Bab 2 : Kebenaran Dibalik Penguasa Tertinggi

15 1 0
                                    


Hari masih sangat pagi. Namun suara mesin sudah terdengar cukup keras. Disertai beberapa pengumuman dari pengeras suara yang diletakan di langit-langit kereta. Tubuh para penumpang berayun ke depan, belakang, dan samping mengikuti guncangan dari kendaraan yang mereka naiki. Beberapa orang terlihat berdiri dan mengunakan pegangan penumpang kereta sebagai penyeimbang tubuh, ada pula yang duduk di kursi yang sengaja di tata untuk saling berhadapan.

Tian dan Jinan sedang duduk di salah satu kursi penumpang ekonomi menuju suatu tempat terpencil tempat Tian dilahirkan, desa Yong Gi. 

Tas besar Jinan memenuhi sela kaki  di depan mereka. Membuat Tian Yi menghela napas berkali-kali merasa kakinya tidak bisa leluasa bergerak karena benda milik Jinan yang tidak dapat diletakan di atas kursi tempat mereka duduk.

Sebenarnya ini hanya sebuah masalah sepele, bahwa Jinan tidak punya refrensi tempat hiburan di liburan kelulusan mereka. Mereka telah menyelesiakan pendidikan SMA. Di sela-sela waktu untuk menentukan lanjut perguraun tinggi atau langsung bekerja, Tian Yi memutuskan untuk pulang dan menemui ibunya.

Mendengar Tian akan pulang kampung, dia dengan sedikit memaksa ingin ikut untuk dapat merasakan hawa pedesaan yang hanya pernah ia lihat di televisi.

"Seharusnya aku tidak perlu menunjukkan tiketku padamu," kata Tian. Ia merasa frustrasi saat mendapti Jinan yang sudah menunggunya di depan setasiun, merengek ingin ikut di pulang kampungnya kali ini.

Saking niatnya, Jinan bahkan sudah membeli tiket dengan tempat duduk tepat di samping Tian Yi, dan tujuan yang sama pula denganya.

Jinan mengenakan kemeja biru tua, dan celana jins cream yang sering dia gunakan nongkrong. Membawa tas super besar yang tidak tahu isinya apa.

Sedangkan Tian hanya membawa sebuah tas ransel yang penuh dengan pakaian ganti. Jemper kuning cerah yang ia kenakan, selalu oversize. Celana jins yang Tian kenakan berwana abu-abu tua, sama sekali tidak cocok bila dipadupadankan bersama.

Jinan hanya tersenyum maklum dengan selera fashion Tian yang suka menabrak-nabrakan warna.

Kembali ke gerbong tempat mereka duduk.

"Kau lihat. Aku sudah mempersiapkan semuanya. Aku bawa makanan sendiri, minuman sendiri, bahkan kasur lipat udara sendiri. Aku bahkan membawa celana dalam ekstra. Aku janji tidak akan merepotkanmu." Jinan dengan bangga menunjukkan tas koper besar miliknya—seperti kantong doraemon—yang berisi segalanya.

"Bukan itu masalahnya." Lagi-lagi Tian mengembuskan napasnya frustrasi.

"Aku juga sudah mencari mengenai oleh-oleh khas derahmu. Permen Jahe. Aku akan membelinya nanti."

Kereta berhenti di pemberhantian lain, membawa banyak orang lagi yang hendak berpergian jauh, bekerja, atau liburan seperti mereka. Akhirnya ada dua sosok baru menempati kursi kosong tepat di depan kursi Tian dan Jinan, tidak lain dan tidak bukan ternyata sosok yang juga mereka kenal.

"Permisi, ah .... kalian?" kata salah satu dari dua orang yang baru datang tersebut.

Sosok pertama mengenakan jaket bermarna hitam dengan garis hijau, celana pendek jins biru yang ia kenakan seolah tengah mengatakan bahwa tujuan mereka adalah pantai. matanya hitam dan hidung lancipnya masih sama, juga rambutnya ungunya yang mencolok. 

Sedangkan sosok yang lain menggunakan jaket levis dengan dalaman baju motif bunga-bunga. Seperti temannya, dia juga tengah mengenakan celana pendek, dan sepatu putih dengan kaos kaki yang ia angkat tinggi-tinggi. Kacamata yang menutupi mata coklatnya yang sipit, juga rambut duri landaknya yang seolah tertiup angin hingga senantiasa menunjuk arah selatan. Wajahnya biasa, tapi dalam sekali lihat dapat disimpulkan anak ini seorang kutu buku.

MIRROR SKY (Gangster of High School)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang