006

224 18 2
                                    

"Oma?" Jevin menyambut kedatangan tamu dengan raut terkejut sambil berdiri dari kursi kerjanya.

"Kok jauh-jauh kesini, Oma?" Jevin bertanya basa basi. Mengalihkan diri dari rasa kaget karena Oma muncul tiba-tiba dari pintu. Sebab hari ini, Emira mengabari bahwa ia mengajak Yara datang ke resto. Jadi, ia sedikit was-was bila dua perempuan itu bertemu.

"Kamu juga ngga pernah ke rumah."

"Jevin sibuk."

"Sesibuk apa sampe empat bulan ngga pulang? Main kek ke rumah."

Jevin hanya menipiskan bibir, merasa tidak memiliki alasan untuk membela diri. Dia berjalan menuju pintu, berniat untuk menyuruh pegawainya membawakan air. "Oma mau minum apa?"

"Ngga usah."

"Mau makan?" Jevin kembali menawarkan. Namun Oma juga menolak kesekian kali.

"Sini aja ngga usah repot." Ujar beliau menyuruh duduk.

Jevin patuh, duduk di kursi single sebelah kanan Oma. Lelaki itu mengangguk. Menemani Oma yang jauh-jauh datang hanya untuk menjenguk. Padahal Jevin sudah dewasa, bahkan terbilang tua mengingat statusnya yang duda.

"Yara sering kesini?"

Kegundahan Jevin terjawab dengan pertanyaan Oma. Jevin dapat menyimpulkan jika wanita tua kesayangannya itu bertemu dengan Yara. Lalu Jevin mengangguk atas pertanyaan Oma.

"Terus kamu sama Yara gimana?" Oma kembali memberinya soal.

"Gimana?" Sahutnya penuh tanya. Sebab, Jevin juga tidak mampu menyimpulkan dirinya dengan Yara. Tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Yara tidak menyukainya dan selamanya begitu.

Memahami cucunya yang layu membuat Oma dapat merumuskan bahwa hubungan keduanya tidak ada perubahan. "Kamu masih cinta Yara?"

Jelas. Sampai kapanpun akan begitu.

"Atau mau sama Anna aja?" Lanjut beliau kemudian.

Jevin menggeleng. Jevin tidak akan mengulang hal yang sama dengan menikah tanpa diawali cinta apalagi masih menyimpan nama seorang wanita.

"Belum siap sama siapa-siapa. Kayak gini dulu aja. Jevin masih mau sendiri."

Tapi, kesendirian yang terlihat menyedihkan. Oma tahu itu. Maka alasan kuat keluarga menginginkan Anna menjadi pasangannya adalah agar Jevin tidak kesepian. Apalagi harus menjadi lelaki dengan status duda yang diceraikan.

"Oma sama Papa setuju kamu sama Anna."

"Jevin mau sendiri. Oma juga ngga mau kan hal yang sama terulang?" Jevin bicara dengan sepenuh hati. Ia keluarkan seluruh emosi dengan kelembutan. "Oma juga ngga pengen ada yang namanya cerai lagi kan di keluarga?"

Tentu.

Melihat cucunya bersikeras membuat perempuan tua ini luluh. Tidak ngotot memaksa menikah kedua kali meski beliau memiliki niat baik tidak ingin melihat Jevin dalam kesedihan. Barangkali, dengan perempuan lain masih bisa mendapat obat dan bahagia daripada terus menerus terjebak di masa lalu dengan Yara.

"Tapi paling enggak iyain ajakan buat main berdua."

"Oma tau darimana kalo Anna ngajak ke puncak?"

"Haris yang bilang." Jawab beliau menyebutkan nama Ayah Anna.

Tidak ingin memperpanjang pembahasan, sudah jelas Jevin tidak berniat mengiyakan. Maka lelaki itu ucapkan, "iya, entar Jevin pikirin lagi."

"Harus! Kamu tau kan, Haris udah suka banget sama kamu. Inget, dia juga udah bantu ngurus kasus kamu."

FINISH TO STARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang