EL - 17

521 27 4
                                    

Setelah pernikahan, Kak Zafran semakin tidak betah tinggal di rumah sakit. Tubuhnya yang dulu tegap dan kuat, kini terlihat ringkih, seakan-akan setiap napasnya adalah perjuangan melawan rasa sakit yang tak terbayangkan. "Nin... pulang..." ucapnya dengan napas tersengal-sengal, suaranya terdengar nyaris seperti bisikan. Permintaannya itu langsung menohok hati Nina, menusuk dalam, karena dia tahu betapa tidak nyamannya kondisi suaminya saat itu.

Nina, dengan penuh kasih dan rasa tanggung jawab, membawa Kak Zafran pulang ke rumah. Rumah yang dahulu dipenuhi tawa dan kebahagiaan kini seolah-olah menjadi tempat pertempuran melawan waktu. Kenangan mereka bersama masih terasa hangat di sana, tetapi kini diselimuti rasa duka dan kecemasan akan masa depan. Nina menyadari sepenuhnya bahwa beban yang ia pikul akan semakin berat, dan Kak Zafran membutuhkan perawatannya secara penuh.

Sesampainya di rumah, Nina duduk di samping Kak Zafran yang terbaring lemah. Dia menyentuh pipi suaminya yang semakin kurus dan pucat dengan penuh kasih sayang. "Kak, ayo bangun. Kita mandi dulu, ya," ucap Nina lembut, mencoba menyuntikkan semangat di tengah rasa sakit yang membelit tubuh Kak Zafran.

Kak Zafran hanya bisa menggumamkan suara lemah. Tubuhnya sudah sangat lemah, dan gerakannya terbatas. Setiap gerakan kecil membuat Nina merasa hancur, menyaksikan bagaimana pria yang ia cintai kini kehilangan kekuatan dan kendali atas tubuhnya sendiri. "Eughhh..." hanya suara lirih yang keluar dari mulutnya, diiringi dengan helaan napas berat.

Dengan sabar, Nina membantu Kak Zafran duduk di kursi roda. Setiap gerakan dilakukan dengan hati-hati, seolah takut menyakiti suaminya yang semakin rapuh. Tubuh Kak Zafran kini sangat kurus dan tak berdaya, membuat Nina merasa hatinya hancur berkeping-keping setiap kali melihatnya.

Nina mulai memandikan Kak Zafran. Ia melepas diapers suaminya dengan perlahan, memastikan setiap gerakan tak menambah penderitaan Kak Zafran. Setiap kali Nina mengguyur tubuhnya dengan air hangat, ia berharap Kak Zafran bisa merasa sedikit lebih nyaman. Namun, setiap tindakan yang dilakukan terasa sangat berat, baik secara fisik maupun emosional.

Setelah selesai memandikan, Nina mulai membaringkan Kak Zafran di tempat tidur. Ia menyiapkan underpad sekali pakai, memastikannya dengan cermat agar Kak Zafran bisa beristirahat dengan nyaman. Namun, sebelum Nina sempat memakaikan diapers baru, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Tiba-tiba, Kak Zafran tak sengaja mengeluarkan kotorannya. Kotoran yang lembek dan banyak langsung mengalir tanpa kontrol, membasahi tungkai Kak Zafran hingga menodai tempat tidur. Melihat kejadian itu, Nina terdiam sejenak, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. Kak Zafran menangis, rasa malunya begitu kentara. "M...aaff..." bisik Zafran dengan tangis tertahan.

Dengan cepat, Nina berusaha menenangkannya. "Kak, nggak apa-apa. Ini bukan salah Kakak," ucap Nina lembut sambil mengusap air mata yang mengalir di pipi suaminya. Tanpa berpikir dua kali, ia segera membersihkan tubuh Kak Zafran kembali dengan penuh kesabaran. Meski hatinya terasa sangat berat, Nina tetap menjaga sikap tenangnya di hadapan Kak Zafran, memastikan suaminya tidak merasa lebih buruk.

Setelah tubuh Kak Zafran kembali bersih, Nina memakaikan diapers baru. Kemudian, dengan penuh perjuangan, ia berusaha memakaikan kaos dan celana pendek untuk Kak Zafran. Tangan Kak Zafran yang kaku membuat setiap gerakan terasa sulit, tetapi Nina terus berusaha dengan telaten. Ketika akhirnya ia berhasil, Nina menyemprotkan minyak wangi kesukaan Kak Zafran ke tubuhnya, berharap aroma yang sudah lama akrab bagi Kak Zafran bisa memberinya sedikit kenyamanan di tengah kondisi yang sangat sulit.

Setelahnya, Nina membantu Kak Zafran duduk kembali di kursi roda. Ia memasangkan sabuk pengaman dan menyelimuti kaki suaminya yang kecil dan bengkok, akibat terlalu lama tak bisa digunakan untuk berjalan. Kak Zafran menatap Nina dengan mata berkaca-kaca.

"Maaf... men-usahkan..." ucap Kak Zafran dengan suara serak. "Aku... tidak... pantas... untukmu..." Suaranya terdengar begitu berat, mencerminkan beban rasa bersalah yang selama ini ia simpan.

Nina tersenyum lembut, memandang suaminya dengan penuh cinta. "Kak, jangan bilang begitu. Aku di sini karena aku mencintai Kakak. Ini bukan merepotkan, ini adalah bentuk cinta," ucap Nina dengan tegas, tetapi tetap lembut, memastikan Kak Zafran merasa dihargai dan dicintai.

Hari itu, Nina memberitahu Kak Zafran bahwa temannya, Raya, akan datang berkunjung. "Kak, hari ini temanku yang bernama Raya mau datang. Dia baru pulang dari London. Boleh nggak dia datang ke sini?" tanya Nina dengan nada lembut.

Kak Zafran terlihat ragu sejenak. "Bo...leh... tapi ka...kak... gak temu...in...ya. Ma...lu... kamu... nya... suami... cacat..." ucapnya terbata-bata, suaranya penuh rasa rendah diri.

Nina mengelus tangan suaminya yang kaku. "Kak, nggak usah malu. Raya cuma temanku. Dia akan mengerti," jawab Nina menenangkan.

Saat Raya tiba, Nina sedang menyuapi Kak Zafran di halaman untuk berjemur. Setiap suapan Nina lakukan dengan perlahan, memastikan Zafran bisa menelan makanan dengan nyaman. Kadang, makanan jatuh dari mulut Kak Zafran yang tak bisa mengontrol gerakannya. Melihat itu, Raya menghampiri dengan raut wajah prihatin.

"Hai, Zafran. Lama nggak ketemu," ucap Raya riang, namun jelas tersirat rasa iba dalam tatapannya.

Zafran berusaha tersenyum, tetapi hanya bisa menggerakkan bibirnya sedikit. "Ha...hai..." jawabnya dengan susah payah. Nina segera meminta Raya menunggu sebentar sementara ia membersihkan tubuh Kak Zafran dan memberinya obat. Raya mengangguk dan menunggu di ruang tamu.

Setelah selesai, Nina kembali menemui Raya. Mereka sempat berbicara sedikit tentang kondisi Zafran, hingga Raya menanyakan Adrian. "Lalu Adrian mana? Kamu menikah dengannya, kan?"

Nina menjelaskan bahwa dia menikah dengan Kak Zafran, bukan Adrian. Raya tampak terkejut dan mulai menjelekkan keadaan Kak Zafran. "Loe kok mau sih nikah sama Zafran yang udah nggak berguna gitu?" katanya, mengeluarkan komentar sinis yang membuat Nina geram.

Ketika Nina mendengar bunyi jatuh dari kamar, dia segera berlari dan mendapati Kak Zafran terjatuh dari tempat tidur karena kejang-kejang. Dengan sigap, Nina membersihkan Kak Zafran, yang tampak sangat malu dan menangis karena kondisinya yang mengenaskan terlihat oleh orang lain. Raya yang tak tahan dengan bau dan situasi itu, segera pergi.

Setelah Raya pergi, Nina memeluk Kak Zafran erat-erat. "Kak, nggak usah malu. Aku di sini untuk Kakak, selalu."

Eternal Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang