Jam kini menunjukkan pukul 08.00 malam dan ara baru saja sampai tepat di depan gedung apartemennya setelah diantar oleh ketiga temannya tadi.
Acara pernikahan memang sudah selesai sejak sore namun ara dan teman-temannya itu memilih untuk berkumpul dan membicarakan banyak hal bersama tentu juga bersama hugo dan istrinya.
Teman-temannya ara banyak menghabiskan waktu bersama dan mengenal lebih dekat dengan sosok evelyn, istri dari hugo.
Mereka tadi juga sempat melakukan pesta minum sebagai perayaan pernikahan hugo, namun ara memilih untuk tidak meminum bahkan menyentuh minuman yang mengandung alkohol itu.
Ara berjalan masuk kearah gedung apartemennya dan berjalan memasuki lift untuk menuju kamarnya.
Ara menekan salah satu tombol yang tertulis nomor dimana kamar ara berada.
Lift itu mulai bergerak naik keatas, ara bersandar pada pinggir lift sambil menundukkan kepalanya.
Ntahlah sejak sampai tadi tiba-tiba fikirannya terus melayang memikirkan seorang perempuan yang pasti sudah kalian ketahui.
Padahal beberapa hari ini wanita itu sudah tidak muncul lagi di fikirannya namun ntah kenapa tiba-tiba muncul kembali.
Sejak tadi, saat dia berhasil mendapatkan bunga. Benar, yang mendapatkan bunga hasil lemparan pengantin itu adalah ara.
Sejak saat itulah fikirannya kembali berputar ke masa dimana saat dia dan chika bersama.
Dia takut apa yang dikatakan temannya itu terjadi, dialah yang akan menyusul hugo untuk menggelar pernikahan.
Sebenarnya ara tidak apa-apa jika orang yang menjadi pendampingnya adalah chika, namun itu sangat tidak memungkinkan. Terlebih saat ini dari yang ara tau chika sudah menikah dan memiliki anak.
Bukan dalam artian ara tidak ingin menikah, rasanya percuma jika dia menikah namun orang yang ia cintai bukanlah orang yang menjadi pendampingnya.
Terlepas dari itu juga, pria manapun yang menikah dengannya nanti akan bernasib malang. Tentu karna cintanya yang tak pernah dibalas.
Sejak hari dimana hubungan persahabatan dia dan chika resmi berakhir dan cintanya yang ditolak, ara berjanji sejak itu juga bahwa dia tidak akan pernah menerima orang lain lagi.
Sekalipun ia menikah bukan dengan chika, itu hanya sebuah keterpaksaan yang ia lakukan.
TING!
Suara lift terdengar diikuti dengan lift yang berhenti dan pintu lift yang perlahan terbuka.
Ara mengangkat pandangannya berjalan keluar dari lift itu menuju ke arah kamarnya.
Setelah sampai dia membuka perlahan pintu kamar itu dengan kartu sebagai kunci.
Pemandangan yang ia lihat pertama kali adalah gelap. Ruangan besar ini terlihat tidak ada sedikitpun pencahayaan.
Ara berjalan kearah dimana seharusnya saklar lampu berada dan menekannya membuat lampu yang ada disana perlahan hidup.
"WAH ZOR ANJ- MATA GW"
Ara dengan cepat menutup matanya dengan lengan satunya, membuat bunga yang sejak tadi ia pegang terjatuh kelantai dengan cepat.
Bagaimana tidak? Pemandangan pertama yang ia lihat setelah berhasil menghidupkan lampu ruangan itu adalah adiknya, zora yang sedang berciuman dengan seorang perempuan diatas sofa.
Kedua orang yang baru saja menjadi tersangka itu melepaskan pangutan bibir mereka, zora dengan cepat mengambil bantal yang berada di dekatnya dan melemparkan tepat kepada ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
About us
Fanfiction"jika akhirnya tetap aku yang harus pergi, lantas untuk apa kamu membawa ku sejauh ini?" ~ A "aku tidak bisa memaksa, semuanya berjalan sebagaimana takdir seharusnya." ~ C