26. go home

2.5K 193 24
                                    

2 bulan kemudian..

"Gue kangen sama Zakiena, Kak," ucapku seraya meminum teh hangat yang Kak Kier buat untuk dirinya sendiri.

"Iya gue tau, tapi jangan minum teh gue juga kali," ucapnya dan mendengus pelan. Aku selalu melihat Zakiena di televisi, Cam yang memberikan jadwalnya. Kelompoknya selalu menang, dan kini mereka masuk babak final. Tak ada yang menarik di hidupku setelah Zakiena ke Jakarta untuk cerdas cermat.

Oke aku mulai terdengar menjijikan.

"Besok Zakiena pulang," ucapku dan Kak Kier langsung menoleh ke arahku, kami tengah berada di balkon kamar Kak Kier, aku tengah duduk di kursi putih tempat kakakku biasa meratapi hidupnya.

"Tau dari mana lo?" tanyanya yang kembali menatap ke luar, tembok setinggi perutnya pun menjadi tumpuan. Aku sedang memikirkan, bagaimana jika Kak Kier tiba tiba jatuh.

Oke, aku terdengar jahat.

"Cam yang bilang," ucapku dan dia mengangguk.

"Mulai deket sama Cam, ceritanya?" tanya nya dan terkekeh pelan. Aku hanya memutar kedua bola mataku seraya meminum teh yang dia buat.

"Gak, Cam bilang gitu di group angkatan," ucapku.

"Jadi, yang akan lo lakukan adalah?" tanya Kak Kier tanpa menoleh. Aku jadi curiga.

"Lo kenapa deh?" tanyaku yang memperhatikannya dari atas hingga bawah, tak ada yang salah kecuali piama yang dikenakan Kak Kier sangat asing bagiku. Dia jarang memakai piama merah jambu yang sangat mencolok.

"Gue gak papa, jangan terlalu mikirin gue," ucapnya. Nada ini berubah 180° dari kalimat kalimat yang dia lontarkan sebelumnya.

"Kak," ucapku seraya berjalan mendekat, tapi entah kenapa dia malah menangis.

Ini memang sudah larut, kami selalu berbincang di sini ketika semua telah terlelap. Tapi, percakapan sebelumnya tak pernah ada air mata.

"Kak," ucapku dan menatap wajah Kak Kier, matanya yang bengkak menandakan dia telah menangis seharian.

"Gue pikir cewe baja kaya lo gak akan bisa nangis," ucapku, dia mengusap air matanya.

"Lo inget Fitria?" tanya Kak Kier setelah dia mengusap air matanya. Aku hanya mengangguk sebagai respon. Kak Fitria adalah teman dekatnya saat SMA.

"Dia orang yang kata gue merubah dirinya menjadi lebih baik, dan dia mau kawin sama Mikayl kalo udah lulus kuliah nanti," ucapnya setelah menarik nafas panjang.

"Lo tau, gue sama Mikayl mulai deket, setelah gue masuk ke lingkungannya, gue tertarik sama Mikayl, dan kita udah jadi temen. Dia pun memberi tahu gue tentang rencana orang tua nya, kenapa dunia sesempit ini?" ucapnya.

Ini mengingatkanku pada Zakiena dan Vania. Cocok sekali, bedanya aku dan Vania tidak akan menikah, dan aku telah mengenal Zakiena lebih lama dari pada Vania.

Tapi akan lebih menyakitkan, jika Kak Kier telah mengenal Kak Mikayl dari dulu.

Apa Zakiena akan menangis jika aku dan Vania menikah?

Pikiran konyol macam apa ini?

"Jadi buat nanti lusa, rencana lo adalah?" tanya Kak Kier mengalihkan pembicaraan.

"Nothing, selain ada party kecil kecilan yang diadakan OSIS dua angkatan di ballroom SMA Graha, dan gue akan ke sana," ucapku dan Kak Kier mengangguk.

"Kapan?"

"Lusa,"

"Dresscode?" tanya Kak Kier.

Do not Look BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang