004

259 33 0
                                    

Mimpi buruk yang hadir itu membuat Jevin terbelenggu dalam penyesalan yang tidak pernah usai. Bertahun-tahun dihantui rasa bersalah yang tidak ia tahu ujungnya. Hidupnya terasa suram. Bahkan saat terlelap pun dirinya penuh kegundahan. Dimanapun, Jevin tidak dapat memejam dengan nyenyak. Ilusi menyesakkan hadir membuat indranya sering kali tidak tidur. Jevin memejam hanya untuk mengistirahatkan mata, bukan seluruh tubuh, karena nyatanya ia tidak benar-benar pergi ke alam bawah sadar yang penuh dengan penyesalan. Ia sangat tersiksa di setiap harinya.

Dan sesekali, Jevin juga ingin membawa mobilnya menuju jurang. Beberapa kali, Jevin ingin menemui Tuhan. Meminta bahagia agar jiwanya tenang. Namun, ia mengingat janjinya untuk menjaga Yara, Jevin jadi kembali sadar bahwa dirinya harus tetap bernafas meskipun terasa sesak demi mantan istrinya.

Dari pada overthinking karena tidak bisa tidur, Jevin memilih mengalihkan perhatian dengan menjadi pengantar makanan online. Paling tidak, ia memiliki kegiatan yang lebih baik daripada mabuk-mabukan. Ia tidak perlu melamun karena dipaksa fokus untuk mengantar makanan.

"Permisi, go-fud atas nama Tiara." Panggilnya lirih sambil mengetuk pintu gerbang. Mengingat saat ini sudah malam, dimana seluruh orang sedang istirahat.

Kedua kali, Jevin sedikit mengeraskan ketukan pada pagar besi yang melingkari kosan. Berharap si pembeli tidak ketiduran dan tetap mengambil pesanan. Untungnya, tidak berselang lama salah satu pintu kos terbuka. Perempuan dengan baju piyama biru keluar sambil bilang, "bentar, Mas."

Jevin membeku. Suaranya persis dengan seorang yang ia kenal. Kurir makanan ini menunggu wanita itu menoleh usai memakai sendal. Dan benar, indranya tidak pernah salah menebak tentang kehadiran Yara. Membuat Jevin membeku tidak mampu berkata-kata. Begitu pula dengan Yara yang diam. Kedua mata bertatap menampilkan keterkejutan masing-masing. Terlebih, keduanya bertemu di jam tiga dini hari.

"Ra?" Sebuah kepala melongok dari pintu kos. Menyadarkan keduanya untuk kembali dari rasa kaget yang hadir. Lalu menjadikan Tiara, si pemilik kamar kos itu pusat perhatian.

"Iya, sebentar." Ujar Yara sambil menoleh ke kawannya.

Jevin yang faham bahwa ternyata, Tiara adalah pekerja yang sering digaji untuk memantau Yara di toko memilih untuk berpura-pura tidak tahu. Masih sibuk menyodorkan makanan meski suasana menjadi canggung.

Yara menerima bungkus makanan, lalu menyodorkan uang lima puluhan.

"Jadi empat puluh tujuh ribu ya?" Yara bertanya memastikan.

Jevin mengangguk, lalu menanggapi dengan kata, "udah dibayar lewat aplikasi."

"Ooh, iya. Yaudah. makasih, Kak. Gue duluan ya." Ucap Yara pamit. Jevin hanya menanggapi dengan anggukan.

Keduanya sama-sama membalikkan badan tanpa sapaan apapun. Walau sama-sama memiliki banyak pertanyaan tapi memilih urung dan menyimpannya sehingga kembali dengan wajah kebingungan. Terutama Yara yang kembali ke ruangan kos dengan heran, "lo tadi udah bayar lewat aplikasi?"

"Hah? belum. Kan COD." Ucap Tiara. Ia membuka ponsel. Dalam chat pada aplikasi pesan makanan itu tertulis, 'kok Yara ada di sana?'

Telihat aneh jika si pengantar makanan itu mengenal Yara. Maka Tiara melihat data si driver. Ada nama bos yang menggajinya hanya untuk mengawasi dan menjaga Yara. Jadi, Tiara membalas dengan kata, 'Iya. habis kondangan keluar kota bareng. Baru sampe jadi Yara nginep disini.'

Tidak lupa, Tiara juga mengetikkan ucapan terimakasih karena makanannya ditraktir oleh bosnya. Memang, bagi Tiara, Yara selalu membawa berkah.

"Oh iya, Mba Yara. Udah dibayar. Lupa." Ujarnya nyengir. Lalu memberikan alasan, "udah ngantuk tapi laper. Jadi gini."

FINISH TO STARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang