9

137 15 0
                                    

Hari ini kita bercerita, besok berjuang mewujudkannya. Pagi ini kita menuai harapan, saat malam kita tidur untuk memimpikannya.

Mentari masih sama, muncul di ujung bumi menemani siapapun saja melanjutkan kisah mereka. Pond masih duduk di kursi kerjanya, membuka lembar demi lembar kertas berisikan hasil diagnosa.

"Phu, kita baru akan memulai semuanya..."

Tak ada harapan yang sia-sia, Pond mengatupkan bibir. Paginya di buka dengan air mata, sekarang kekacauan menyerang relung hatinya. Sedikit membungkuk, pria itu menahan kepalanya dengan kedua tangan.

Seperti angin dingin menyapu lembut, kesedihan merayap pelan, meninggalkan jejak luka mendalam. Matanya menatap keluar jendela, dimana kanopi impiannya hampir selesai.

Dalam sanubari, badai rasa duka bergemuruh, meruntuhkan benteng ketegaran. Setiap detik berlalu dengan berat, membawa beban mengisi ruang kosong sepi menyayat.

Pond berdiri memperbaiki jas dokter, Sudah waktunya mengucapkan selamat pagi pada sosok manis kesayangannya. Dengan nafas panjang ia mencoba bertahan, deru nafas isakan dan air mata tak boleh ditunjukkan sedikit pun.

Pintu terbuka pelan, ia berjalan menuju ruang inap sang kekasih. Jelas setelah sampai disana, nampak Phuwin sedang duduk melamun.

"Selamat pagi..."

Nampaknya si manis hanya mengangguk dengan senyuman karena tak dapat melihat kehadirannya, ia mendekat.

"Sudah waktunya membersihkan diri-

-Dokter..."

Pond terpaku, lengannya di pegang. "Phu? Waktunya ganti baju"

Tapi dia hanya bisa menggeleng pelan, bukannya ganjil dia sudah di rawat di rumah sakit seminggu lebih, kondisinya terasa semakin parah bahkan penglihatannya menghilang "apakah hasil diagnosa penyakit ku sudah keluar? Dokter menjanjikannya dari kemarin"

"Semuanya baik-baik saja"

"Tolong bacakan untukku"

Seolah udara enggan hadir, Warna-warna sekitar ruangan tampak redup, suara lain hanya menggema mengganggu. Ekspresi Pond menunjukkan ketidakpastian.

"Sayang..." Ini hanya satu diantara harapan, menggenggam penuh kelembutan, berharap menjadi tameng kesedihan. Pria manisnya menunduk, bagai beban berat baru saja menimpa jatuh dari langit.

"Dokter, aku, kenapa?"

"Sayangku... akan sembuh" hanya sebagian, dari keberanian

"Dokter, apa aku akan mati?"

Tidak akan, sebab ia akan menyeret takdir, memporak-porandakan ketentuan hanya untuk menentang  "kau akan hidup, kita akan hidup, kita akan bertahan melewati segala batasan"

Hening sejenak, seolah keyakinan yang baru saja ia ucapkan mempertegas bahwa berita buruk telah datang. "Phu..."

"Aku ingin melukis"

Pond mengangguk pelan, menjuntaikan tangan mengusap pipi gembil yang selalu ia rindukan "kita akan melukis di pekarangan kita..."

"Dokter Pond..."

"Iya sayang..."

Segala perlakuan baik, kasih sayang, mimpi indah, juga pengorbanan yang Phuwin terima dari sosok itu bukan tanpa alasan. "Apa aku akan hidup lebih lama?"

"Tentu, kita harus hidup bersama..."

"Tapi jika hidupku tidak lama lagi, apa Dokter akan memaafkan ku?"

"Sayang..."

Rengkuhan hangat itu masih sama, belaian tangan di atas kulitnya bergetar. Siapa yang akan menangis kencang sekarang? Dan siapa yang sebenarnya harus menanggung derita perihal takdir ini?

Love Opens The Way [PondPhuwin]18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang