Bab 7 : Takut (sudut padang Tian Yi)

2 0 0
                                    

Jinan adalah orang paling sangar yang pernah aku temui.

Kalau kalian merasa bahwa Jinan takut padaku, itu salah besar. Aku pernah sangat-sangat takut padanya.

Geng Jinan adalah perkumpulan para berandal. Mereka mengincar dan enggan mengampuni. Memanfaatkan anak-anak yang lemah menurut mereka, untuk dapat mereka ambil keuntungannya. Aku termasuk lemah menurut mereka. Aku lemah dan mudah di sakiti. Namun mereka tidak bisa mengambil keuntungan dariku, dan aku pun tidak punya apa yang mereka inginkan. Maka mereka hanya bisa menyakiti saja, tanpa dapat mengambil apa yang berharga.

Geng Suha, punya martabat, dan tidak melakukan sesuatu yang menurut mereka sia-sia. Mereka tidak butuh uang untuk rokok, atau alkohol. Banyak dari anggotanya bersal dari keluarga yang berada. Kekuatan mereka ada di uang dan kedudukan, dan yang pasti mereka bukan berandalan. Kemudian yang paling menyenangkan adalah, penguasa sekolah ini tidak pernah memperlakukanku seperti buronan.

Akan tetapi, Jinan secara terang-terangan mengibaratku sebagai seekor rusa, dengan dia sebagai singa yang akan mengerjarku sampai ujung dunia. Kemana pun aku pergi ia akan di sana dan langsung menunjukkan taringnya. Menindasku berkali-kali. Tanpa ada rasa kasihan ataupun peduli. Pulang sekolah selalu dalam kondisi tubuh yang babak belur, remuk badan, dan lebam dimana-mana.

Aku hanya seorang kacung di Markas Amano. Melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari adalah pekrejaanku. Mendapat segala bentuk siksaan dari sekolah benar-benar menguras tenaga. Aku sering menggunakan cadangan energi yang masih tersisa untuk bekerja, dan terkadang sering merepotkan para senior dalam prosesnya. Tugasku untuk membantu Kak Zen mengurus dapur banyak yang terlewat, dan Kak Zen juga mendapati bahwa tubuhku penuh luka dan bertambah banyak setiap harinya.

Kadang ia menegurku karena melamun sendirian di kebun belakang. Bertanya padaku apa yang terjadi. Namun apa hakku untuk membebani orang-orang ini. 

Aku mendapat pekerjaan, dapat sekolah gartis dari rumah ini, bahkan mampu mengirim uang ke kampung dari tempat ini. Apa hanya karena hal kecil ini aku akan menyerah.

Bukan.

Ini bukan hal kecil. Pembuliyan bukan hal yang kecil, dan tidak boleh dianggap hal sepele. Bukan hanya sekedar main-mainnya anak muda, atau leucon mereka. Ini masalah fisik dan psikis. Bila orang dewasa menganggap ini hanya gurauan, maka masa depan generasi selajutnya menjadi taruhan.

Rusaknya diriku pada saat itu. Aku bahkan menatap pisau dapur dalam waktu terlampau lama saat mengiris kentang. Membayangkan benda itu bisa aku pinjam, dan membawanya ke sekolah esok, atau menyembunyikannya ke kamar, untuk mengiris pergelangan tangan.

***

Tian Yi tiba-tiba terdiam di tengah ceritanya. Kemudian tertawa dengan begitu leluasa. Namun Shan maupun Lin tidak ingin ikut di dalamnya. Karena tawa itu seolah ingin menyamarkan kegetiran yang masih ada. Seolah ingin menyatakan bahwa rasa sakit itu masih terasa, namun tidak ingin ia bahas lagi saat ini.

Jinan pun sama, ia tidak bersuara, matanya terpejam, juga menyembunyikan telapak tanganya dalam sendekap. Namun cengkraman tanganya pada kaos yang ia kenakan terlalu erat untuk ukuran orang yang sedang tidur. Shan tahu, Jinan sedang berpura-pura.

Tawa Tian berhenti, semendadak saat ia tertawa tadi. Eksperinya langsung serius lagi. Matanya juga mererah karena efek tawa, atau rasa yang masih terpendam dalam hatinya. Kemudian ia melanjutkan cerita.

***

Lalu terngiang kata bibik yang ada desa. Ibuku yang masih di rumah sakit, dan aku harus menemukan Lee Wei. Mengakhiri hidup saat ini, sama saja dengan mengakhiri semua perjuanganku. Boleh berputusasa, namun bila benar-benar terjadi akan banyak korban yang terkena imbasnya.

MIRROR SKY (Gangster of High School)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang