015

103 21 2
                                    

Jevin mondar-mandir. Ia berjalan kanan kiri di dekat ranjang sambil memegangi ponsel. Merasa gundah sebab hari ini Yara tidak ada kabar. Yara tidak ia temukan di toko pakaian dan Tiara baru mengabari jika Yara sakit. Kali ini, kabar mengenai Yara tidak mungkin kebohongan seperti kemarin. Jevin yakin, karena informasi ini berasal dari Tiara.

Emira juga tidak sempat mengabari kondisi kelanjutan dari Yara karena sedang lembur. Sementara Andy dan Nesha tidak aktif sejak pagi. Maka, yang ada di pikiran Jevin hanya memastikan sendiri. Ia berniat menelfon Yara. Namun meragu. Ingin menanyakan kabar, tapi takut panggilannya tidak diterima. Tetap diam tapi hatinya gundah.

Tiba-tiba, ponsel berdering di tangan. Membuat Jevin semangat membuka. Senyumnya luntur saat tahu yang menghubungi Juna, 'ngga tau, Bang. Serumah ngga ada yang bales.'

Membuat Jevin semakin gusar. Membayangkan skenario terburuk jika sakit Yara ternyata lebih parah dari yang dibayangkan. Jevin membuka nomor Yara. Melihat cukup lama deretan angka untuk dapat menghubungi mantan istrinya. Memberi chalenge pada diri sendiri untuk menelfon Yara sekali. Kalau tidak diangkat, Jevin bisa datang langsung ke rumahn Yara untuk memastikan. Meski tidak etis karena hampir tengah malam, tapi Jevin bisa menggila hanya karena terus kepikiran.

Baru tiga detik dalam mode berdering, Yara sudah mengangkat. Dan terdengar suara dari seberang, "halo."

Bahagia mendengar suara yang hari ini ia rindu, Jevin tersenyum. "Lo ngga papa, Ra?"

"Kenapa emangnya, Ka?" Suara dari seberang terdengar serak.

"Lo lagi sakit kan?"

"Kok Ka Jevin tau gue lagi sakit?"

Jevin menggaruk kepalanya, merutuki diri sendiri yang tidak berpikir panjang dan tidak menerka lebih banyak tentang pertanyaan Yara.

"Suaranya agak beda." Bagusnya, ia memiliki otak cerdas untuk menjawab pertanyaan Yara. Lalu, Jevin kembali melanjutkan bertanya, "sakit apa emangnya, Ra?"

"Demam, Kak. Kayaknya mau flu."

"Udah mium obat?"

"Udah, tadi siang. Ini agak mendingan sih. Kenapa, Kak? Kok nelfon?"

Kangen kamu. Hari ini ngga liat kamu, ngga denger suara kamu juga. Aku khawatir kamu kenapa-napa.

Hati dan bibir berbeda kata. Kalimat yang Jevin ucapkan dengan suara adalah, "Andy ngga aktif."

"Ooh, iya. Hpnya rusak. Ada yang mau disampein, Ka?"

"Enggak ada."

"Urusan kerjaan, ya?"

"Bukan kok. Bukan apa-apa."

"Hp Andy kayanya jadi minggu depan, Ka. Kalo mau ngobrol sama Andy lewat gue aja, hp Ka Nesha jarang isi paket internet soalnya."

Jevin senyum. Otaknya memberikan sinyal pengharapan agar gawai Andy selalu rusak. Agar ia selalu punya alasan untuk mendengar suara Yara saat rindu melebat setiap harinya.

"Ka Jevin?" Yara kembali bicara, sebab Jevin tanpa suara.

Pria itu terlalu larut dalam pikirannya sendiri hingga lupa panggilan dengan Yara masih tersambung. "Hmm? Iya."

Jevin duduk pada kasur, membasahi bibir sambil tersenyum kecil. Ia menunduk, menggerak-gerakkan kakinya ke lantai. Kemudian bersuara lirih, "lo lagi apa?"

"Hah? Kenapa Kak?"

"Lo lagi ngapain? Belum tidur? Udah mau jam dua belas malem."

"Belum. Ngga bisa tidur. Ka Jevin? Ngga tidur?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FINISH TO STARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang