!" Cahaya menukas penuh gelegak. "Pantesan helikopter bolak-balik dari tadi."

"Berarti berita itu bener?" tanya Shaheen pada Cahaya sebelum menatap sangsi Aldwin.

"Kamu masih berpikir Abang yang membereskannya?" Aldwin tersinggung. Bisep dan trisep di lengannya langsung menyembul ketika dia memancangkan bokong.

Shaheen gelagapan, dia menggoyangkan kepalanya.

"Bang, woles!" lerai Ettan sambil menonjok lutut Aldwin.

"Ah! Sudah Abang tegaskan, bukan Abang yang melakukan itu. Kenapa kalian tidak percaya?"

Cahaya meluruhkan punggung ke tulang kering Aldwin, dia mengusap tangan cowok itu yang terbalut kemeja putih. "Aya percaya, tenanglah!"

Aldwin mengurai napas jengah. "Kamu harus," tekannya.

Cahaya mengerlingkan kedua mata, menjumpai anat Shaheen seakan mendiskusikan sesuatu. Lalu, menjatuhkan kembali pandangannya ke arah Ettan yang sedang mengelus iguana di pangkuan.

"Insidennya bukan gimmick, terus apa yang bikin Kak Gama pusing menurut Abang?"

Ettan memonyongkan bibir. Ikut jangar memikirkannya.

"Jelas 'kan, pelakunya." Di antara mereka berempat, hanya Shaheen yang punya IQ tinggi. Cowok itu langsung sukses menyungkil inti masalahnya lebih awal daripada siapapun.

"Ozias," umpan Cahaya, "dan musuhnya. Janggal dari mana, Mas?"

Shaheen mereguk sari kurma dari seloki yang dia raih. Menggeleng singkat sebagai respon heran terhadap kealotan cara berpikir sepupu-sepupunya.

"Siapa musuh Ozias?" periuk mata Shaheen menyipit, lensa coklatnya menyudut pada Aldwin.

"Banyak," timpal sang sepuh. Setelah bekerja seharian, cowok itu merasa tubuhnya kehabisan tenaga. Kepalanya terkulai lemah ke sandaran sofa, sedang tangannya merenggang jauh di sisi tubuh. Aldwin menambahi dengan suara parau, "Ozias ... ya, setelah dicari tahu, bocah itu dan gengnya sangat menyukai kekacauan. Mereka membuat onar di mana-mana. Tidak terlalu pasti berapa kelompok yang ingin menghancurkan mereka saat ini. Belasan? Puluhan? Ratusan? Yang jelas, jam terbangnya dalam memperebutkan hierarki jalanan membuat bau mereka familiar. Jadi, kemana pun mereka pergi, keberadaannya akan terendus. Geng Ozias, pasti akan menemukan orang-orang yang sangat ingin membinasakan mereka."

"Tapi Bang, gak ada geng di daerah ini. Siapa tuh yang perang sama Ozias di padang rumput?" Cahaya menemukan benang merah. Sekonyong-konyong mengundang decakan Shaheen.

"Nah!" Mata cowok itu membeliak. "Coba pikir, orang yang ditangkap, orang yang divonis, orang yang diusut, orang yang direkam, orang yang jadi korban, dan orang yang disebut sama para saksi, semuanya terdaftar sebagai antek-antek Ozias. Gama udah selesai meriksa identitas mereka. Dia yakin 100%, kalau dari seluruh kejadian itu cuman ada eksistensi Ozias dan para pengikutnya. Gak ada dari kelompok lain!"

"Maksud L? Si Ozias tawuran sama CS sendiri? Gak masuk akal!" Ettan menemukan blunder yang membuat kepalanya semakin pening.

"Paham sekarang, Bos?" tanya Shaheen diselingi rasa bangga.

BERBURU UKHTI JUDESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang