Hari itu langit telah membiru. Tidak ada setitik awan pun di permukaannya. Kereta telah berkali-kali melintas di atas jembatan tempatku berdiri. Beberapa kereta pagi yang telah berangkat sebelum pukul jam 07.00. Walau panas matahari telah menyebar ke seluruh permukaan bumi, tidak menghentikan kegiatan kami sehari-hari. Aku dengan segala rencana di kepalaku, mulai menceritakan apa yang ingin kulakukan pagi ini.
Rumput liar yang tumbuh di samping jalan pun menjadi salah satu saksinya. Bahwa semangatku tengah membara. Aku menginjak rumput itu dengan kekuatan penuh. Membayangkan bahwa anak itu adalah tumbuhan liar di bawah kakiku. Harus dibasmi sebelum ia mampu untuk berkembang lebih besar lagi.
"Teman-teman, aku ingin bersenang-senang pagi ini."
"Maksudmu?" tanya Liqin, seraya memperbaiki tatanan rambutnya.
"Apa pun yang aku lakukan nanti, aku harap kalian jadi penonton saja. Tidak usah ikut campur."
"Kau mau apa Jinan?" tanya Quan, menatapku dengan rasa ingin tahu.
"Aku mau memburu domba."
Tidak hanya Quan, Liqin juga mengarahkan padangannya padaku kini.
"Siapa kali ini? Kenapa tiba-tiba?" Liqin terlihat sedikit kurang nyaman.
"Tian Yi," jawabku singkat.
Liqin membuang napas, lelah.
"Anak baru itu? Kau punya masalah apa dengannya?" tanya Liqin, mencoba mencari tahu.
"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya tidak suka dengannya. Jadi dia harus pergi dari tempat ini, segera."
Liqin dan Quan saling berpandangan. Mereka masih saja tidak paham apa yang aku maksudkan.
Akhirnya mereka hanya diam dan tidak ingin mencari tahu lagi. Dua temanku ini telah bersamaku sejak SMP. Tentu mereka paham bagaimana caraku berpikir, dan apa yang aku maksudkan saat ini. Aku sangat senang dapat berteman dengan mereka.
Dengan persetujuan ke dua temanku, dan target yang telah ditandai. Kami akan memulai oprasi. Aku tidak ingin pulang dengan tangan hampa. Aku akan mengahancurkan anak itu dan menaikkan reputasiku.
Namun rencana hanya sekedar rencana. Hari ini tidak terjadi apa-apa. Tian Yin tidak datang. Kami menunggu sampai pukul 08.30, bahkan kami pergi pada jam yang sangat mepet dengan kedatangan Geng Suha.
Kecewa? Tentu saja. Namun kami masih punya esok hari.
Sehari, dua hari, tidak ada kabar, bahkan aku mengecek di kelasnya, tetap saja anak itu tidak jelas keberadaannya. Teman sekelasnya pun mengatakan bahwa Tian Yi sudah tidak hadir dua hari ini.
Apakah ia telah pergi sebelum kami sempat beraksi. Padahal tanganku sudah gatal untuk memukulnya. Kenapa dia menyerah begitu mudahnya?
Hari ke tiga.
Saat suasana langit sedikit kelabu. Namun menurut berita cuaca, tidak akan turun hujan. Aku masih menunggu. Mangsa yang sedari kemarin aku rancang nasip tagisnya. Aku cari titik-titik terlemahnya. Aku ingin segera mengahiri rasa jengkel di hati ini. Rasa ingin memukul samsak tinju berkali-kali. Namun dalam wujud manusia.
Beberapa anak cupu terlah datang terlebih dahulu. Mereka dengan patuh memberikan uang masuk tanpa ada perlawanan. Namun hanya untuk satu orang yang masih kami tunggu. Satu orang yang ingin kami cari tahu.
Tiba-tiba rasa senangku memuncak. Karena dari kejauhan terlihat samar-samar, orang yang sedari tadi dinanti, yang menjadi target utama pagi ini.
Tiga hari bukan waktu yang singkat. Untuk penantian panjangku. Aku menatap teman-temanku, menunjuk dan mengarahkan pandangan mereka ke arah yang ku inginkan. Kami berdua menoleh pada waktu yang hampir sama. Tersenyum pada mangsa yang sedari kemarin kami tunggu-tunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR SKY (Gangster of High School)
ActionSeorang anak yang selalu dibully di SMA, secara bertahap menjadi Raja terakhir yang melegenda. Tian Yi. Memimpin dalam bayangan, tersembunyi. Hanya akan muncul di saat-saat yang berbahaya. Book 1 cup.chocochip