10. I Hate My Family

3K 243 26
                                    

Vania: Gue menang. Lagi.

Setelah membaca pesan dari Vania. Aku pun menenggelamkan wajahku di atas meja, sebenarnya wajahku tidak tenggelam, itu hanya perumpamaan. Mengingat kejadian tadi pagi, moodku hancur sehancur hancurnya.

"Tio, gue duduk di tempat lo ya, kimia doang, please," ucap Arta memohon, mau apa sih itu orang? Aku pun duduk tegak kembali.

Dan taklama setelah itu, Pak Fajar masuk ke kelas dengan setumpuk berkas di tangannya. KM pun mempersiapkan kami untuk memberi salam. Jam terakhir.

"Na, sensi amat lo tadi pagi," ia aku yang salah. Ucapnya setelah memberi salam, aku pun menenggelamkan wajahku kembali.

"Zakiena," ucapnya menepuk pundakku, tapi aku tak merespon apa apa. Aku masih kesel sama Arta, masa ia dia gak mau nganter aku gara gara gue udah janji anter Vania Na. Aku gak akan minta anter Arta kalo motor ku ga rusak. Kejadian dulu mungkin akan terulang, entah lah tapi aku masih mengingat jelas kata Tasha, Vania bisa lakuin apa aja yang dia mau.

"Na," ucapnya lagi dan menempelkan pipi kanannya ke meja, membuat dia menoleh ke arahku. Aku pun bangkit dengan muka bete.

Tadi pagi, gara gara dia ga nganter aku, alhasil aku dianterin Angel yang jelas jelas baru berantem sama aku. Kurang apa?

"Na," ucapnya lagi. Aku hanya pura pura fokus kepada Pak Fajar.

"Maafin gue Na, gue bakalan kabulin satu permintaan lo deh," ucapnya, kali ini bener bener ngeselin.

"Jangan dateng ke penyisihan cerdas cermat aku besok." Itu refleks.

"O-oke," ucapnya.

Bel pulang pun berkumandang, Pak Fajar telah keluar sejak tadi. Aku pun memakai tasku dan pergi. Tapi Arta menahanku. Aku hanya menatapnya tak berekspresi. Datar.

"Balik sama gue?" tawarnya, dan aku menggeleng. Kurasa itu menjelaskan semuanya. Tapi tak lama setelah itu, Vania masuk ke kelas dengan jilbabnya. Pake jilbab, tapi rambut belakangnya keliatan. Niat ga sih?

Sebenernya mending, sama aku yang belum mengenakan jilbab. Tapi, yang salah itu orangnya, bukan jilbabnya. No judge.

"Arta!" teriaknya dan menyenggolku. Dia pun duduk di kursi yang aku duduki tadi.

Aku pun keluar. Tapi aku tak pergi, tempat duduku kebetulan di depan paling deket pintu, jadi mungkin aku bisa nguping.

"Lo jadi kan anter gue, Ta?"

"Oh ia, maaf gue lupa, ayo," dan sepertinya aku harus pergi. Seandainya tadi aku menjawab ya pada ajakan Arta, sekarang aku udah diusir Arta pasti, dengan alasan yang, gue udah janji.

Untung aku jarang ke kantin, jadi bisa naik angkot. Karena aku bukan anak gengsian, mungkin beberapa anak di SMA ini akan bela belain nunggu sampe magrib ketimbang naik angkot.

"Lo sirik sama gue?" teriak Angel, seperti biasa kami bertengkar. Di kamar Angel.

"Ada juga kamu yang sirik, Kak!" teriakku tak kalah kencang. Hanya gara gara dia terpeleset, walaupun gara gara aku. Tapi kan aku gak sengaja!

"Gue? Sirik sama lo? Ngaca woy! Apa yang harus gue sirikin dari Zakiena Almira, nama aja kerenan gue," ucapnya lalu tertawa. Oh, betapa mengerikannya aku jika dibandingkan dengan kakakku, aku saja sampai prihatin.

"Banyak!" teriakku kekeh, walaupun beberapa saat kemudian aku pasti kalah.

"Apa? Pinter? Gue lebih pinter dari lo! Gue lulus OSN waktu SMP, gue dokter kecil waktu SD, gue mewakili SMA Graha ke tingkat nasional pas cerdas cermat, sekarang gue mahasiswa terbaik, dapet beasiswa 10 juta, kedokteran loh ya," ucapnya berkacak pinggang.

"Cantik? Gue lebih cantik, rambut gue terawat, kulit gue mulus, putih, muka gue tanpa jerawat," lanjutnya dan menyombongkan kesempurnaannya.

"Lo? OSN aja gak masuk, cerdas cermat masih abu abu, kulit buluk, gak kerawat, rambut ketombean, jerawat di mana mana, apa yang harus gue sirikkin?" Ucapnya.

"Dan oh, satu lagi, gue gak pernah sakaw," ucapnya, yang tadi dia sengaja kecilkan. Sakaw. Sakaw. Sakaw.

Sakaw.

Ia aku pernah sakaw. Tapi Ayah dan Bunda gak pernah tau. Mati aja kalo Bunda sampe tau. Orang tuaku hanya tahu aku pernah memakai narkoba, tapi tidak sampai sakaw. Angel mengungkit itu lagi. Entah kenapa aku marah.

"Oke! Lo lebih sempurna! Lebih segalanya! Gue gak akan pernah menang kalo dibanding lo! Gue sampah dan lo emas! Gak ada aspek dari diri gue yang patut lo pengen!" ucapku dan tangisku pecah saat itu juga.

Mataku melihat furniture di kamar Angel yang terbuat dari kaca, aku sangat ingin melempar itu ke wajah Angel. Aku pun meraih hiasan angsa itu dan menggenggamnya.

"Lo psikopat banget sih Na, taro angsa nya!" teriak Angel. Oh aku lupa ini angsa yang beli Angel, dari Jogjakarta waktu dia OSN.

"Lo kejam," ucapku dan mungkin Bunda sedang berlari ke atas. Karena terdengar langkah kaki.

"Zakiena!" teriak Bunda dan merebut angsa itu.

Plak

Satu tamparan mendarat di pipiku.

"Bun! Belain aja Angel! Gak pernah aku bener di mata Bunda! Bunda jahat! Kalo Bunda gak menginginkan aku, kenapa Bunda ngelahirin aku? Oh iya, kan aku anak nya Ibu Annisa, bukan anak Bunda!" aku pun berteriak dan malah mendapat tamparan dari Angel. Dasar pencitraan.

"Gue ga nampar lo dari tadi, karena gue masih nerima!" Ucapnya. Pencitraan! Akupun keluar dari kamar.

Zakiena: Ta, gue butuh lo sekarang.

Dan aku mengirimkan pesan itu lalu pergi ke taman.

"Kamu mau kemana Zakiena! Kalo ayah pulang, abis kamu!" teriak Bunda saatku keluar. Bunda salah, kalo Ayah pulang, justru dia akan memelukku dan menenangkan aku.

Sabar...

"Abisin aja, sampe mati sekalian, Kien gak peduli," ucapku dan melenggang pergi dari rumah.

Arta: Ini soal Kakak lo kan? Ada apa sampe lo-gue nya keluar?

An.

Udah kebongkar ye.. tapi gue lupa, apa udah kebongkar dari chap sebelumnya?

Kalo perlu dipertegas, masa lalu Zakiena.. dia pernah sakaw. Ngeri.

Sakaw itu semacam kecanduan narkoba gitu.. serem._.

Maaf yhaa untuk typonya:3, kalo dipikir pikir, gue terlalu banyak typo. Maafkan :"(

Makasih yhaa untuk RVC nya:3

Wassalamu'alaikum

1k606 2k15

Do not Look BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang