4

250 32 6
                                    

"hah..." Phuwin memegang dada, menatap horor pada sosok lelaki tegap yang berdiri di teras rumahnya. Dari raut kesal hingga ekspresi muram, bisa di pastikan bahwa Pond sudah menunggunya dari tadi di sini "Dokter Pond... Apa yang kau lakukan di teras rumahku?"

"Ini sudah jam berapa?"

Phuwin menyerngitkan dahi, bagaimana dia bisa menjawab pertanyaan macam itu. Sekarang sudah sangat gelap, pria disana membuatnya semakin panik "apa kau baik-baik saja Dokter Pond?"

"Tadi pagi Kau bilang ada pekerjaan sampai siang, tapi aku sudah menunggu disini sampai hari sudah gelap. Kau belum pulang"

Phuwin terdiam, cukup syok mendengar penuturan pria tampan itu. Kakinya melangkah mendekati pintu, membuka kuncinya dan mempersilahkan Pond untuk masuk.

"Apa yang kau kerjakan sampai menghabiskan waktu begitu lama?"

"Aku melukis di sekolah, mereka punya kelas baru, dan mereka membayar ku untuk melukis dinding"

Sembari Phuwin beberes, Pond hanya duduk diam di sofa memperhatikan. Apakah pria manis itu seperti daun terombang-ambing di tengah angin asing? Yang Dalam kesendirian sunyi, menyusuri kota kecil ini. Apa ia tak pernah merasa jenuh? Atau bahkan sedih berpisah jauh dengan keluarganya?

"Apa kau tak pernah merindukan ibu dan ayahmu?"

Phuwin terdiam seketika saat mendengar pertanyaan Pond mengenai ayah dan ibunya. Suara itu seolah menguap di udara, meninggalkan keheningan yang berat di antara mereka. Ia menundukkan kepala, menatap ke lantai seolah mencari jawaban di antara retakan kecil yang ada.

"Phu..."

Dengan kepala setengah mendongak, ia menubrukkan tubuh dalam dekapan Pond, air matanya jatuh ditemani isakan pelan pertanda sakit tak lagi dapat tertahankan. "Mereka tak pernah menginginkan ku" kekecewaan berputar dalam benaknya, membawa luka yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Phuwin merasa tenggorokannya mengering, dan kata-kata yang ingin diucapkan seolah terperangkap.

Beberapa saat Ruangan diliputi kesunyian begitu dalam, seolah waktu berhenti di ambang pintu. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar mengiringi keheningan yang meresap ke setiap sudut.

Bayangan-bayangan dari kanvas lukisan yang tertata rapi menari lembut di bawah cahaya lampu redup, menciptakan suasana yang hampir magis.

Udara terasa dingin, suara atap di terpa hujan mulai menggema. Tidak ada pergerakan apapun, tak ada bisikan percakapan-hanya keheningan yang mengisi ruang dan waktu. Tirai-tirai menggantung diam, tak tergoyahkan oleh angin.

"Apa Dokter mau makan Mie instan?"

Pond baru bisa menghela nafas tenang, wajahnya berbalik menatap lekat sosok manis yang masih sembab. "Phu... Semuanya baik-baik saja?" Dia tak ingin memaksa pria manis itu menceritakan perihal kegundahannya, ia hanya khawatir.

"Humm... Aku baik-baik saja"

"Tadi kau menangis..."

"Karena aku tak bisa menahan diriku" Phuwin tersenyum kecil, mengusap matanya dengan punggung tangan "maaf Dokter Pond..."

"Apa yang terjadi? Apa aku boleh tau?"

Phuwin menatap pria itu dengan mata penuh harap, seolah mencari kekuatan, Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan beratnya beban kata-kata yang akan diucapkan.

Hening sejenak, waktu bagai melambat menciptakan ruang untuk Phuwin mengumpulkan keberanian "Setelah ayah dan ibu bercerai..." Phuwin memulai dengan suara nyaris berbisik, "hidupku berubah drastis. Mereka telah menemukan kehidupan masing-masing, hingga lupa bahwa aku masih ada di sini, membutuhkan mereka."

Love Opens The Way [PondPhuwin]18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang