EL - 13

492 21 3
                                    

Di ruang ICU yang dingin dan steril, Nina duduk di kursi samping ranjang Kak Zafran, menggenggam lembut tangan kanannya yang semakin kurus dan bengkok. Selimut putih yang menutupi kaki Kak Zafran tampak semakin kecil, merefleksikan kondisi fisiknya yang terus menurun akibat penyakit ataxia yang semakin parah. Setiap kali Nina menyentuh tangan Kak Zafran, dia merasakan dinginnya, seolah-olah nyawa Kak Zafran pelan-pelan meluncur pergi dari tubuhnya.

Detak jantung Kak Zafran terdengar monoton dari monitor yang terpasang di samping ranjang. Nina menatap layar yang menunjukkan grafik detak jantungnya. Setiap kali garis datar muncul, jantungnya berdebar kencang, khawatir jika itu adalah tanda-tanda yang tidak baik. Di dalam hatinya, terbersit rasa takut yang mendalam, membayangkan hidup tanpa sosok Kak Zafran yang telah lama menjadi pelindungnya.

Dengan lembut, Nina membisikkan kata-kata penuh kasih ke telinga Kak Zafran, berharap dia bisa merespons. "Kak, Kak Zafran nggak kangen sama Nina? Aku di sini, Kak. Aku selalu ada di samping Kakak." Suara Nina mengalun lembut, mengisi ruang hampa di antara mereka. Setiap detik terasa seperti jam, dan setiap menit seolah melaju sangat lambat, seperti waktu ingin menggoda rasa sabar dan harapnya.

Senyum penuh harapan di wajahnya menghilang seketika saat Kak Zafran membuka matanya perlahan. Sorot matanya menatap Nina dengan penuh keheranan dan kelemahan. "Nina," suaranya terdengar seperti bisikan lembut, hampir tidak terdengar di antara bunyi alat-alat medis yang berdenting.

Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Nina saat mendengar suaranya. "Kak, Kak Zafran sadar!" serunya, berusaha menahan isak tangis. Dalam sekejap, dia merasa seolah-olah beban berat di dadanya terangkat. Segera, dia memanggil dokter, berharap mereka bisa melakukan sesuatu untuk memulihkan kondisi Kak Zafran.

Setelah beberapa waktu yang terasa menggetarkan, dokter memutuskan untuk memindahkan Kak Zafran ke ruang rawat inap biasa. Setiap langkah menuju kamar rawat inap menjadi perjalanan emosional bagi mereka berdua. Nina mengawasi setiap detail perawatan Kak Zafran dengan cermat, mulai dari obat-obatan hingga prosedur medis yang harus dilalui. Ia merasa seolah bertanggung jawab untuk memastikan Kak Zafran mendapatkan perawatan terbaik.

Sesampainya di ruang rawat inap, Nina duduk di samping ranjang Kak Zafran, menggenggam tangannya dengan penuh kasih sayang. "Kak, Nina di sini. Nina akan selalu ada di samping Kakak," katanya sambil memandang ke matanya yang penuh dengan keletihan. Dalam tatapan itu, ada kekuatan yang samar namun nyata, seolah Kak Zafran ingin memberitahunya bahwa dia berjuang untuk tetap bertahan.

Ketika perawat laki-laki datang untuk memandikan Kak Zafran, suasana menjadi tegang. Kak Zafran tampak sangat cemas, ketakutan dengan sentuhan orang asing. Nina bisa melihat kepanikan di matanya, dan hatinya terasa hancur saat melihatnya dalam keadaan seperti itu. "Kak, jangan takut. Nina akan selalu ada di sini saat perawat membersihkan tubuh Kakak," janjinya dengan suara lembut, berusaha menenangkan ketegangan yang mengisi ruang tersebut.

Nina menyeka air mata Kak Zafran yang menetes di pipinya dan menggenggam tangannya lebih erat saat perawat melakukan tugasnya. Proses membersihkan Kak Zafran memerlukan waktu lama, karena perawat harus berhati-hati agar tidak membuatnya merasa tidak nyaman. Setiap gerakan kecil dari perawat menambah beban emosional yang dirasakan Nina. Dia tidak ingin melihat Kak Zafran mengalami kesakitan, bahkan dalam hal sekecil ini.

Ketika proses itu selesai, Nina dengan hati-hati membantu memakaikan diapers pada Kak Zafran, merasa teriris melihat kondisinya yang kini jauh berbeda dari sebelumnya. Setiap gerakan terasa seperti menyayat hatinya, menyadarkannya akan kenyataan pahit yang harus dihadapi. Namun, dia tahu, meskipun sulit, dia harus tetap kuat untuk Kak Zafran.

Ketika mimisan Kak Zafran kambuh, kepanikan melanda diri Nina. Dia langsung bergegas untuk membantunya, melihat darah yang mengalir dari hidung Kak Zafran, dan dengan tangan gemetar, dia membersihkan darah tersebut dengan lembut. Kak Zafran berusaha tersenyum padanya, meskipun wajahnya pucat dan tampak sangat lelah. "Ni-na... ja-ngan... kha-watir," katanya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Nina menghapus darah dari hidungnya sambil menahan tangis. "Kak, Nina akan selalu di sini. Jangan khawatir. Nina nggak akan kemana-mana." Suara Nina bergetar, tetapi dia berusaha menampilkan wajah yang tenang, memberikan dukungan yang Kak Zafran butuhkan di saat-saat sulit ini.

Malam hari di rumah sakit terasa panjang dan sepi. Setiap kali Kak Zafran terbangun di tengah malam, Nina selalu ada di sana, siap untuk memberikan dukungan. Dia terus-menerus memastikan Kak Zafran merasa tenang dan tidak sendirian. Suasana yang hening dan dingin hanya terisi oleh suara monitor yang bergetar, tetapi bagi Nina, setiap detak jantung Kak Zafran adalah sebuah harapan.

Suatu malam, Kak Zafran berkata dengan suara lemah, "Ni-na... maaf... ka-si... su-sah." Setiap kata terasa menyayat hati, membuat Nina menggenggam tangannya lebih erat, berusaha menahan air mata. "Kak, jangan pernah bilang begitu. Kakak tidak pernah jadi beban buat Nina. Nina di sini karena Nina sayang Kakak."

Kak Zafran menatapnya dengan penuh rasa syukur dan air mata di pipinya. "Ni-na... te-ri-ma... kasih." Kata-kata itu mengisi hati Nina dengan kehangatan, memberikan kekuatan baru untuknya.

Dia tersenyum, meskipun air mata ikut mengalir. "Kak, Nina akan selalu ada di sini. Kakak adalah segalanya buat Nina. Kita akan berjuang bersama-sama." Dalam saat-saat seperti itu, mereka berdua merasa bahwa cinta di antara mereka lebih kuat daripada segala tantangan yang harus dihadapi.

Hari-hari berlalu dengan penuh tantangan, namun Nina terus berada di samping Kak Zafran, memberikan dukungan dan semangat. Setiap saat, dia berdoa agar Kak Zafran bisa pulih dan mendapatkan kekuatan yang diperlukan untuk melewati masa sulit ini. "Kak, kita harus kuat, ya. Nina di sini untuk Kakak," bisiknya dengan lembut setiap kali Kak Zafran terlihat kesakitan. Setiap hari, dia melihatnya berjuang, dan setiap hari dia berusaha menjadi pendukung setianya, tidak peduli betapa sulitnya perjalanan ini.

Dalam hening malam, Nina merenungkan semua kenangan indah mereka berdua. Dia teringat saat-saat lucu ketika Kak Zafran selalu melindunginya dari segala hal yang menakutkan. Kini, dia bertekad untuk menjadi pelindung Kak Zafran, memberikan cinta dan harapan yang tak terputus, seolah-olah dia adalah cahaya dalam kegelapan yang menyelimuti mereka. Momen-momen penuh kasih sayang ini membuat Nina semakin yakin bahwa mereka akan menghadapi semua tantangan bersama.

Dengan penuh keteguhan, Nina berbisik dalam hati, "Kami akan melewati ini, Kak. Kita tidak sendirian." Kekuatan cinta yang mendalam itu, yang mengikat mereka dalam perjalanan ini, membuatnya percaya bahwa setiap perjuangan pasti ada ujungnya, dan dia akan berada di sana, selalu.

Eternal Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang