7. Pupus

201 30 1
                                    

Boboiboy dkk hanya milik Monsta, saya hanya meminjam karakternya saja

Cerita ini murni dari pemikiran saya

.

.

.

HAPPY READING!

===

Pintu tertutup sempurna setelah Halilintar meninggalkan ruangan Dokter yang menangani Taufan. Pandangan pemuda itu menerawang jauh, mengingat pahit yang dia melewati disaat masa seperti ini.

Dan kini semuanya akan terulang lagi. Halilintar tidak tahu apakah kali ini akan sanggup menjalaninya lagi untuk kedua kali.

Bukan seperti ini yang Halilintar mau, dia hanya ingin bersama lagi dengan Taufan. Mengapa sesulit ini, mengapa Tuhan selalu salah mengartikan do'anya.

Halilintar menutupi wajah dengan kedua tangan saat tangis yang berusaha dia tahan mulai pecah, dia mulai terisak. Kakinya melangkah mundur hingga punggung pemuda itu menabrak dinding, dalam sekian detik Halilintar menjatuhkan tubuh diatas dinginnya lantai saat merasa kakinya lemas seketika.

Dia tak perduli berapa banyak pasang mata yang melemparkan tatapan aneh padanya, menganggapnya gila, menyedihkan, lemah atau cengeng karna tangisnya yang mulai mengeras.

Halilintar semangkin menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan. Hatinya terasa sangat kacau dan seolah kehilangan arah.

Rasanya seperti dibuat terbang ke angkasa lalu dijatuhkan begitu saja. Halilintar baru saja merasa senang karna dapat kembali bertemu dengan adiknya, dan kini fakta menyakitkan menamparnya telak.

Apakah Halilintar ditakdirkan untuk selalu kehilangan?

Bahkan seberapa banyak pun Halilintar bisa kembali untuk mengulang waktu, apa dia akan selalu berakhir ditinggalkan sendiri?

===

Halilintar tidak tahu berapa waktu yang dia habiskan untuk menangisi keadaan di koridor rumah sakit, dan kini kepalanya menjadi terasa pening, hidungnya sedikit tersumbat dan dia yakin matanya juga pasti sembab.

Setelah membasuh wajah, Halilintar memutuskan untuk kembali ke tempat Taufan dan disana sudah terlihat dokter dan dua perawat tengah mengambil sample darah sang adik. Setelahnya dokter menjelaskan butuh waktu beberapa hari untuk mengetahui hasil lab mengenai keadaan Taufan, dan pihak rumah sakit akan mengubungi Halilintar jika hasil lab itu telah keluar.

Halilintar menghela panjang melihat adiknya itu bahkan masih belum sadar walau waktu mulai menjelang malam, dengan semburat cahaya jingga mewarnai langit.

Satu tangan kanannya bergerak menggeser kursi, dia mendudukan diri disamping ranjang pesakitan Taufan. Menggenggam dengan lembut tangan hangat Taufan yang terbebas dari infus dan menempelkan di pipinya seraya menatap wajah pucat sang adik.

"Fan," suara seraknya menggema lirih melambungkan nama sang adik.

"Kakak egois ya? Karna kakak, kamu jadi harus ngulang rasa sakit kamu lagi. Maaf."

"Kakak bakalan lakuin yang terbaik buat kamu, kali ini kamu harus sembuh, Fan. Jangan pergi lagi ya?" lirihnya sendu, Halilintar menarik napasnya dengan panjang sembari memejam saat dadanya kembali terasa sesak.

"Kak," panggilan lemah membuat Halilintar kembali membuka netra dan langsung bertubrukan dengan netra milik Taufan.

Melihat Taufan berusaha untuk bangun, dengan sigap Halilintar langsung membantu dan menjadikan bantal untuk bersender.

Memories DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang